Suara.com - Seorang pria di Taiwan dijatuhi hukuman denda hingga hingga nyaris Rp 500 juta karena berulang kali melanggar aturan karantina rumah.
Menyadur CNN, Kamis (28/1/2021) pria yang tidak disebutkan namanya tersebut sedang melakukan karantina rumah setelah kembali dari perjalanan bisnis ke China.
Menurut TTV News, pria itu meninggalkan rumahnya tujuh kali hanya dalam tiga hari untuk berbelanja, memperbaiki mobilnya, dan banyak lagi.
Pria tersebut dilaporkan terlibat pertengkaran dengan salah satu tetangganya ketika ia diingatkan jika melanggar aturan karantina.
Akibat pelanggarannya, pria itu dijatuhi hukuman denda sebesar 1 juta Dolar Taiwan Baru atau sekitar Rp 492 juta.
Pemerintah lokal Taichung mengonfirmasi bahwa pria itu kembali dari daratan pada 21 Januari. Menurut peraturan Taiwan, setiap orang harus karantina selama 14 hari.
Walikota Taichung Lu Shiow-yen mengecam pria tersebut dan menyebutnya sebagai pelanggaran serius dan menambahkan bahwa pria itu "harus diberi hukuman berat."
Menurut laporan CNN, hukuman yang diberikan pada pria tersebut merupakan denda tertinggi yang pernah dikenakan di Taiwan.
Selain denda, pria tersebut juga harus membayar 3.000 dolar NTD (Rp 1,5 juta) setiap harinya selama masa karantina.
Baca Juga: Mau Menetap di Taiwan, Audi Marissa: Siapa Tahu Bisa Jadi Artis Sana
Pemerintah Taiwan telah memberi kompensasi kepada para karantina 1.000 dolar NTD (Rp 500.000) per hari, namun pria tersebut tidak bisa menerimanya.
Taiwan menjadi salah satu negara yang sukses terbesar di dunia dalam hal penanganan pandemi Covid-19. Pulau tersebut menutup perbatasannya sejak awal, menerapkan pengujian massal dan pelacakan kontak, serta memberlakukan karantina secara ketat.
Pada Desember 2020, seorang pekerja migran dari Filipina didenda 3.500 dolar (Rp 49 juta) karena melanggar karantina selama delapan detik.
Pria itu, yang dikarantina di hotel yang disetujui pemerintah, hanya keluar ke lorong di luar kamarnya dan tertangkap kamera CCTV.
Akibat kontrol ketat ini, pulau berpenduduk 23 juta orang itu hanya mencatat 889 kasus virus corona dan tujuh kematian, menurut data dari Universitas Johns Hopkins.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
Salah Sasaran! Niat Tagih Utang, Pria di Sunter Malah Dikeroyok Massa Usai Diteriaki Maling
-
BNI Apresiasi Ketangguhan Skuad Muda Indonesia di BWF World Junior Mixed Team Championship 2025
-
Debt Collector Makin Beringas, DPR Geram Desak OJK Hapus Aturan: Banyak Tindak Pidana
-
Lagi Anjangsana, Prajurit TNI Justru Gugur Diserang OPM, Senjatanya Dirampas
-
Menteri Haji Umumkan Tambahan 2 Kloter untuk Antrean Haji NTB Daftar Tunggu Jadi 26 Tahun
-
Bulan Madu Maut di Glamping Ilegal, Lakeside Alahan Panjang Ternyata Tak Kantongi Izin
-
Geger Ziarah Roy Suryo Cs di Makam Keluarga Jokowi: 7 Fakta di Balik Misi "Pencari Fakta"
-
Kronologi Bulan Madu Maut di Danau Diateh: Istri Tewas, Suami Kritis di Kamar Mandi Vila
-
FSGI: Pelibatan Santri dalam Pembangunan Musala Ponpes Al Khoziny Langgar UU Perlindungan Anak
-
Dugaan Korupsi Chromebook: Petinggi Perusahaan Teknologi Dipanggil Jaksa, Ternyata Ini Alasannya