Suara.com - Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Hemi Lavour Febrinandez menyayangkan atas sikap mayoritas fraksi di DPR yang menolak pembahasan RUU Pemilu dilanjutkan. Pasalnya, perlu ada sejumlah pembenahan agar meningkatkan kualitas penyelenggaraan pesta demokrasi.
Mayoritas fraksi partai di DPR RI malah mendukung kalau RUU Pemilu tidak perlu dibahas lebih lanjut. Hal tersebut juga menjadi salah satu penyebab dari belum disahkannya daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
"Padahal terdapat beberapa hal yang perlu dievaluasi dan dibenahi untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pesta demokrasi. Salah satunya dengan kembali membahas dan menyelaraskan ketentuan yang terdapat pada UU Pemilu dan UU Pilkada," kata Hemi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/2/2021).
Sebagai informasi, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) mengandung ketentuan pelaksanaan pilkada secara serentak dengan tujuan mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan. Pelaksanaan pilkada serentak dianggap dapat mengurangi beban penyelenggara dalam mempersiapkan hingga pengawasan.
Akan tetapi, menurut Hemi bukan berarti pada akhirnya pemilu dan pilkada mesti diselenggarakan secara bersamaan pada 2024. Sebab, hal tersebut malah akan menambah beban penyelenggara yang harus mempersiapkan semuanya, dari tahap pendaftaran hingga rekapitulasi suara untuk pilkada dan pemilu.
"Untuk itu, opsi untuk tetap menyelenggarakan Pilkada pada tahun 2022 dan 2023 patut untuk dipertimbangkan, karena DPR bersama dengan pemerintah selaku pembuat kebijakan harus belajar dari penyelenggaraan pilkada dan pemilu periode sebelumnya," tuturnya.
Selain itu, Hemi juga memandang kalau keserentakan pilkada secara nasional tetap akan tercapai pada tahun 2027 jika Pilkada Serentak diselenggarakan pada tahun 2022 dan 2023.
"Jika langkah ini diambil, maka akan terdapat jarak waktu dua sampai tiga tahun antara pemilu ke pilkada. Pilihan ini menjadi opsi terbaik, karena memberikan waktu kepada penyelenggara untuk mempersiapkan diri dan mampu melaksanakan pemilu dan pilkada secara maksimal," jelasnya.
RUU Pemilu dikatakan Hemi juga harus mampu menyelaraskan pengaturan tentang korupsi politik pada UU Pilkada dan UU Pemilu. Apabila dibandingkan, dua undang-undang tersebut menunjukkan paradigma yang berbeda dalam mengatasi praktik politik uang.
Baca Juga: Insentif Pajak di Masa Pandemi Covid-19 harus Dipastikan Tepat Sasaran
Contohnya adalah perihal mahar politik. Dibandingkan dengan UU Pilkada yang mengedepankan penjatuhan sanksi pidana, UU Pemilu lebih mengakomodasi sanksi administratif yang menjadi usaha untuk melakukan depenalisasi.
"Revisi terhadap UU Pemilu sebenarnya tidak hanya berbicara tentang kapan waktu penyelenggaraan pilkada atau pemilu. Karena paradigma hukum yang harus dibangun oleh DPR bersama pemerintah selaku pembentuk undang-undang adalah evaluasi dan harmonisasi antar regulasi terkait pemilu dan pilkada."
Berita Terkait
-
Setahun Pemerintahan Presiden Prabowo, DPR Sebut Kebijakan Pangan Arahnya Tepat Sejahterakan Petani
-
DPR Soroti Selisih Kerugian Negara Kasus Pertamina yang Diusut Kejagung: Jangan Bikin Publik Bingung
-
Atalia Praratya Komisi Berapa? Rumah Digeruduk Santri Imbas Ucapan Soal Ponpes Al Khoziny
-
Rapat Bareng Mahasiswa, Habiburokhman Tegaskan MBG Justru Disambut Positif Warga
-
Ini Ucapan Atalia Praratya yang Dinilai Melukai Hati Santri, Rumah Sampai Didemo
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott, Belum Kering Tangis Timnas Indonesia
- Pondok Pesantren Lirboyo Disorot Usai Kasus Trans 7, Ini Deretan Tokoh Jebolannya
- Apa Acara Trans7 yang Diduga Lecehkan Pesantren Lirboyo? Berujung Tagar Boikot di Medsos
- 3 Alasan Presiden Como Mirwan Suwarso Pantas Jadi Ketum PSSI yang Baru
- 5 Sepatu Nineten Terbaik untuk Lari, Harga Terjangkau Mulai Rp300 Ribu
Pilihan
-
IHSG Rebound Fantastis di Sesi Pertama 16 Oktober 2025, Tembus Level 8.125
-
Dipecat PSSI, Ini 3 Pekerjaan Baru yang Cocok untuk Patrick Kluivert
-
4 Fakta Radiasi Cs-137 PT PMT Cikande: Pemilik Diduga WNA Kabur ke Luar Negeri?
-
Harga Emas Melonjak! Antam Tembus Level Rp 2.622.000 di Pegadaian, UBS Ikut Naik
-
Purbaya Mau Turunkan Tarif PPN, Tapi Dengan Syarat Ini
Terkini
-
Acara Xpose Uncensored Dinilai Picu Kebencian SARA, Trans7 Dipolisikan Pakai Pasal Penodaan Agama
-
Kelar Buku Jokowi's White Paper, Dokter Tifa Segera Rilis Gibran's Black Paper, Apa Isinya?
-
Dari Lapas Cipinang, Ammar Zoni Resmi Huni Lapas 'Kelas Berat' di Tengah Hutan Nusakambangan
-
PSI Klaim 5 hingga 7 Tokoh Besar Akan Bergabung, Termasuk 'Bapak J' sebagai Ketua Dewan Pembina
-
Buntut Polemik Ijazah Jokowi, Saut Situmorang: Anak TikTok Sekarang Bilang Ngapain Sekolah
-
Polisi Tangkap 9 Pelaku Penyekapan Sadis Modus COD Mobil! Koordinatornya Wanita 52 Tahun
-
Truk Boks Hilang Kendali di Daan Mogot, Satu Lansia Tewas dan Satu Lainnya Luka
-
Dituding Hina Kiai dan Pesantren di Program Xpose, Siapa Dalang di Balik Trans7 yang Dipolisikan?
-
Siswi SD di Cilincing Jakut Tewas usai Dirudapaksa ABG, Ibu Korban Mendadak Meninggal
-
Geger Sahroni Pindah ke PSI, Petinggi Mendadak Ramai Membantah: Saya Pastikan Tidak!