Negara-negara anggota WHO telah dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, terdiri dari 98 negara lebih makmur yang mendanai pasokan vaksin bersubsidi atau gratis untuk kelompok kedua, yakni 92 negara yang lebih miskin.
Jerman adalah salah satu penyumbang terbesar program COVAX, yang menyediakan dana hampir € 1 miliar (Rp 17,5 triliun).
"Masalahnya adalah tidak banyak lagi dosis vaksin yang tersedia karena Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) telah mengamankan sebagian besar dosis vaksin," kata Sonja Weinreich, yang bertanggung jawab atas masalah kesehatan di Brot für die Welt (Bread for the World), lembaga bantuan yang dijalankan oleh gereja-gereja Protestan di Jerman.
"Jadi mekanisme ini belum bisa berjalan dengan baik karena solidaritas ini tidak ada." Akankah pengabaian paten vaksin membantu? Koalisi besar organisasi bantuan dan kelompok lain telah menyerukan untuk mengabaikan paten vaksin COVID-19 guna membantu mengatasi masalah ini.
"Ini akan memungkinkan negara-negara miskin atau semua perusahaan di seluruh dunia yang mampu memproduksi vaksin untuk melakukan hal itu. Dapat berjalan seiring dengan transfer teknologi yang relevan," kata Weinreich kepada DW.
Brot für die Welt adalah salah satu organisasi di balik permintaan ini. Salah satu argumennya adalah sebagian vaksin dikembangkan dan diproduksi dengan dana publik: "Tidak dapat diterima sesuatu yang didanai publik dan kemudian keuntungannya diprivatisasi."
Pasokan vaksin AstraZeneca yang ditujukan untuk negara-negara Afrika, misalnya, sebagian besar diproduksi oleh Serum Institute of India, pabrik vaksin terbesar di dunia. Apakah janji COVAX realistis?
Namun, India yang berperan sangat penting untuk pasokan vaksin dunia baru-baru ini membatasi ekspor vaksin. Pemerintah ingin menyimpan persediaan vaksin untuk dipakai sendiri di India, yang saat ini mengalami rekor tertinggi tingkat infeksi.
AS juga hampir tidak mengekspor vaksin sama sekali, sementara UE hingga sekarang hanya mengizinkan pasokan untuk dikirim ke negara-negara termiskin.
Baca Juga: Nikaragua kembali Dihantam Badai Dahsyat, Kecepatan Angin mencapai 250 Kpj
Meski demikian, baik Sonja Weinreich maupun Clemens Schwanhold optimistis tujuan utama program COVAX dapat tercapai.
Tujuannya adalah untuk memvaksinasi setidaknya 20% populasi dari 92 negara penerima manfaat pada akhir tahun 2021, termasuk kelompok berisiko tinggi dan tenaga medis. Penulis: David Ehl (pkp/as)
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
HUT ke-80 TNI di Monas, Ketua DPD RI : TNI Makin Profesional dan Dekat dengan Rakyat
-
Luhut dan Bahlil Apresiasi Pertemuan PrabowoJokowi, Tanda Kedewasaan Politik
-
Dari Salat di Reruntuhan hingga Amputasi: Cerita Mengharukan Korban Selamat Ponpes Al Khoziny
-
Atasi Masalah Sampah Ibu Kota, DPRD Dorong Pemprov DKI dan PIK Jalin Kolaborasi
-
Prabowo: Organisasi TNI yang Usang Harus Diganti Demi Kesiapan Nasional
-
MBG Tetap Jalan Meski Kekurangan Terjadi, Pemerintah Fokus Sempurnakan Perpres Tata Kelola
-
HUT ke-80 TNI, PPAD Ajak Rawat Persatuan dan Kawal Masa Depan Bangsa
-
Kejati Banten Siap Jadi Mediator Polemik Penutupan Jalan Puspitek Serpong
-
HUT ke-80 TNI, Dasco: TNI Profesional dan Berkarakter Rakyat Jaminan Demokrasi
-
Finalisasi Perpres Tata Kelola MBG, Istana Pastikan Rampung Minggu Ini