Suara.com - Melbourne sedang memberlakukan 'lockdown' untuk keempat kalinya sejak pandemi COVID-19 dimulai awal tahun 2020 lalu.
Apa yang menyebabkan Melbourne dan negara bagian Victoria mengalaminya lebih banyak kasus dibandingkan negara bagian di Australia lainya?
Apakah karena letak demografinya? Ataukah karena faktor cuaca? Atau karena perilaku warganya?
Meski ada berbagai spekulasi dan pendapat yang berbeda, para pakar mengatakan tidak ada alasan tertentu mengapa virus corona lebih banyak menyebar di ibu kota negara bagian Victoria ini.
Ahli demografi Liz Allen dari Australian National University mengatakan sebenarnya tidak ada satu negara bagian pun yang aman dari virus corona.
"COVID tidaklah memilih-milih siapa yang akan ditulari, dan ini harus menjadi peringatan bagi seluruh warga Australia," katanya.
"Tidak seorang pun akan aman sampai mayoritas warga divaksinasi. Mungkin ada faktor keberuntungan, namun kepemimpinan politik dan kebijakan kesehatan juga berpengaruh."
Apakah karena warga Melbourne lebih beragam?
Beberapa pendapat mengatakan COVID-19 di Melbourne disebabkan karena penduduk negara bagian Victoria rata-rata berusia lebih mudah dan lebih beragam dibandingkan negara bagian lain.
Ada pula yang berpendapat banyak wargan Melbourne adalah pekerja lepasan, atau kasual.
Namun dari sisi data, anggapan tersebut sepertinya tidak benar sama sekali.
Menurut Dr Liz, data yang ada sama sekali tidak mendukung pendapat jika Victoria memiliki risiko penularan lebih tinggi karena faktor demografi, khususnya bila dibandingkan dengan New South Wales.
"Membandingkan usia, kepadatan penduduk, perumahan yang padat, komposisi migran dan transportasi, Victoria tidaklah lebih berisiko dibandingkan New South Wales," katanya.
Datawrapper: Young people in population
Ketika terjadi gelombang kedua penularan COVID di Victoria, mereka yang paling merasakan dampaknya adalah pekerja lepasan yang tidak memiliki pendapatan sama sekali karena mereka harus menjalani karantina, atau harus minta izin karena sakit.
Namun masalah tersebut sudah diatasi dengan bantuan pembayaran khusus bagi mereka.
Lalu, beberapa pendapat mengatakan Victoria memiliki lebih banyak pekerja lepasan dibandingkan negara lain, karenanya membuat lebih rentan bila ada penularan.
Namun lagi-lagi data yang ada tidak mendukung pendapat tersebut.
Datawrapper: Casual workers in populatoin
Victoria memang memiliki jumlah pekerja lepasan dalam jumlah besar, namun itu juga karena jumlah penduduknya banyak.
Dan dalam perbandingan dengan jumlah penduduk, jumlah pekerja lepasan tidaklah berbeda dengan kota-kota besar lainnya di Australia.
Jadi apakah karena perilaku warganya?
Jawaban sederhananya adalah tidak.
Pakar epidemiolog Professor Catherine Bennett mengatakan perilaku warga tidaklah bisa disalahkan berkenaan dengan 'lockdown' keempat ini.
"Ini bukan karena kita banyak keluar, atau karena sebagian tidak mematuhi aturan," katanya.
"Bahkan sebenarnya di sini lebih baik, lebih terlindungi tetapi itu semua tidaklah cukup.
"Pesannya adalah 'ini bisa terjadi dimana saja. Ini sebenarnya tinggal soal waktu saja."
Dan data mendukung hal tersebut.
Datawrapper: Victoria's transmission potential
Ada sekelompok pakar yang secara teratur menghitung potensi kemungkinan penularan di tiap-tiap negara bagian di Australia dengan melihat data dari kasus yang ada, survei rumah tangga dan juga data dari Google.
Salah satu yang mereka lihat adalah perilaku warga, misalnya seberapa banyak mereka mengambil jarak, atau social distancing, atau melihat kontak yang dilakukan warga dengan orang di luar anggota keluarga sendiri.
Menurut laporan situasi COVID-19 di Australia yang dikeluarkan mingguan baru-baru ini, risiko penularan di Victoria sebenarnya lebih rendah dibandingkan negara bagian lain.
Dan sebelum kasus penularan terbaru ini, kemampuan virus menyebar di Victoria dianggap lebih rendah dibandingkan di negara bagian lain.
Bagaimana dengan cuaca dingin?
Udara yang dingin memainkan peran dalam penularan COVID-19, namun pakar mengatakan cuaca tidak memainkan peran penting di Victoria.
Suhu yang lebih dingin memungkinkan virus bertahan hidup lebih lama di luar tubuh manusia.
Selain itu, cuaca dingin bisa mempercepat penularan karena orang-orang lebih banyak tinggal dalam ruangan dan menutup jendela rumah.
Namun faktor itu saja tidaklah menjadi alasan mengenai jumlah penularan yang lebih banyak terjadi di Victoria.
Profesor Mike Toole dari lembaga Burnet Institute mengatakan semua patogen yang menyerang sistem pernapasan memang berkembang subur selama musim dingin, Namun ini tidaklah menjelaskan pola penyebaran COVID-19.
"Terjadi kasus penularan besar-besaran di India, negara yang suhunya panas," katanya.
"Selama musim panas, terjadi penularan besar di kawasan selatan Amerika Serikat -Arizona, Texas, Florida, yang saat itu suhunya panas."
Dia mengatakan belum melihat adanya data dari mana pun yang bisa mengatakan suhu yang dingin menjadi salah satu faktor utama.
"Ini semua terjadi karena ketidakberuntungan saja," katanya.
Berita Terkait
-
9 Penyakit 'Calon Pandemi' yang Diwaspadai WHO, Salah Satunya Pernah Kita Hadapi
-
Ariana Grande Idap Salah Satu Virus Mematikan, Mendadak Batal Hadiri Acara
-
Kasus TBC di Jakarta Capai 49 Ribu, Wamenkes: Kematian Akibat TBC Lebih Tinggi dari Covid-19
-
Profil Matthew Baker, Pemain Keturunan Suku Batak Janji Hancurkan Timnas Brasil
-
Anggaran Daerah Dipotong, Menteri Tito Minta Pemda Tiru Jurus Sukses Sultan HB X di Era Covid
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Terbongkar! Bisnis Pakaian Bekas Ilegal Rp669 M di Bali Libatkan Warga Korsel, Ada Bakteri Bahaya
-
Mendagri Tegaskan Peran Komite Eksekutif Otsus Papua: Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah
-
Prabowo ke Menteri: Tenang Saja Kalau Dimaki Rakyat, Itu Risiko Pohon Tinggi Kena Angin
-
Bahlil Lapor ke Prabowo Soal Energi Pasca-Bencana: Insyaallah Aman Bapak
-
Manuver Kapolri, Aturan Jabatan Sipil Polisi akan Dimasukkan ke Revisi UU Polri
-
KPK Geledah Rumah Plt Gubernur Riau, Uang Tunai dan Dolar Disita
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
-
Kasus DJKA: KPK Tahan PPK BTP Medan Muhammad Chusnul, Diduga Terima Duit Rp12 Miliar
-
Pemerintah Aceh Kirim Surat ke PBB Minta Bantuan, Begini Respons Mendagri