Suara.com - Sebuah laporan khusus yang diterbitkan oleh Reuters menyebut China tengah mengambil banyak data ibu hamil melalui tes prenatal untuk kepentingan militer dan keuntungan pribadi negaranya.
Dalam laporannya, Reuters menyebut pengambilan data ini dilakukan oleh perusahaan genom BGI melalui tes prenatal mereka yang tersebar di seluruh dunia.
Penasihat pemerintah AS memperingatkan pada bulan Maret bahwa BGI Group sedang membuat jalan untuk keuntungan ekonomi dan militer China melalui kecerdasan buatan.
Ia menyebut sains dapat menunjukkan hubungan antara gen dan sifat manusia sehingga akses ke kumpulan genom manusia terbesar milik China adalah keunggulan yang strategis.
Teknologi tersebut dapat mendorong China untuk mendominasi obat-obatan global, dan juga berpotensi menciptakan tentara 'super' yang ditingkatkan secara rekayasa genetik.
Tes prenatal BGI adalah salah satu yang paling populer di dunia dan bekerja dengan militer China untuk meningkatkan kualitas populasi dan penelitian genetik tentang gangguan pendengaran juga phobia ketinggian pada tentara.
BGI mengatakan mereka menyimpan dan menganalisis kembali sampel darah yang tersisa dan data genetik dari tes prenatal, yang dijual di setidaknya 52 negara untuk mendeteksi kelainan seperti down Syndrome pada janin.
Tes prenatal bermerek NIFTY ini juga menangkap informasi genetik tentang ibu, serta informasi pribadi seperti negara, tinggi dan berat badan tapi tak termasuk nama, kode komputer BGI menunjukkan.
Sejauh ini, tidak ada bukti yang menunjukkan BGI melanggar perjanjian atau peraturan privasi pasien.
Baca Juga: Pentagon Hapus Xiaomi dari Daftar Perusahaan Terkait Militer China
Namun, kebijakan privasi di situs web tes NIFTY mengatakan data yang dikumpulkan dapat dibagikan jika secara langsung relevan dengan keamanan nasional atau keamanan pertahanan nasional di China.
Dalam peraturan tahun 2019 di Beijing, dijelaskan bahwa data genetik dapat menjadi masalah keamanan nasional dan sejak 2015 telah membatasi peneliti asing untuk mengakses data gen pada orang-orang China.
Sebaliknya, AS dan Inggris memberi peneliti asing akses ke data genetik, sebagai bagian dari kebijakan sains terbuka.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas dengan Sunroof Mulai 30 Jutaan, Kabin Luas Nyaman buat Keluarga
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil Bekas 3 Baris 50 Jutaan dengan Suspensi Empuk, Nyaman Bawa Keluarga
- 5 Motor Jadul Bermesin Awet, Harga Murah Mulai 1 Jutaan: Super Irit Bensin, Idola Penggemar Retro
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Bangunan Parkir 2 Lantai Runtuh di Koja, Polisi Turun Tangan Selidiki
-
TNI Bubarkan Aksi Bawa Bendera GAM di Aceh, Satu Orang Terciduk Bawa Pistol dan Rencong
-
Bukan Cuma Lokal, Turis Eropa Serbu Kota Tua Jakarta Saat Natal: Ternyata Ini yang Mereka Cari
-
Pratikno: Januari 2026, Siswa Terdampak Bencana Sumatra Dipastikan Kembali Sekolah
-
Pemerintah Cabut Izin Jutaan Hektare Sawit dan Segel 5 Perusahaan Tambang
-
RI Tak Main-main! Bintang Porno Bonnie Blue Diadukan ke Inggris Usai Lecehkan Bendera Merah Putih
-
Pesan Mendagri ke Daerah Kaya: Jangan Simpan Anggaran, Bantu Korban Bencana
-
Prabowo: Pemerintah Tak Libur, Fokus Pulihkan Aceh dan Sumatra
-
Geger Video Bom di Bandara Batam, Kapolda Kepri: Hoaks! Pelaku Sedang Kami Kejar
-
Kejar Target Akhir Tahun, Seskab Teddy dan BP BUMN Percepat Pembangunan 15.000 Rumah Pascabencana