Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, keputusan soal pemberian amnesti untuk dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Dr Saiful Mahdi sepenuhnya berada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kendati demikian, ia menyebut bakal membantu agar proses pengabulan dilakukan sesegera mungkin.
Hal tersebut disampaikan Mahfud saat berdialog terkait permohonan amnesti untuk Saiful Mahdi secara virtual, Selasa (21/9/2021).
Adapun dalam kesempatan tersebut, Mahfud berdialog bersama istri dari Saiful Mahdi, Dian Rubianty, Direktur LBH Banda Aceh Syahrul Putra, dan Damar Juniarto dari Safenet.
Hadir pula sejumlah akademisi seperti Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang dari Universitas Airlangga (Unair) dan Ni’matul Huda dari UIII.
"Kita akan memproses, mudah-mudahan bisa secepatnya. Kita usahakan, karena keputusan amnesti ada di Presiden. Kita usahakan agar keputusan tentang ini tidak membutuhkan waktu yang lama,” kata Mahfud.
Pada dialog tersebut, Dian selaku istri dari Saiful mengungkapkan kalau suaminya tidak kunjung selesai menjalani hukuman. Meski Saiful sudah 18 hari di lapas dan diberikan kesempatan untuk tetap mengajar, namun namanya sudah dihapus serta tidak lagi terdaftar sebagai pengajar di Universitas Syah Kuala, Aceh.
Sementara itu, Direktur LBH Banda Aceh Syahrul Putra memaparkan, perlakuan yang menurutnya tidak adil sejak dari awal Saiful Mahdi diproses dan dilaporkan ke kepolisian hingga naik ke meja persidangan. Sebab, yang menjadi objek kritik Saiful bukan orang dan pribadi, melainkan protes atas kejanggalan hasil tes CPNS di kampusnya.
“Yang dikritik bukan orang dan pribadi, namun kritik protes atas kejanggalan dan ini dalam rangka mencari kebenaran sebagaimana insan akademis,” ujar Syahrul.
Menanggapi beragam masukan tersebut, Mahfud mengatakan, pemerintah sesuai dengan keinginan presiden berdiri pada keyakinan di mana hukum harus menjadi alat membangun ketenangan. Dengan begitu, pemerintah mengeluarkan restorative justice di mana Polri, Kejaksaan serta Mahkamah Agung mengeluarkan hingga delapan peraturan agar tidak mudah menghukum orang.
Baca Juga: Dibui karena Kritik Kampus, Saiful Mahdi Tetap Ngajar dari Penjara
Kendati demikian, ia mengingatkan kalau restorative justice itu baru diterapkan pada 15 Februari 2021. Sementara kasus yang dialami Saiful itu terjadi pada 2019. Sehingga menurutnya, tidak ada yang bisa disalahkan atas dasar hukum formal, para aparat penegak hukum yang membawa kasus ini ke pengadilan.
Meski begitu, ia menilai kalau permohonan amnesti menjadi sesuatu yang layak untuk kasus Saiful Mahdi.
Kirim Surat ke Jokowi
Sebelumnya, sebanyak 50 organisasi masyarakat sipil (OMS) di Aceh mengirimkan surat dukungan ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Mereka meminta pemberian amnesti untuk dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Dr Saiful Mahdi yang dipenjara dalam kasus kasus pencemaran nama baik.
"Pengajuan permohonan amnesti ke Presiden ini merupakan bentuk keprihatinan masyarakat sipil Aceh terhadap Dr Saiful Mahdi yang dipenjara tepat di hari pendidikan," kata Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Riswati, melansir Antara, Jumat (17/9/2021).
Berita Terkait
-
Tim USK: 14 Persen Virus di Aceh Varian Delta
-
ELSAM Minta DPR dan Pemerintah Lanjutkan Proses Revisi UU ITE
-
Dibui karena Kritik Kampus, Saiful Mahdi Tetap Ngajar dari Penjara
-
Universitas Syiah Kuala Kembangkan Mobil Listrik, PLN UIW Aceh Berikan Bantuan
-
Kisah Mahasiswi Alami Lumpuh usai Divaksin COVID 19, Mau Divaksin Syarat Urus KRS
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO