Suara.com - Terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks, Jumhur Hidayat, merasa keberatan atas tuntutan tiga tahun hukuman penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pentolan KAMI itu merasa, cuitannya di Twitter tidak banyak dibaca oleh orang dan tidak mempunyai dampak apa-apa.
Diketahui, Jumhur dalam cuitannya menyebut "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. Dalam cuitannya, dia juga mengutip tautan (link) berita yang disiarkan oleh Kompas.com berjudul “35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja”.
"Iya (keberatan) Anda bisa bayangkan sudah lihat tweetnya kan? Kedua, kita punya banyak bukti tweet saya itu tak banyak dibaca orang dan tak berdampak di media sosial karena tidak ada nama saya di situ (trending urutan 60 tweet sesuai keterangan ahli), yang ada dari akun-akun yang lain," kata Jumhur usai sidangdi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/9/2021).
Jumhur kemudian juga buka suara soal saksi yang memberatkan ketika persidangan sebelumnya berlangsung. Kata Jumhur, saksi berpendapat jika dirinya agar dibebaskan dari dakwaan lantaran serikat buruh dan asosiasi pengusaha itu biasa terjadi argumen, khususnya tentang regulasi.
"Saya tulis, UU ini memang untuk primitive investor dari RRC dan investor Rakus, kalau investor beradab ya seperti di berita kompas. 35 investor kata kepala BPKM itu tidak pernah berinvestasi, karena kalau investasi itu enggak harus nama di situ, tapi anak perusahaan dan lain, karena Kepala BPKM menyampaikan begitu, maka artinya kompas bohong, jadi inikan gak nyambung ya," jelas Jumhur.
Jumhur juga mempertanyakan saksi kunci yang dihadirkan JPU terkait keonaran yang disangkakan. Sebab, saksi itu hanya dihadirkan dalam persidangan Syahganda Nainggolan, yang juga pentolan KAMI di Pengadilan Negeri Depok tempo lalu.
"Di situ (persidangan Syahganda diketahui), kenapa dia berbuat onar? Dia bilang membaca media sosial instagram, menyaksikan orang yang seolah-olah menyuruh untuk berdemonstrasi. Kemudian terjadi diskoneksi karena saksi tersebut tidak punya twitter, dia (pelaku onar) bilang tidak punya twitter sementara Syahganda itu main twitter demikian juga saya," imbuh Jumhur.
Sementara itu, Oky Wiratama selaku kuasa hukum Jumhur berpendapat, JPU turut mengesampingkan saksi-saksi serta barang bukti dari pihak terdakwa. Dia mengatakan, JPU sesat pikir dalam melihat perkara ini.
“Menurut saya, itu sesat pikir, karena terdakwa diberikan hak yang sama menghadirkan saksi meringankan baik saksi fakta maupun saksi ahli,” kata Oky.
Baca Juga: Dituntut Tiga Tahun Penjara, Jumhur Hidayat Bakal Ajukan Pembelaan Tertulis
Oky menjelaskan, hak tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Pada Pasal 14 yang telah diadopsi oleh UU No. 12 Tahun 2005, menyebutkan jika semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan badan peradilan.
“Ketika jaksa mengatakan (saksi dan bukti dari pihak Jumhur) dikesampingkan, pertanyaan saya, (apakah) jaksa membaca UU tentang hak sipil dan politik,” tegas dia.
Tim kuasa hukum Jumhur juga keberatan dengan pertimbangan jaksa yang tidak menyertakan saksi dan ahli dari kuasa hukum. Sebab, mereka tidak masuk dalam berita acara perkara (BAP) kepolisian.
“Pak Jumhur tidak diberi kesempatan (menghadirkan) saksi yang meringankan dia saat di-BAP. Yang dilihat di sini fakta persidangan, bukan proses di kepolisian. Menurut saya, ini logika sesat pikir. Masyarakat bisa menilai kualitas seorang jaksa penuntut umum yang punya argumen seperti dia,” beber Oky.
Tiga Tahun Penjara
Jaksa dalam tuntutannya menyebut, Jumhur Hidayat selaku terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan menyiarkan berita bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. JPU menyebut, Jumhur diyakini bersalah melanggar Pasal 14 ayat 1 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Berita Terkait
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
Terkini
-
Anggaran Dipangkas Rp 15 Triliun, Gubernur DKI Siapkan Obligasi Daerah, Menkeu Beri Lampu Hijau
-
Dicecar KPK Soal Kuota Haji, Eks Petinggi Amphuri 'Lempar Bola' Panas ke Mantan Menag Yaqut
-
Hotman 'Skakmat' Kejagung: Ahli Hukum Ungkap Cacat Fatal Prosedur Penetapan Tersangka
-
4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'
-
Teror Bom Dua Sekolah Internasional di Tangesel Hoaks, Polisi: Tak Ada Libur, Belajar Normal!
-
Hotman Paris Singgung Saksi Ahli Kubu Nadiem: 'Pantas Anda Pakai BMW Sekarang, ya'
-
Regulasi Terus Berubah, Penasihat Hukum Internal Dituntut Adaptif dan Inovatif
-
LMS 2025: Kolaborasi Global BBC Ungkap Kisah Pilu Adopsi Ilegal Indonesia-Belanda
-
Local Media Summit 2025: Inovasi Digital Mama dan Magdalene Perjuangkan Isu Perempuan
-
KPK Bongkar Modus 'Jalur Cepat' Korupsi Haji: Bayar Fee, Berangkat Tanpa Antre