Suara.com - Wakil Ketua BP Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menyatakan penyerangan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) terhadap tenaga kesehatan dan guru di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, merupakan tindakan yang keji.
"Prinsipnya obyek sosial, pelayanan publik termasuk personilnya harus dilindungi oleh kedua belah pihak. Apa yang dilakukan KKB dari sudut apapun tidak bisa dibenarkan itu tindakaan keji," ujar Bonar dalam diskusi virtual bertajuk "Kejahatan KKB Papua, Pendekatan Ekonomi atau Budaya", Kamis (23/9/2021).
Bonar mengungkapkan berdasarkan data dari Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (UGM), terjadi 299 kasus kekerasan di Papua sejak 2010 hingga 2021. Adapun kekerasan tersebut mayoritas dilakukan KKB.
"Ada 395 orang meninggal dan lebih 1.500 terluka ada kena bacok, jatoh atau bagaimana. Tapi itu korban yg sangat besar," ucap Bonar.
"Tapi memang kadang, kedua belah pihak baik TPN OPM, baik tentara kita selalu mengklaim pelaku pihak sana. Tapi Gugus Tugas Papua membenarkan sebagian besar dilakukan oleh TPN OPM," sambungnya.
Kendati demikian, pihaknya tak menggunakan istilah teroris kepada KKB yang sudah dilabelkan pemerintah.
Ia berharap pemerintah melakukan pendekatan untuk meredakan situasi di Papua.
"Saya tidak meggunakan istilah teroris. Karena saya masih berharap bahwa akan ada upaya-upaya perundingan untuk peredaan ketegangan penghentian kerusuhan," ucap dia.
Menurut Bonar, jika sudah ada label teroris akan menutup ruang dialog dan tidak menyelesaikan masalah.
Baca Juga: Menanti yang Kembali, Ideologi Terorisme Menjadi Momok Bangsa Indonesia
Selain itu ia juga khawatir akan berdampak pada stigma yang buruk kepada rakyat Papua lainnya yang cinta NKRI.
"Kami takut, khawatir itu memberikan stigma rakyat Papua yang sebenarnya juga cinta NKRI tapi label itu itu bisa memberikan efek buruk kepada dia. Saya menghindari itu, kita memprotes terhadap label yang diberikan pemerintah, menurut kami itu tidak menyelesaikan masalah," ucap Bonar.
Meski demikian Bonar sependapat harus ada operasi penegakkan hukum kepada pelaku penyerangan, dalam hal ini KKB.
"Pelakunya harus dikejar dibawa ke pengadilan, tapi tidak perlu label yang berat semacam itu, tidak menyelesaikan masalah," tegas Bonar.
Konflik di Papua kata Bonar, merupakan konflik paling panjang dalam sejarah di Indonesia. Sebab sudah hampir 50 tahun konflik di Papua belum selesai.
"Insensitasnya memang pasang surut. Ada periode-periode dimana insensitasnya lebih rendah, tapi ada periode-periode dimana insensitasnya tinggi," kata Bonar.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Bobby Nasution Berikan Pelayanan ke Masyarakat Korban Bencana Hingga Dini Hari
-
Pramono Anung Beberkan PR Jakarta: Monorel Rasuna, Kali Jodo, hingga RS Sumber Waras
-
Hujan Ringan Guyur Hampir Seluruh Jakarta Akhir Pekan Ini
-
Jelang Nataru, Penumpang Terminal Pulo Gebang Diprediksi Naik Hingga 100 Persen
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
-
KPK Tahan Bupati Bekasi dan Ayahnya, Suap Ijon Proyek Tembus Rp 14,2 Miliar
-
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri
-
Pengalihan Rute Transjakarta Lebak Bulus - Pasar Baru Dampak Penebangan Pohon
-
Mendagri: Pemerintah Mendengar, Memahami, dan Menindaklanjuti Kritik Soal Bencana