Suara.com - Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI (Kepmenaker) Nomor 104 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Covid-19 turut mempengaruhi kesehatan para buruh. Salah satunya kondisi psikologis buruh yang bekerja tanpa adanya proteksi yang diprioritaskan.
Sekjen GSBI, Emelia Yanti Siahaaan mengatakan, psikologi para buruh dapat terpengaruh manakala mereka tahu bahwa hak-hal mereka makin tergerus dan diabaikan. Mulai dari upah, jam kerja, jamiman kesehatan, hingga keselamatan kerja.
"Tentu saja berpengaruh (kesehatan), khususnya secara psikologis," kata Yanti dalam sebuah diskusi daring, Kamis (7/10/2021) hari ini.
Pandemi Covid-19 yang lebih dari satu tahun menghajar Tanah Air memang berpengaruh terhadap finansial sebuah perusahaan atau pabrik. Dalam Kepmenaker Nomor 104 Tahun 2021, yang merujuk pada Omnibus Law UU Cipta Kerja No. 11/2020 tersebut berisi
beberapa aturan.
Pertama, selama pandemi Covid-19, perusahaan dimungkinkan tetap melakukan proses produksi dengan mengurangi jumlah buruh. Selain itu, perusahaan bisa melakukan sistem kerja secara bergilir, hingga mengurangi jam kerja -- Lampiran Kepmenaker Nomor 104 Tahun 2021, Bab II poin A.
Kedua, selama terjadi pengaturan ulang proses produksi seperti, sangat memungkinkan sebuah perusahaan merumahkan buruh, pengurangan upah, dan pengurangan atau penghapusan tunjangan. Kemudian, perusahaan juga bisa tidak memperpanjang kontrak kerja dan memberlakukan dan pemberlakuan pensiun dini -- lampiran Kepmenaker Nomor 104 Tahun 2021, Bab II poin B-C.
Dalam pandangan Yanti, pada akhirnya buruh juga menjadi kelas yang paling terdampak. Artinya, dalam situasi semacam ini, hak-hak para buruh harus tetap terjamin.
"Ketika buruh tahu hak mereka tergerus, bahkan tidak ada jaminan mereka bisa mempertahankan itu dengan kapasitas yang lemah pasti bisa berdampak kesehatan psiskologis. Mereka tidak tenang dalam bekerja," jelas dia.
Yanti mengambil contoh terkait sistem kerja di salah satu pabrik garmen. Karena ada beban produksi, buruh di sana mau tidak mau harus mendapat beban pekerjaan yang berlipat ganda.
Baca Juga: Tolak Kepmenaker 104/2021, Kelompok Buruh DSS-TGSL Ancam Demo hingga Bikin Gugatan ke PTUN
Misalya buruh yang bekerja di bagian cutting atau pemotongan bahan. Mereka juga dituntut bisa melakukan pekerjaan di luar desk cutting, seperti membikin pola dan seterusnya.
"Tidak hanya kehilangan hak atas upah, kepastian, tapi ada dampak psikologis, mereka kerja tidak tenang, mood tidak bisa dikontrol," beber Yanti.
Perwakilan DPP SPN, Sumiyati menambahkan, banyak pabrik yang justru banjir orderan selama masa pandemi Covid-19. Sehingga,dalam beberapa kasus yang dijumpai, Sumiyati menyebut bahwa perusahaan melakukan rekayasa jam kerja.
"Karena ada target, maka pekerja diperlakukan dua shift langsung. Misal pagi masuk, atau sore masuk hingga malam, baru pulang pagi hari," kata dia.
Imbas dari rekayasa jam kerja, lanjut Sumiyati, ada konsekuensi logis yang harus diterima para buruh. Salah satunya energi yang berkurang.
Sebab, perusahaan tidak memikirkan kondisi kesehatan para buruh yang bekerja dengan rentan waktu yang panjang. Tanpa makanan bergizi dan vitamin yang disediakan, buruh harus babak belur oleh kerjanya sendiri.
Berita Terkait
-
Tolak Kepmenaker 104/2021, Kelompok Buruh DSS-TGSL Ancam Demo hingga Bikin Gugatan ke PTUN
-
Gegara Tak Mau Bayar Upah Selama Pemeriksaan COVID-19, Amazon Dituntut Karyawannya
-
DSS TGSL: Cabut Kepmenaker 104/2021, Berikan Upah dan Kerja Layak Bagi Buruh!
-
Partai Buruh Hidup Lagi, Serikat Pekerja Tetap Turun ke Jalan?
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?
-
SBY: Seni Bukan Hanya Indah, Tapi 'Senjata' Perdamaian dan Masa Depan Lebih Baik
-
Hartanya Lenyap Rp 94 Triliun? Siapa Sebenarnya 'Raja Kretek' di Balik Gudang Garam
-
3 Fakta Viral Lutung Jawa Dikasih Napas Buatan Petugas Damkar, Tewas Tersengat Listrik di Sukabumi!
-
Bos Gudang Garam Orang Kaya Nomor Berapa di Indonesia versi Forbes? Isu PHK Massal Viral
-
UU Perlindungan Anak Jadi Senjata Polisi Penjarakan Delpedro Marhaen, TAUD: Kriminalisasi Aktivis!