Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sudah 650 hari eks Caleg PDI Perjuangan Harun Masiku menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sayang, hingga saat ini, belum diketahui keberadaan pasti penyuap bekas komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan itu.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, berlarut-larutnya kasus itu semakin menguatkan dugaan bahwa KPK tidak serius mencari dan menangkap Harun Masiku.
"Pada hari ini, 19 Oktober 2021, genap 650 hari Harun Masiku belum dapat ditangkap oleh KPK. Tentu ini semakin menguatkan dugaan masyarakat bahwa KPK sedari awal memang tidak mempunyai niat untuk menuntaskan perkara suap pergantian antar waktu anggota DPR RI," kata Kurnia melalui keterangan tertulis, Selasa (19/10/2021).
Kurnia pun melihat hambatan KPK dalam mengusut perkara Harun Masiku dengan dua hal. Di mana ada sejumlah indikator sebelum tiba pada kesimpulan itu.
Misalnya, ketika pimpinan KPK memiliki keinginan untuk memulangkan paksa penyidik perkara yang menangani perkara Harun Masiku tersebut ke instansi asalnya. Kemudian, gagalnya KPK saat ingin menyegel kantor PDI Perjuangan.
"Terakhir pemecatan sejumlah penyelidik dan penyidik yang selama ini menangani perkara tersebut melalui tes wawasan kebangsaan," ucap Kurnia.
Kedua, kata Kurnia, adanya dugaan kuat pengaruh kekuatan besar yang melindungi Harun Masiku. Hal ini menyusul indikasi adanya pejabat teras sebuah partai politik yang terlibat.
"Sederhananya, jika Harun tertangkap, maka besar kemungkinan pejabat teras partai politik tersebut akan turut terseret proses hukum," katanya.
Maka itu, ICW berharap Dewan Pengawas KPK segera menindaklanjuti dengan memanggil pimpinan KPK serta Deputi Penindakan KPK untuk menelusuri seberapa besar hambatan dalam pengeharan buronan Harun.
Baca Juga: Polri Klaim Upaya Pencarian Eks Politikus PDIP Harun Masiku Belum Menemui Titik Terang
" Jika ditemukan adanya kesengajaan untuk melindungi buronan tersebut, Dewan Pengawas harus memeriksa dan menjatuhkan sanksi etik kepada mereka," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyebut sejumlah negara tetangga telah merespons red notice yang diterbitkan NCB Interpol yang diminta untuk buronan eks Kader PDI Perjuangan Harun Masiku.
Meski begitu, Firli enggan menyampaikan detail negara masa saja yang telah merespons red notice yang diterbitkan NCB Interpol terhadap penyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan tersebut.
Saya tidak menyebutkan negara tetangganya, negara mana, tapi sudah respons itu," ucap Firli beberapa waktu lalu.
Firli pun hanya mengingatkan bagi pihak-pihak yang membantu pelarian Harun Masiku, lembaga antirasuah akan memberikan hukuman pidana perintangan penyidikan sesuai undan-undang dengan ancaman 12 tahun penjara.
"Jadi kalau ada pihak-pihak yang menyembunyikan atau membantu dia atau di mana itu masuk dalam kategori pidana," imbuhnya.
KPK sebelumnya telah memproses hukum sejumlah pihak yang terlibat dalam kasus suap Harun Masiku termasuk eks Komisoner KPU Wahyu Setiawan.
Dalam kasus ini, Wahyu juga sudah dulu divonis tujuh tahun penjara dan kini mendekam di Lapas Semarang.
Selain pidana badan, Wahyu dibebani kewajiban untuk membayar denda sejumlah Rp 200 juta.
Wahyu menerima suap melalui dua perantara yakni Saeful Bahri dan Agustiani. Kedua perantara suap itu pun kini sudah divonis pengadilan.
Kemudian, Agustiani Tio Fridelina divonis empat tahun penjara denda Rp 150 juta serta subsider empat bulan kurungan. Terakhir, Saeful Bahri divonis satu tahun delapan bulan penjara denda Rp 150 juta serta subsider empat bulan kurungan.
Berita Terkait
-
Kantor Bupati Kuansing Digeledah, Diduga Terkait OTT KPK
-
Terkait OTT KPK, Bupati Kuansing Disebut Ikut Diperiksa di Polda Riau
-
OTT di Kuansing, Firli Bahuri Sebut KPK Masih Kumpulkan Bukti-bukti
-
OTT KPK Di Kuansing Riau, Firli: Penyidik Masih Kumpulkan Bukti-bukti
-
OTT Di Kuansing Riau, KPK Masih Lakukan Pemeriksaan
Terpopuler
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
- Kompetisi Menulis dari AXIS Belum Usai, Gemakan #SuaraParaJuara dan Dapatkan Hadiah
- Ini 5 Shio Paling Beruntung di Bulan Oktober 2025, Kamu Termasuk?
- Rumah Tangga Deddy Corbuzier dan Sabrina Diisukan Retak, Dulu Pacaran Diam-Diam Tanpa Restu Orangtua
Pilihan
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
-
Evakuasi Ponpes Al-Khoziny: Nihil Tanda Kehidupan, Alat Berat Dikerahkan Diirigi Tangis
-
Statistik Brutal Dean James: Bek Timnas Indonesia Jadi Pahlawan Go Ahead Eagles di Liga Europa
Terkini
-
Komitmen TJSL, BNI Perkuat Ekonomi Kerakyatan dan Kelestarian Lingkungan di Desa Ponggok Jawa Tengah
-
MDIS Buka Suara soal Ijazah Gibran, PSI: Hentikan Polemik Jika Niatnya Cari Kebenaran!
-
Rizky Kabah Tak Berkutik di Kamar Kos, Detik-detik Penangkapan TikTokers Penghina Suku Dayak!
-
Sidang Praperadilan: Nadiem Makarim Masih Dibantarkan, Orang Tua Setia Hadir di Ruang Sidang
-
Tragedi Ponpes Al Khoziny: Korban Jiwa Bertambah Jadi 9 Orang
-
Menteri Haji dan Umrah Datangi KPK di Tengah Penyidikan Kasus Korupsi Kuota Haji, Bahas Apa?
-
Mengulik Pendidikan Gibran: MDIS Tak Keluarkan Ijazah, Hanya Jalankan Kurikulum Universitas Asing
-
Bendera Merah Putih Robek di Puncak Monas Saat Gladi HUT TNI, Kapuspen: Bahan Kain Kurang Bagus
-
TNI Jelaskan soal Bendera Merah Putih Robek saat Gladi HUT TNI di Monas, Apa Katanya?
-
Rocky Gerung: Isu Ijazah Palsu Jokowi Akan Terus Dibahas Sampai 2029