Suara.com - Kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua menjadi salah satu hal yang masuk dalam catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) terkait situasi dan kondisi HAM di Indonesia dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
Termutakhir, kepolisian menetapkan 8 mahasiswa Papua pengibar bendera Bintang Kejora di GOR Cenderawasih, Papua sebagai tersangka dan disangkakan tindak pidana makar.
Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, mengatakan, masyarakat Papua yang menyuarakan soal situasi HAM atau mau menyampaikan soal penentuan nasib sendiri, selalu dikaitkan dengan isu melakukan tindakan makar. Padahal, kata Fatia, hak menentukan nasib sendiri adalah hal yang wajar.
"Dan ini merupakan sebuah kebebasan berekspresi yang seharusnya dijamin oleh konstitusi," kata Fatia di kantor KontraS, Kramat, Jakarta Pusat, Jumat (10/12).
Dalam pandangan Fatia, pemerintah seharusnya melakukan korektif dalam konteks wacana Papua yang hendak lepas dari Tanah Air. Upaya korektif itu disarankan guna mengetahui apakah pemerintah telah memberikan layanan publik terhadap masyarakat Papua atau tidak.
"Seharusnya ini dapat menjadi upaya korektif pemerintah untuk bisa melihat, apakah yang menjadi kekurangan pemerintah sebagai pelayan publik untuk masyarakat Papua," jelas dia.
Ratusan Korban Kekerasan
KontraS, dalam catatan bertajuk "HAM Dikikis Habis" menyatakan, sepanjang Desember 2020 hingga November 2021 terjadi 39 peristiwa kekerasan yang dilakukan aparat TNI-Polri di Papua. Tindakan kekerasan itu meliputi penangkapan sewenang-wenang, penembakan, pembubaran paksa, hingga penyiksaan.
"Rangkaian kekerasan tersebut telah menimbulkan sebanyak 170 korban baik tewas, luka, maupun ditangkap," kata Kepala Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldi.
Baca Juga: KontraS: Negara Aktor Utama Penyusutan Ruang Kebebasan Sipil
Andi menyampaikan, situasi yang kian memanas di Papua tidak lepas dari pendekatan keamanan yang terus dilakukan oleh pemerintah pusat. Situasi tersebut, dalam bayang-bayang ketakutan, kerap menyelimuti masyarakat Papua.
Konflik tak berujung antara TNI-Polri dengan Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) memaksa banyak masyarakat mengungsi. KontraS memandang, hal itu semakin menunjukkan bahwa negara gagal dalam menjamin hak atas rasa aman yang sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Situasi tak menentu yang melanda masyarakat Papua semakin diperkeruh oleh tingkah pemerintah yang terkesan malah memperpanjang konflik. Hal itu terbukti dengan diturunkannya 5.265 personel TNI-Polri ke Papua.
"Pendekatan militerisme dan pengarusutamaan sukuritas sebagai jalan keluar penyelesaian konflik di Papua sampai hari ini terbukti tidak berhasil serta hanya memakan korban," ucap Andi.
Selain pendekatan militer, pelanggaran HAM di Papua terus dilanggengkan dengan bentuk lain, yaitu pengekangan hak berekspresi. Dalam kurun waktu satu tahun ke belakang, KontraS mencatat asa 25 peristiwa yang berkaitan dengan pelanggaran kebebasan sipil yang berkaitan dengan isu Papua.
"Adapun kondisi korban yakni sebanyak 7 luka-lula dan 275 ditangkap," terang Andi.
Berita Terkait
-
KontraS: Negara Aktor Utama Penyusutan Ruang Kebebasan Sipil
-
Tepat Hari HAM Internasional, KontraS Keluarkan Catatan Bertajuk HAM Dikikis Habis
-
Kontras Kecam Penembakan 19 Warga Desa Tamilouw Maluku Tengah oleh Brimob
-
Nilai Cuma Buat Aparat TNI Kebal Hukum, KontraS Desak Panglima TNI Cabut Telegramnya
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Antrean Panjang di Stasiun, Kenapa Kereta Api Selalu Jadi Primadona di Periode Libur Panjang?
-
Kasus Deforestasi PT Mayawana, Kepala Adat Dayak Penjaga Hutan di Kalbar Dijadikan Tersangka
-
Eks Pejabat KPI Tepis Tudingan Jaksa Atur Penyewaan Kapal dan Ekspor Minyak
-
Diperiksa KPK Soal Korupsi Haji, Gus Yaqut Pilih Irit Bicara: Tanya Penyidik
-
Buka-bukaan Kerry Riza di Sidang: Terminal OTM Hentikan Ketergantungan Pasokan BBM dari Singapura
-
MBG Dinilai Efektif sebagai Instrumen Pengendali Harga
-
Ultimatum Keras Prabowo: Pejabat Tak Setia ke Rakyat Silakan Berhenti, Kita Copot!
-
Legislator DPR: YouTuber Ferry Irwandi Layak Diapresiasi Negara Lewat BPIP
-
Racun Sianida Akhiri Pertemanan, Mahasiswa di Jambi Divonis 17 Tahun Penjara
-
Ramai Narasi Perpol Lawan Putusan MK, Dinilai Tendensius dan Tak Berdasar