Suara.com - Sebuah laporan dari organisasi kemanusiaan Oxfam menyebut ada 20 miliarder baru yang muncul di Asia selama pandemi berlangsung.
Menyadur Sky News Senin (17/1/2022), kemunculan orang kaya baru ini bertolak belakang dengan 140 juta orang di semua benua yang kehilangan pekerjaan karena pandemi.
Oxfam melaporkan pada Maret 2021, keuntungan mereka datang dari bisnis obat-obatan, peralatan medis, dan layanan yang dibutuhkan untuk respons Covid-19.
Miliarder anyaran tersebut dari China, Hong Kong, India dan Jepang, antara lain Li Jianquan, pemilik Winner Medical yang membuat APD dan Dai Lizhong yang perusahaannya, Sansure Biotech membuat tes Covid-19 dan kit diagnostik.
Jumlah total miliarder di kawasan Asia-Pasifik tumbuh hampir sepertiga dari 803 pada Maret 2020 menjadi 1.087 pada November tahun lalu.
Kekayaan kolektif mereka meningkat tiga perempat (74%), kata laporan yang menambahkan 1% orang terkaya memiliki lebih banyak kekayaan daripada 90% orang termiskin di wilayah tersebut.
"Sangat tak dapat diterima orang miskin di Asia [dibiarkan] menghadapi risiko kesehatan yang parah, pengangguran, kelaparan dan didorong ke dalam kemiskinan," jelas Mustafa Talpur, pemimpin kampanye Oxfam Asia.
“Sementara pria kaya dan istimewa meningkatkan kekayaan dan melindungi kesehatan mereka, orang-orang termiskin di Asia, wanita, pekerja berketerampilan rendah, migran dan kelompok terpinggirkan lainnya paling terpukul,” tambahnya.
Pada tahun 2020, diperkirakan 81 juta pekerjaan hilang dan hilangnya jam kerja mendorong 22-25 juta orang ke dalam kemiskinan yang bekerja, menurut Organisasi Buruh Internasional.
Baca Juga: Realisasi Bauran Energi Masih Minim Imbas Pandemi
Sementara itu, miliarder kawasan Asia-Pasifik melihat kekayaan mereka meningkat sebesar USD 1,46tn, cukup untuk memberikan gaji hampir USD 10,000 untuk semua yang kehilangan pekerjaan.
Laporan menyebut wanita dan wanita muda lebih mungkin kehilangan pekerjaan atau pendapatan.
Wanita juga cenderung bekerja di garis depan, menempatkan mereka pada risiko lebih lanjut seperti di kawasan Asia-Pasifik, di mana lebih dari 70% pekerja kesehatan dan 80% perawat adalah wanita.
Talpur berkata sistem politik melindungi kepentingan elit kecil yang kaya. Pemerintah secara konsisten gagal bekerja untuk mayoritas selama pandemi.
"Itu adalah titik solidaritas global, tapi negara-negara kaya dan perusahaan farmasi besar memalingkan wajah mereka."
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
4 Rekomendasi HP OPPO Murah Terbaru untuk Pengguna Budget Terbatas
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
Terkini
-
Sentil Pejabat yang 'Flexing', Rocky Gerung Sebut Prabowo Perlu Sosok Jujur untuk Kendalikan Bencana
-
Punya Harta Rp 79 Miliar, Asal-Usul 29 Bidang Tanah Bupati Bekasi Jadi Sorotan
-
Akhir Pelarian Kasidatun HSU: Bantah Tabrak KPK, Diduga Terima Aliran Dana Rp1 Miliar
-
Drama Berakhir di Polda: Erika Carlina Resmi Cabut Laporan terhadap DJ Panda
-
4 Kritik Tajam Dino Patti Djalal ke Menlu Sugiono: Ferrari Kemlu Terancam Mogok
-
Habiburokhman: KUHAP Baru Jadi Terobosan Konstitusional Reformasi Polri
-
Mekanisme Khusus MBG Saat Libur Nataru: Datang ke Sekolah atau Tak Dapat
-
Jelang Natal dan Tahun Baru, Polda Metro Jaya Siagakan 5.044 Personel Gabungan!
-
Walhi Sumut Bongkar Jejak Korporasi di Balik Banjir Tapanuli: Bukan Sekadar Bencana Alam
-
Jelang Nataru, Kapolda Pastikan Pasukan Pengamanan Siaga Total di Stasiun Gambir