Suara.com - Sekjen Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) DKI Jakarta, Kalvin Molama mengatakan, praktik rasisme terhadap rakyat Papua terus meningkat hingga saat ini.
Hal ini dikatakannya dalam jumpa pers di komplek KPAD Jatiwaringin, Jakarta Timur, Senin (7/2/2022).
"Praktik rasisme terhadap rakyat Papua beberapa tahun terakhir terus meningkat hingga sampai detik ini," ujar Kalvin.
Pernyataan Kalvin menyusul penangkapan dan kriminalisasi terhadap Ketua Aliansi Mahasiwa Papua Komite Kota (AMP KK) Lombok, Nyamuk Karunggu pada 1 Februari 2022 dan tindakan rasis kepada pelajar Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) Jember pada 26 Januari 2022 oleh seorang pengajar.
Selanjutnya, kata Kalvin, pada tahun 2016 dan 2019 aparat dan kelompok premanisme mengepung asrama mahasiswa Papua di Yogyakarta dan Surabaya.
Mahasiswa Papua yang tinggal didalamnya diteriaki "monyet" dan makian merendahkan lainnya oleh aparat dan berbagai ormas reaksioner, karena difitnah menjatuhkan bendera Indonesia ke dalam parit serta penahanan obby kogoya di Yogyakarta.
Kalvin menuturkan, sejak kolonialisme Indonesia aneksasi West Papua, kekayaan alam Papua tidak hanya dikeruk habis-habisan. Namun, masyarakatnya juga menjadi sasaran rasisme.
Rakyat Papua yang belajar di berbagai daerah, kata dia, sering mengalami diskriminasi. Tak jarang mereka disamakan dengan binatang.
"Kami menyadari bahwa rasisme dan atau apapun bentuk tindakan diskriminatif secara rasial, merupakan anak kandung dari kolonialisme," papar Kalvin.
Baca Juga: Dukung Penangkapan Ketua AMP Lombok, Aliansi Mahasiswa Papua Kutuk Keras Rektor Universitas Mataram
Pasalnya, kata Kalvin, kenyataannya West Papua merupakan wilayah yang dikoloni oleh Indonesia di abad 21 ini.
Kalvin menuturkan, lagi-lagi sejarah ketertindasan West Papua menjelaskan bahwa kolonialisme Indonesia merupakan jalan terbaik untuk akses kapital nasional dan internasional.
"Karena itu alasan mengapa rasisme selalu subur di setiap negeri koloni," ucapnya
Maka dari itu, Kalvin mengatakan solidaritas dan persatuan ini perlu diperluas di antara rakyat tertindas.
Pasalnya, kata Kalvin, rakyat tertindas tak bisa melawan rasisme dengan berharap pada penguasa.
"Kita tidak bisa melawan rasisme dengan berharap kepada penguasa, karena sepanjang sejarah mereka yang justru memelihara dan memproduksi prasangka rasialis ini untuk memecah belah Rakyat tertindas," kata Kalvin.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Drama Berakhir di Polda: Erika Carlina Resmi Cabut Laporan terhadap DJ Panda
-
4 Kritik Tajam Dino Patti Djalal ke Menlu Sugiono: Ferrari Kemlu Terancam Mogok
-
Habiburokhman: KUHAP Baru Jadi Terobosan Konstitusional Reformasi Polri
-
Mekanisme Khusus MBG Saat Libur Nataru: Datang ke Sekolah atau Tak Dapat
-
Jelang Natal dan Tahun Baru, Polda Metro Jaya Siagakan 5.044 Personel Gabungan!
-
Walhi Sumut Bongkar Jejak Korporasi di Balik Banjir Tapanuli: Bukan Sekadar Bencana Alam
-
Jelang Nataru, Kapolda Pastikan Pasukan Pengamanan Siaga Total di Stasiun Gambir
-
Tok! Palu MA Kukuhkan Vonis 14 Tahun Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat Gagal Total
-
Hunian Sementara untuk Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun, Begini Desainnya
-
Tragedi Tol Krapyak: Kecelakaan Maut Bus PO Cahaya Trans Tewaskan 16 Orang, Disopiri Sopir Cadangan