Suara.com - Langkah Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk melalukam banding terhadap putusan majelis halim Pengadilan Negeri Bandung atas vonis Herry Wirawan menapat dukungan beragam pihak. Dukungan itu juga datang dari para anggota di Parlemen, Senayan.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, misalnya. Arsul mendukung Kajati Jabar mengajukan banding. Menurut Arsul kasus Herry Wirawan menarik disimak, terlebih menyoal putusan majelis hakim atas vonis seumur hidup terhadap Herry.
Bukan hanya soal itu, melainkan juga putusan majelis hakim yang membebankan pembayaran ganti rugi atau restitusi untuk korban pemerkosaan kepada Kementerian PPPA, bukan kepada Herry.
"Saya kira dari kami wakil di Komisi III sebagai catatan-catatan terhadap kasus yang dibanding itu dan tentu saya pribadi sepakat," ujar Arsul Rabu (23/2/2022).
"Kalau melakukan upaya banding paling tidak kita ingin mengembangkan perspektif yang lebih jelas, lebih kaya yang tadi pertukaran tentu sudut pandang yang akan tertuang di dalam memori banding yang disampaikan oleh Asep Mulyana (kepala) Kejati Jawa Bawar dan kawan-kawan," sambung Arsul dalam sebuah diskusi secara daring.
Bukan cuma Arsul, sebelumnya ada Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari fraksi Golkar, Ace Hasan Syadzily. Ia mendorong jaksa penuntut umum atau JPU melakukan upaya banding atas vonis majelis hakim terhadap terdakwa pelaku kasus kekerasan seksual terhadap 13 santri, Herry Wirawan.
Herry Wirawan divonis hukuman penjara seumur hidup oleh Majelis Hakim PN Bandung dalam sidang yang diselenggaran Selasa (15/2) kemarin.
Majelis Hakim juga membebankan restitusi, atau ganti rugi, kepada KemenPPPA terhadap anak dari para korban pemerkosaan terdakwa sebesar Rp331 juta.
"Kami mendukung jika jaksa melakukan upaya banding jika belum ada keputusan yang sifatnya inkrah. Maka kita dorong supaya bagaimana jaksa melakukan banding ke pengadilan tinggi, sehingga termasuk hukuman yang sifatnya restitusi tersebut itu ya bisa dibatalkan," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/2/2022).
Ace mengatakan, putusan hakim terhadap Herry tidak memuaskan banyak pihak. Apalagi jika mengacu apa yang telah diperbuat Herry sangat berlapis.
Sebelumnya, Arsul memandang ketentuan-ketentuan terkait restitusi belum terintegrasi pada sistem pemidanaan dengan baik di dalam peraturan perundang-undangan.
Hal itu disampaikan Arsul menanggapi restitusi korban Herry Wirawan yang dibebankan terhadap negara dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
"Terkait dengan restitusi dalam peraturan perundangan ini belum terintegrasi secara tuntas pada sistem pemidanaan dengan baik. Kemudian juga tidak dijelaskan apakah restitusi ini merupakan pidana pokok atau pidana tambahan. Karena memang restitusi tidak diatur di dalam KUHP sebagai salah satu jenis pidana," tutur Arsul dalam diksusi yang digelar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Rabu (23/2/2022).
Merujuk pada Pasal 1 UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dimaksud dengan restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Kementerian PPPA sendiri sebelumnya mengatakan pihaknya tidak dapat dijadikan pihak ketiga sebagaimana yang disebutkan di dalam UU.
Diakui Arsul, pihak ketiga pada aturan tersebut memang tidak dijelaskan secara tegas siapa yang dimaksud.
"Kemudian yang berikutnya, tidak dijelaskan pula siapa yang dimaksud dengan pihak ketiga yang memberikan ganti rugi kepada keluarga korban atau keluarganya. Ini definisi restitusi pada Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban," kata Arsul.
Berkaca dari kasis Herry Wirawan, Arsul kemudian mencoba mendalami cara berpikir Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang memutuskan biaya ganti rugi atau restitusi korban Herry sebesar Rp331 juta dibebankan kepada Kementerian PPPA.
Arsul menegaskan memang pada Pasal 67 KUHP disebutkan bahwa jika terdakwa telah dijatuhi pidana mati atau divonis penjara seumur hidup di samping tidak boleh dijatuhkan hukuman pidana lain kecuali pencabutan hak-hak tertentu.
Jadi pidana mati dan pidana seumur hidup karena dianggap sudah merupakan hukum maksimal maka kemudian tidak bisa dijatuhi pidana lain," ujar Arsul.
Menurut Arsul, ada kemungkinan melalui Pasal 67 itu yang kemudian membuat majelis hakim mengalihkan restitusi dibebankan ke Kementerian PPPA. Mengingat majelis hakim sudah menjatuhkan vonis seumur hidup terhadap Herry, dari sebelumnya tuntutan jaksa penuntut umum agar Herry dihukum mati dan hukum kebiri.
"Kita lihat kasus Herry Wirawan untuk mengajukan tuntutan pidana mati dan restitusi, pengadilan memutuskan pidana seumur hidup dan mengalihkan pemberian ganti rugi kepada korban untuk dibayarkan negara dengan dasar Pasal 67 itu," kata Arsul.
Namun begitu, kasus Herry nantinya akan menjadi pembelajaran bagi DPR untuk dalam melakukan revisi KUHP.
"Ini yang menurut saya kerjaan atau tanggung jawab kami pembentuk undang-undang untuk melihat kembali nanti di dalam RKUHP. Belajar dari kasus ini, apakah ketentuan seperti Pasal 67 KUHP ini akan terus kita pertahankan atau tidak," kata Arsul.
Berita Terkait
-
Sudah 2 Bulan, Berkas Perkara Pegawai Honorer Kelurahan Pelaku Pencabulan Siswi Magang di Tangsel Belum Rampung
-
Abdul Jalil, Tukang Becak di Tuban Ini Sudah Tiga Kali Cabuli Nenek-nenek dan Seorang Gadis Remaja
-
Buat Bayar Ganti Rugi Belasan Santriwati Korban Pemerkosaan, LPSK Usul Yayasan Milik Herry Wirawan Disita
-
DPR Soroti Alasan KUHP jadi Dasar Majelis Hakim Alihkan Beban Restitusi Korban Herry Wirawan kepada Negara
Terpopuler
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
- 5 Fakta Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Publik Penasaran!
- Profil Komjen Suyudi Ario Seto, Calon Pengganti Kapolri Listyo Sigit Prabowo?
Pilihan
-
Viral Taiwan Resmi Larang Indomie Soto Banjar Usai Temukan Kandungan Berbahaya
-
Ketika Politik dan Ekonomi Turut Membakar Rivalitas Juventus vs Inter Milan
-
Adu Kekayaan Komjen Suyudi Ario Seto dan Komjen Dedi Prasetyo, 2 Calon Kapolri Baru Pilihan Prabowo
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
Terkini
-
FSUI Ungkap Banyak Imam Masjid di Jakarta Belum Fasih Baca Al-Qur'an
-
Kematian Mahasiswa Unnes Penuh Kejanggalan, LPSK Turun Tangan Kantongi Bukti CCTV
-
Liburan Karyawan RS Jember di Bromo Berakhir Tragedi, 8 Orang Tewas Termasuk Satu Keluarga
-
Mabes TNI Batal Laporkan Ferry Irwandi, Pilih Dialog Demi Jaga Persatuan
-
Dugaan Korupsi Tol Cawang-Pluit, Kejagung Periksa Putri Jusuf Hamka
-
5 Fakta Pembunuhan Keji Gadis Cilik 4 Tahun di Konawe Selatan, Motif Pelaku Terungkap
-
Kematian Mahasiswa Unnes saat Demo Masuk Babak Baru, LPSK Dapatkan Bukti CCTV
-
Buntut Insiden Saat Kunker Komisi III DPR, Polda Jambi Minta Maaf: Tak Ada Niat Halangi Wartawan
-
4 Skandal Zita Anjani sebelum Diterpa Isu Pencopotan: Gara-Gara Dugaan Mangkir?
-
Anggota DPR Terima Dana Reses Rp2,5 Miliar, Najwa Shihab: Masalahnya, Cair ke Kantong Pribadi