Suara.com - Lembaga Universities Australia meminta maaf kepada penyintas pelecehan seksual menyusul laporan sektor pendidikan tersebut yang baru dirilis pekan ini.
Sebuah survei dilakukan Pusat Penelitian Sosial (NSSS) untuk menyelidiki seberapa besar jumlah pelecehan seksual di 39 universitas Australia.
Ditemukan satu dari enam mahasiswa mengalami pelecehan seksual di tahun pertama kuliah. Temuan lainnya adalah satu dari 12 mahasiswa mengalaminya dalam 12 bulan terakhir.
Laporan tersebut juga mengungkap bagaimana penyintas tidak mengetahui bagaimana cara melaporkan penyelewengan seksual kepada institusi terkait.
Dalam pernyataannya, Ketua Universities Australia John Dewar mengatakan hasil dari Survei tersebut"menyedihkan, mengecewakan, dan menakutkan".
"Atas nama Universities Australia dan 39 anggotanya, saya mohon maaf," ujar Profesor Dewar.
"Bagi setiap mahasiswa universitas yang telah menjadi korban pelecehan seksual, atau punya teman, keluarga, atau orang tersayang yang mengalaminya, saya mohon maaf."
Ia menyampaikan simpatinya atas apa yang dialami para penyintas, dan bagaimana pelecehan ini mempengaruhi hubungan, kesehatan mental, pendidikan, dan hidup mereka.
Siapa yang banyak mengalaminya?
Laporan tersebut memuat tren soal siapa yang kemungkinan besar dapat menjadi korban pelecehan seksual, serta di mana kemungkinan besar pelecehan akan terjadi.
Baca Juga: Selebgram Citra Andy Ngaku Alami Penganiayaan dan Pelecehan Seksual, Suami Olla Ramlan Terseret
Siswa perempuan, transgender, dan siswa non-biner memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami penyelewengan seksual di universitas dalam 12 bulan terakhir dibandingkan siswa pria.
Sama halnya dengan siswa berorientasi seks panseksual, biseksual, gay, atau lesbian, serta siswa yang lebih muda, yakni di usia 18-21 tahun.
Kemungkinan siswa difabel untuk dilecehkan secara seksual juga tinggi, seperti diakui 13,7 persen dari responden.
Menurut laporan tersebut, 85 persen pelaku pelecehan seksual adalah pria, dan satu dari 20 di antaranya adalah staf universitas.
Survei tersebut juga menunjukkan bahwa peristiwa ini cenderung terjadi di klub dan acara sosial, akomodasi siswa, dan dalam sedikit kasus, rumah pribadi.
Jumlah pelecehan seksual beragam di setiap institusi, namun Australian National University (ANU) di Canberra memiliki jumlah terbanyak.
Sebanyak 26,1 persen responden ANU dilaporkan mengalami kekerasan seksual di masa kuliahnya.
Jumlah tersebut adalah dua kali rata-rata jumlah kasus pelecehan seksual nasional di Australia.
Awal bulan ini, ANU mengatakan pengenalan sistem lapor secara online menjadi alasan jumlah pelecehan seksual di universitas tersebut meningkat tajam.
Dalam pernyataannya, wakil rektor ANU Brian Schmidt mengatakan survei tersebut melampirkan jumlah mahasiswa ANU yang tidak proporsional di antara korban. Selain itu survei tersebut juga menunjukkan siswa yang melapor atau mencari pertolongan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan angka nasional.
Profesor Schmidt mengatakan ANU tengah mencari solusi, salah satunya dengan berinvestasi untuk Rencana Keamanan dan Kesejahteraan dan mewajibkan sesi didikan tentang 'consent' atau pemberian izin bagi siswa dalam dua tahun ke depan.
"Angka hari ini sulit diterima komunitas kita dan saya turut sedih atas yang dialami korban dan penyintas, orang tersayang mereka, serta advokat yang mendukung mereka," katanya.
"ANU selalu mendengarkan dan bertindak, dan melakukan investasi untuk menghentikan dan merespon perilaku tidak senonoh seperti ini."
Siswa berbagi cerita tentang pelecehan, penyerangan
Sejumlah universitas di Australia melakukan survei kepada lebih dari 43.000 orang, termasuk cerita dan pengalaman pribadi yang masuk dalam survei NSSS.
Di antara mereka adalah Zara (bukan nama sebenarnya) yang mengaku merasa kecewa dengan cara universitasnya menangani keluhannya ketika dia menghadap untuk meminta dukungan dan perlindungan.
Mahasiswa internasional itu mengatakan dia berulang kali dilecehkan oleh seorang anggota staf di universitas, yang mengiriminya pesan teks, dengan isi mengomentari penampilannya dan membuat stereotip tentang negara asalnya. Dia membawa masalah ini ke kepala departemen kampusnya.
"Dua minggu kemudian, saya diberitahu oleh kepala departemen untuk memblokir nomor telepon orang tertuduh itu dan diminta untuk tidak lagi menghadiri seminar sekolah atau acara sosial karena tidak ada yang bisa menjamin keselamatan saya dari orang ini," kata Zara.
"Ini terjadi lebih dari dua tahun yang lalu dan sejak itu saya tidak menghadiri seminar akademik di kampus saya."
Responden survei lainnya menceritakan pengalamannya saat dirayu secara seksual, merasa diikuti, disentuh, atau bahkan mendengar komentar berbau seksual di dalam kelas.
"Saat di universitas, saya berurusan dengan pria yang menguntit saya secara online dan mengikuti jadwal kelas saya di universitas untuk mengetahui di mana saya berada ketika saya [mencoba] menghindari mereka," kata seorang responden.
"Saya ditanyai pertanyaan yang sangat pribadi dan pertanyaan menganggu tentang kehidupan seks saya oleh seorang sopir bus uni ketika dia mengendarai saya di kampus larut malam," kata yang lain.
Beberapa dari mereka juga merasa kecewa dengan pihak universitas ketika mereka mencoba melaporkan apa yang terjadi.
“Beberapa orang di kelompok belajar juga membuat saya merasa tidak nyaman [membuat komentar seksis tentang perempuan], mengajukan pertanyaan pribadi, melakukan kontak fisik] tetapi ketika saya memberi tahu dosen, tidak ada yang dilakukan, jadi saya membatalkan mata kuliah itu," kata salah satu responden.
Laporan menyoroti perlunya 'perubahan budaya'
Profesor Dewar berterima kasih kepada mereka yang sudah melaporkan dan menurutnya perubahan budaya secara luas perlu dilakukan.
"Kontribusi Anda membantu kami membuat perubahan dan mempertimbangkan upaya yang diambil mungkin gagal, juga menemukan di mana budaya bisa diubah," ujarnya.
"Hasil survei adalah bagian dari bukti yang berkembang di Australia, menunjukkan pelecehan seksual dan kekerasan seksual menyebar di seluruh masyarakat."
"Sebagai sebuah bangsa, ini tidak dapat ditoleransi, dan sebagai sebuah sektor, kami akan terus menjadi bagian dari solusi."
Dia mengatakan perubahan telah dilaksanakan oleh institusi mengikuti laporan dan studi sebelumnya.
"Ini termasuk pelaporan yang lebih baik dan proses pengumpulan bukti, pelajaran soal consent, pendidikan soal respek, pedoman yang lebih kuat soal hubungan antara dosen dan mahasiswa, dan merombak cara laporan pelecehan seksual atau kekerasan seksual yang ditangani oleh universitas," katanya.
"Kami bekerja keras untuk membuat kampus kami lebih aman dan terjamin. Kami tahu kami perlu berbuat lebih banyak, dan kami akan melakukannya. Temuan ini akan memandu pekerjaan kami yang terus dilakukan."
Artikel ini diterjemahkan oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris.
Berita Terkait
-
Malam Tahun Baru 2026 Jalur Puncak Berlaku Car Free Night, Cek Jadwal Penyekatannya di Sini
-
Rilis Akhir Tahun 2025 Polda Riau: Kejahatan Anjlok, Perang Lawan Perusak Lingkungan Makin Sengit
-
Tatapan Mematikan Pep Guardiola, Kameramen Auto Minder, Netizen: Wah Meme Baru Nih
-
Allegri Kembali Singgung Lini Belakang AC Milan Jelek, Kode Buat Jay Idzes?
-
Detik-Detik Mencekam Ian Rush Saat Melawan Maut Akibat Serangan Super Flu
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Malam Tahun Baru 2026 Jalur Puncak Berlaku Car Free Night, Cek Jadwal Penyekatannya di Sini
-
Rilis Akhir Tahun 2025 Polda Riau: Kejahatan Anjlok, Perang Lawan Perusak Lingkungan Makin Sengit
-
Rekaman Tengah Malam Viral, Bongkar Aktivitas Truk Kayu di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh
-
'Beda Luar Biasa', Kuasa Hukum Roy Suryo Bongkar Detail Foto Jokowi di Ijazah SMA Vs Sarjana
-
Kadinsos Samosir Jadi Tersangka Korupsi Bantuan Korban Banjir Bandang, Rugikan Negara Rp 516 Juta!
-
Bakal Demo Dua Hari Berturut-turut di Istana, Buruh Sorot Kebijakan Pramono dan KDM soal UMP 2026
-
Arus Balik Natal 2025: Volume Kendaraan Melonjak, Contraflow Tol Jakarta-Cikampek Mulai Diterapkan!
-
18 Ribu Jiwa Terdampak Banjir Banjar, 14 Kecamatan Terendam di Penghujung Tahun
-
UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,7 Juta Diprotes, Rano Karno: Kalau Buruh Mau Demo, Itu Hak Mereka
-
Eks Pimpinan KPK 'Semprot' Keputusan SP3 Kasus Korupsi Tambang Rp2,7 Triliun: Sangat Aneh!