Suara.com - Publik menolak penambahan tiga provinsi baru di Papua yang sebelumnya telah disetujui di tingkat Badan Legislasi DPR. Menanggapi itu, Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi menilai, wajar ketika ada RUU baru yang mendapat dukungan maupun penolakan publik.
Seperti diketahui pemekaran Provinsi Papua itu akan diatur melalui RUU baru.
"Setiap prokontra dalam masyarakat itu hal yang biasa. Kita sudah menjajaki saudara kita dari Papua. Memang ada pihak-pihak yang kontra, tapi pihak yang pro juga banyak," kata Baidowi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (8/4/2022).
Baidowi mengatakan, DPR nantinya akan mendengarkan masukan, baik dari pihak yang pro maupun kontra. Masukan masyarakat itu akan didengarkan dalam tahap pembahasan di Komisi II DPR.
"Tentu yang kontra itu kita dengarkan juga nanti dalam pembahasan di Komisi II. Itu ranahnya Komisi II, yang menjadikan kontra itu apa. Tentu dalam pembahasan undang-undang, hampir semua pembahasan undang-undang itu didengarkan," tutur Baidowi.
Baidowi berujar, Baleg DPR sendiri hanya mengharmonisasi yang disampaikan Komisi II. Mulai dari aspek teknis, titik koma, penamaan ataupun definisinya.
"Itu kan kita memberikan semacam gambaran saja penilaian terhadap naskah yang dibuat oleh Komisi II. Tentu nanti siapa yang akan ditugaskan oleh DPR membahas bersama pemerintah ya itu nanti akan membahas, bisa jadi tetap kembali Komisi II lazimnya seperti itu," kata Baidowi.
Sebelumnya, Koalisi Kemanusiaan untuk Papua yang terdiri atas sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah dan DPR untuk membatalkan penambahan tiga provinsi di Papua yang baru disetujui di tingkat Badan Legislasi DPR RI.
Direktur Eksekutif Public Virtue Miya Irawati mengatakan, pemerintah seharusnya membatalkan atau setidaknya menunda rencana pemekaran sampai ada putusan MK perihal gugatan revisi UU Otsus Papua yang dilayangkan oleh Majelis Rakyat Papua (MRP).
Baca Juga: Persatuan Gereja Indonesia Tolak Pembentukan 3 Provinsi Baru di Papua
“Kami juga mendesak Pemerintah membatalkan rencana pembentukan provinsi baru di Papua atau setidaknya menunda rencana tersebut sampai ada putusan MK pada beberapa bulan mendatang. Ini adalah kemunduran demokrasi di Papua. Alih-alih menghormati semangat otonomi khusus, pemerintah justru melakukan resentralisasi politik pemerintahan daerah,” kata Miya, Jumat (8/4/2022).
Sementara, Peneliti Imparsial Hussein Ahmad khawatir kebijakan pemekaran wilayah Papua akan digunakan untuk membenarkan penambahan kehadiran militer di Papua yang mana berpotensi meningkatkan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.
“Kami khawatir pembentukan provinsi baru nantinya akan melegitimasi pembentukan satuan-satuan teritorial baru di Papua. Jika ada tiga provinsi baru maka biasanya akan diikuti dengan pembentukan 3 Kodam dan satuan-satuan baru juga di bawahnya yang tentunya akan berdampak pada meningkatnya jumlah pasukan militer di Papua," ucap Hussein.
Sementara itu, Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Muhammad Rezaldy menambahkan kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua belum ada yang selesai, termasuk yang terjadi di masa lalu.
"Seharusnya DPR membantu pembentukan pengadilan HAM di Papua, termasuk pembentukan pengadilan ad hoc,” ujarnya.
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid membenarkan, pemekaran di Papua seharusnya melibatkan MRP sebagai representasi kultural orang asli Papua sebagai bentuk perlindungan hak-hak orang asli Papua.
Berita Terkait
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Ustaz Khalid Basalamah Terseret Korupsi Kuota Haji: Uang yang Dikembalikan Sitaan atau Sukarela?
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
Terkini
-
Syaifullah Tamliha Ungkap Dua Kelemahan PPP: Tak Punya Figur Berduit dan Alergi Outsider
-
Kepala Sekolah di Prabumulih Sempat Dicopot Gegara Tegur Anak Pejabat Bawa Mobil ke Sekolah
-
Punya Modal Besar: Pakar Politik Dorong Projo jadi Oposisi Prabowo-Gibran, Pasca-Budi Arie Didepak!
-
Sebut Ada Intervensi Sejak Dualisme Kepemimpinan P3, Syaifullah Tamliha : PPP Dibinasakan oleh Jokow
-
KPK Beberkan Peran Rudy Tanoesoedibjo di Dugaan Korupsi Bansos, Kuasa Hukum Justru Bersikap Begini!
-
Kasus Korupsi Sritex Resmi Masuk Meja Hijau, Iwan Lukminto Segera Diadili
-
Pesan Mendalam Jelang Putusan Gugatan UU TNI: Apakah MK Bersedia Berdiri Bersama Rakyat?
-
Pemerintah Finalisasi Program Magang Nasional Gaji Setara UMP Ditanggung Negara
-
Korupsi Bansos Beras: Kubu Rudy Tanoesoedibjo Klaim Sebagai Transporter, KPK Beberkan Bukti Baru
-
Polisi Ringkus 53 Tersangka Rusuh Demo Sulsel, Termasuk 11 Anak di Bawah Umur