"Kami kehilangan semua yang kami miliki," kata Maung Zaw, 41 tahun, seorang petani kacang tanah, kepada Reuters melalui telepon. "Saya akan berjuang melawan kediktatoran militer ini sampai akhir."
Tiga orang mengatakan mereka membantu membawa kerabat dan teman yang sudah lanjut usia keluar dari rumah.
Seorang pria, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan oleh militer, mengatakan kepada Reuters bahwa dia merangkak ke ladang terdekat dan menutupi dirinya dengan tanaman tomat untuk bersembunyi dari tentara.
Sebuah foto satelit tertanggal 7 Februari, yang dibagikan kepada Reuters oleh Planet Labs, menunjukkan sebagian besar desa yang terbakar telah menjadi abu, dengan sekitar 100 rumah hancur. Sebelumnya, sebuah foto dari 27 November 2021 menunjukkan desa itu utuh.
Para saksi mengatakan tidak ada korban tewas, tetapi mereka kehilangan gudang yang penuh dengan tanaman dan makanan untuk hewan, serta habisnya rumah mereka yang dibangun dari generasi ke generasi.
"Kami membangun rumah kami sepanjang hidup kami, itu telah hancur dalam satu detik," kata seorang guru berusia 20-an dari Bin, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, karena takut akan pembalasan dari militer.
Reuters tidak dapat menghubungi pihak berwenang setempat di wilayah tersebut untuk mengonfirmasi serangan terhadap Bin dan desa-desa lainnya.
Pembakaran desa dan pemindahan penduduk di daerah seperti Sagaing dan Magway – di mana sebagian besar tanaman negara itu diproduksi – akan mengganggu panen, menurut Klaster Ketahanan Pangan Myanmar, sebuah badan yang mengoordinasikan tanggapan PBB dan organisasi bantuan untuk krisis pangan.
"Pengurangan produksi di daerah-daerah seperti itu akan menyebabkan defisit pasokan makanan secara keseluruhan dan selanjutnya akan meningkatkan harga pangan yang sudah tinggi," kata kelompok itu kepada Reuters dalam sebuah pernyataan minggu ini. ha/hp (Reuters)
Baca Juga: Rayakan Tahun Baru Buddha, Junta Myanmar Bebaskan Ribuan Tahanan
Berita Terkait
-
Antrean Panjang di Stasiun, Kenapa Kereta Api Selalu Jadi Primadona di Periode Libur Panjang?
-
Jamie Carragher Tiba-tiba Melunak, Bujuk Mo Salah Balik Lagi ke Liverpool
-
Bongkar Taktik Aston Villa, Bikin Panik Arsenal dan Man City di Perebutan Gelar Premier League
-
Kasus Deforestasi PT Mayawana, Kepala Adat Dayak Penjaga Hutan di Kalbar Dijadikan Tersangka
-
Pep Guardiola Pastikan James Trafford Tetap di Manchester City, Chelsea Gigit Jari
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Antrean Panjang di Stasiun, Kenapa Kereta Api Selalu Jadi Primadona di Periode Libur Panjang?
-
Kasus Deforestasi PT Mayawana, Kepala Adat Dayak Penjaga Hutan di Kalbar Dijadikan Tersangka
-
Eks Pejabat KPI Tepis Tudingan Jaksa Atur Penyewaan Kapal dan Ekspor Minyak
-
Diperiksa KPK Soal Korupsi Haji, Gus Yaqut Pilih Irit Bicara: Tanya Penyidik
-
Buka-bukaan Kerry Riza di Sidang: Terminal OTM Hentikan Ketergantungan Pasokan BBM dari Singapura
-
MBG Dinilai Efektif sebagai Instrumen Pengendali Harga
-
Ultimatum Keras Prabowo: Pejabat Tak Setia ke Rakyat Silakan Berhenti, Kita Copot!
-
Legislator DPR: YouTuber Ferry Irwandi Layak Diapresiasi Negara Lewat BPIP
-
Racun Sianida Akhiri Pertemanan, Mahasiswa di Jambi Divonis 17 Tahun Penjara
-
Ramai Narasi Perpol Lawan Putusan MK, Dinilai Tendensius dan Tak Berdasar