Suara.com - Amnesty Internasional Indonesia meminta pemerintah dan DPR RI untuk menunda pembahasan rencana pemekaran provinsi di Papua karena gerakan penolakan semakin membesar bahkan hingga menelan korban jiwa.
Direktur AII Usman Hamid mengatakan, sudah ada dua orang warga sipil yang meninggal dunia yakni Yakop Deal (30) dan Erson Weipsa (22) yang ditembak aparat saat demonstrasi penolakan daerah otonomi baru atau DOB di Yahukimo pada 13 Maret lalu.
"Sudah ada dua orang tewas akibat dari demonstrasi penolakan pemekaran baru, seperti di Yahukimo. Kita tidak ingin kalau ini dipaksakan akan kembali jatuh korban warga asli Papua," kata Usman saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (26/4/2022).
Selain itu, belakangan ini eskalasi konflik kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua juga meningkat, terutama di Intan Jaya sebagai salah satu kabupaten yang akan masuk dalam Provinsi Papua Tengah.
"Provinsi Papua Tengah yang akan dibentuk ini akan justru menciptakan situasi baru di mana rencana penambangan di Blok Wabu yang telah menimbulkan eskalasi, akan justru dilanjutkan tanpa memberi informasi kepada masyarakat, tanpa meminta konsultasi dari masyarakat adat, dan tanpa meminta persetujuan mereka. Ini sangat penting dalam perspektif hak asasi manusia," tegasnya.
Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah dan DPR RI menunda pembahasan pemekaran provinsi di Papua sampai ada putusan dari Mahkamah Konstitusi soal judicial review terhadap Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 2 Tahun 2021.
Majelis Rakyat Papua tengah mengajukan judicial review atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua) ke MK dengan nomor perkara 47/PUU-XIX/2021.
MRP menilai norma dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A, Pasal 28, Pasal 38, Pasal 59 ayat (3), Pasal 68A, Pasal 76 dan Pasal 77 UU Otsus Papua melanggar hak konstitusional mereka sebagai orang asli Papua (OAP).
Baca Juga: Mahfud Klaim 82 Persen Orang Papua Minta Pemekaran, MRP: Data Dari Mana? Mirip Big Data Luhut
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
Terkini
-
KPK Buka-bukaan Asal Duit Rp300 M di Kasus Taspen: Bukan Pinjam Bank, Tapi dari Rekening Penampungan
-
Harapan Driver Ojol Selepas Nasib Mereka Dibahas Prabowo dan Dasco di Istana
-
Analis: Masa Depan Politik Budi Arie Suram Usai Ditolak Gerindra dan PSI
-
Soal Anggota Polri Aktif di Kementan, Menteri Amran: Justru Sangat Membantu
-
Pigai Ajak Publik Gugat UU KUHAP ke MK Jika Khawatir dengan Isinya: Kami Dukung, Saya Tidak Takut!
-
KPK Ungkap Alasan Bobby Nasution Belum Dihadirkan di Sidang Korupsi Jalan Sumut
-
Tak Bayar Utang Pajak Rp25,4 Miliar, DJP Sandera Pengusaha Semarang: Ini Efek Jera!
-
Broker 'Hantu' Korupsi Petral Terkuak, KPK: Modus Ini Bikin Harga Minyak Impor Jadi Mahal
-
Tepis Kekhawatiran Publik, Menteri HAM Klaim 80 Persen Revisi KUHAP Lindungi HAM
-
Raperda KTR Ancam 'Bunuh' Konser Musik Jakarta, Legislator: Banyak Mudharatnya