Suara.com - Rencana Pemerintah Indonesia memecah wilayah administrasi Papua menjadi lima provinsi dengan membentuk tiga provinsi baru ditolak sejumlah kalangan karena dinilai menyalahi prosedur dan dikhawatirkan akan semakin memarginalkan orang asli Papua.
Salah satu penolakan disampaikan oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay, kepada ABC Indonesia.
"Penetapan RUU Tentang Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan Tengah dirumuskan secara sepihak dan tak sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat Papua," ujarnya.
Papua yang menjadi bagian wilayah Indonesia saat ini terbagi menjadi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Upaya penambahan tiga provinsi baru dilakukan Pemerintah RI melalui penetapan tiga rancangan undang-undang (RUU) pada 12 April.
Sebelumnya pada 2021, Pemerintah RI mengubah UU Otonomi Khusus Papua yang telah berlaku selama dua dekade, sekaligus mengubah mekanisme serta kewenangan pemekaran daerah otonomi baru (DOB) di Papua.
"DPR RI memanfaatkan hak inisiatif yang diatur Pasal 76 ayat (2) UU Otsus yang direvisi, mengabaikan aspirasi masyarakat Papua serta tidak berkoordinasi dengan MRP (Majelis Rakyat Papua) dan DPRP sesuai perintah Pasal 76 ayat (1) UU tersebut," jelas Emanuel kepada Farid Ibrahim dari ABC Indonesia.
"Baleg DPR RI dalam merumuskan tiga RUU itu tidak sesuai dengan Mekanisme Perumusan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia," tambahnya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa MRP sedang melakukan upaya judicial review atas revisi UU Otsus ke Mahkamah Konstitusi.
"Sehingga langkah DPR RI yang mengesahkan tiga RUU pemekaran provinsi di Papua yang didasarkan pada RUU Otsus ini menyalahi kewenangan karena keputusan MK belum keluar," katanya.
Baca Juga: Peneliti BRIN Sebut Masalah Papua Tak Bisa Diselesaikan Dengan Uang
Ia mengaku heran pemekaran provinsi dilakukan di Papua saat ini sementara moratorium pembentukan DOB untuk seluruh Indonesia masih berlaku.
Emanuel khawatir, penambahan provinsi ini akan semakin memarginalisasi penduduk asli dari tanah dan sumber kehidupan mereka.
"Sebagai contoh yang terlihat di beberapa kabupaten baru yang belum 10 tahun terbentuk, itu cenderung menjadi lahan konflik bersenjata, memicu terjadinya pengungsian warga sipil," ucapnya.
"Banyak tanah-tanah rakyat dirampas dengan dalih pembangunan. Kalau pemekaran dilakukan, itu akan semakin masif ... rakyat yang sudah kehilangan tanahnya, kemudian akan dipekerjakan dalam kebun sawit dan tambah dengan upah yang murah," katanya.
Dia menambahkan, dengan provinsi baru itu akan membuat orang-orang dari daerah lain di luar Papua datang sehingga penduduk asli yang sudah kehilangan tanah, dipekerjakan dengan upah rendah, akhirnya akan semakin termaginalisasi.
Bukan solusi krisis Papua
Senada dengan Emanuel, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai rencana pembentukan DOB tersebut minim partisipasi dan mengindikasikan bahwa pemerintah pusat gagal dalam menjalankan kewajibannya.
Tag
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO