Suara.com - Bagi buruh bangunan Yogendra Tundre, kehidupan di lokasi proyek di pinggiran New Delhi cukup berat karena suhu di ibu kota India itu sangat panas dan membuatnya tersiksa.
India tengah bergelut dengan gelombang panas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebagian besar buruh miskin, yang umumnya bekerja di tempat terbuka, rentan terhadap suhu udara yang menyengat itu.
"Suhunya terlalu panas dan jika kami tak bekerja, kami mau makan apa? Selama beberapa hari kami bekerja dan hari lainnya kami beristirahat karena kelelahan dan kepanasan," kata Tundre.
Suhu di kawasan New Delhi telah mencapai 45 derajat Celcius tahun ini, membuat Tundre dan istrinya Lata, yang bekerja di lokasi proyek yang sama, jatuh sakit dan kehilangan penghasilan.
"Karena panas, kadang-kadang saya tak bekerja. Saya libur beberapa hari… sering kali, sakit akibat dehidrasi dan memerlukan botol glukosa (cairan infus)," kata Lata sambil berdiri di luar rumahnya, sebuah pondok sederhana beratapkan seng.
Para ilmuwan telah mengaitkan suhu musim panas yang intens itu dengan perubahan iklim. Mereka mengatakan lebih dari satu miliar orang di India dan negara tetangganya Pakistan menghadapi risiko panas yang ekstrem.
India pada Maret merasakan bulan terpanas dalam 100 tahun lebih dan sebagian wilayah di negara itu mencatat rekor suhu tertinggi pada April.
Banyak tempat, termasuk New Delhi, mengalami suhu panas hingga 40 derajat Celcius. Lebih dari 24 orang tewas, diduga akibat sengatan panas, sejak akhir Maret. Kebutuhan listrik mencapai angka tertinggi dalam beberapa tahun.
Perdana Menteri Narendra Modi telah meminta pemerintah negara bagian untuk mengambil langkah-langkah memitigasi dampak dari panas yang ekstrem itu.
Baca Juga: Cuaca Panas Gegara Memasuki Musim Kemarau, Begini Cara Bikin Tubuh Sejuk Tanpa AC!
Tundre dan Lata tinggal dengan dua anak di sebuah kawasan kumuh dekat lokasi proyek di Noida, kota satelit New Delhi.
Mereka pindah dari kampung halaman mereka di negara bagian Chhattisgarh, India tengah, untuk mencari pekerjaan dan penghasilan yang lebih baik di sekitar ibu kota.
Di lokasi konstruksi itu, para buruh memanjat tembok, memasang beton dan membawa beban berat. Mereka menutupi kepala dengan selendang untuk menahan sengatan matahari.
Bahkan ketika pasutri itu selesai bekerja, mereka hanya beristirahat sedikit karena rumah mereka panas setelah menyerap suhu udara yang tinggi seharian.
Avikal Somvanshi, peneliti lingkungan perkotaan dari Pusat Ilmu Pengetahuan dan Lingkungan India, mengatakan data pemerintah federal menunjukkan bahwa tekanan panas menjadi penyebab umum kematian oleh kekuatan alam, setelah sambaran petir, dalam 20 tahun terakhir.
"Kebanyakan korban tewas adalah pria berusia 30-45 tahun. Mereka adalah kelompok pekerja, kaum kerah biru yang tak punya pilihan lain kecuali bekerja di bawah sengatan panas," kata Somvanshi.
Berita Terkait
-
Sportif, Ini Dukungan Warganet Indonesia Atas Kemenangan India
-
Cetak Sejarah, India Kalahkan Indonesia, Dapatkan Thomas Cup Pertama
-
Gegara Tak Juga Momong Cucu, Anak dan Menantu Dituntut Orangtua Rp9,5 Miliar
-
Hasil Thomas Cup 2022: Ditaklukan India, Posisi Indonesia sebagai Runner Up
-
Cetak Sejarah Juara Piala Thomas, Pebulutangkis India dapat Bonus Fantastis
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Kewenangannya Dicabut, Karen Agustiawan Klaim Tak Tahu Soal Penyewaan Tangki BBM Anak Riza Chalid
-
Babak Baru Skandal Whoosh: Pakar Hukum Desak KPK 'Seret' Jokowi ke Meja Pemeriksaan
-
Karen Agustiawan Ungkap Fakta TBBM Merak: Kunci Ketahanan Energi Nasional atau Ladang Korupsi?
-
Blok M Bangkit Lagi! Gubernur DKI Janjikan Sistem Parkir Satu Pintu, Minta Warga Naik Transum
-
KCIC Siap Bekerja Sama dengan KPK soal Dugaan Mark Up Anggaran Proyek Kereta Cepat Whoosh
-
Mendagri Tito Karnavian Buka-bukaan, Ini Biang Kerok Ekonomi 2 Daerah Amblas!
-
Sidang Kasus Korupsi Pertamina, Karen Agustiawan Ungkap Tekanan 2 Pejabat Soal Tangki Merak
-
Ultimatum Gubernur Pramono: Bongkar Tiang Monorel Mangkrak atau Pemprov DKI Turun Tangan!
-
Drama Grup WA 'Mas Menteri': Najelaa Shihab dan Kubu Nadiem Kompak Bantah, tapi Temuan Jaksa Beda
-
Karen Agustiawan Ungkap Pertemuan Pertama dengan Anak Riza Chalid di Kasus Korupsi Pertamina