Suara.com - Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani menjawab pertanyaan yang sempat dilayangkan Ketua DPC Partai Demokrat Jakarta Pusat, Taufiqurrahman terkait aliran dana hasil kerja sama KSP dengan pihak lain dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi. Selain mendapatkan pengawasan, pendanaan hasil kerja sama tersebut juga digunakan pada pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Melalui akun Twitternya, Taufiqurrahman mempertanyakan soal Pasal 38 Ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2019 tentang Kantor Staf Presiden.
Dalam pasal tersebut dijelaskan kalau KSP dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya yang tidak dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sepanjang tidak merugikan kepentingan negara dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Poin yang menjadi pertanyaan Taufiqurrahman ialah soal aliran dana yang sudah terkumpul atas kerja sama KSP dengan pihak lain.
"Kalau dana sudah terkumpul dipakai untuk apa saja dana tersebut? Apakah dana ini yang dipakai untuk membiayai dan memelihara buzzeRP pemecah belah bangsa? Apakah dana ini dipergunakan untuk operasi politik kepada oposan dan lawan politik?" cuitnya melalui akun Twitter @Taufiq_PD_DKI pada Selasa (17/5/2022).
Selain itu, sepengetahuan Taufiqurrahman praktik penggunaan dana off budgeter sudah tidak diperbolehkan lagi sejak era Reformasi 1998. Menurutnya, praktik itu sempat dilakukan pada masa eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat melakukan pembangunan simpang susun Semanggi yang tidak menggunakan dana APBD DKI Jakarta.
Melihat pertanyaan itu, Jaleswari lantas menjawab bahwa Pasal 38 Ayat 2 Perpres 83/2019 itu pada prinsipnya merupakan kodifikasi dari praktik kerja sama dengan mitra-mitra untuk mempercepat pelaksanaan tugas dan fungsi suatu lembaga, termasuk KSP.
Kemudian, pelaksanaan pasal tersebut juga harus melalui berbagai mekanisme kontrol diantaranya tidak boleh merugikan kepentingan negara dan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Ini artinya pelaksanaan pasal tersebut mengedepankan asas legalitas dari perspektif hukum administrasi negara dan kepentingan nasional dari perspektif politik kelembagaan," jelasnya.
Baca Juga: Begini Respon AHY Terkait Koalisi Indonesia Bersatu
"Selain itu, selayaknya lembaga non-struktural lainnya, KSP pun tidak lepas dari pengawasan lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan," sambung Jaleswari.
Jaleswari juga menjawab soal anggapan kalau pendanaan dari kerja sama dengan pihak lain yang tidak diperbolehkan sejak era Reformasi 1998.
Jaleswari mengungkapkan kalau praktik pendanaan itu juga pernah dilakukan pada saat Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat SBY menjabat sebagai presiden. Kala itu, SBY mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2009 tentang Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP).
Dalam perpres itu terdapat pasal yang berbunyi "Pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi UKP-PPP bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Pasal lain juga menyebut "Kepala UKP-PPP dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka pengawasan dan pengendalian pembangunan yang tidak dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sepanjang tidak merugikan keuangan negara, dan dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan."
Berita Terkait
-
Begini Respon AHY Terkait Koalisi Indonesia Bersatu
-
Partai Golkar, PPP dan PAN Sudah Bentuk Koalisi Bersama, AHY Lebih Pilih Tidak Tergesa-gesa
-
Demokrat Tak Mau Terburu-buru Gabung ke Koalisi Indonesia Bersatu, AHY Ungkap Alasannya
-
Golkar-PAN-PPP Bentuk Koalisi Indonesia Bersatu, Begini Reaksi Ketum Demokrat AHY
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Selevel Innova Budget Rp60 Jutaan untuk Keluarga Besar
- 5 Pilihan Ban Motor Bebas Licin, Solusi Aman dan Nyaman buat Musim Hujan
- 5 HP Memori 128 GB Paling Murah untuk Penggunaan Jangka Panjang, Terbaik November 2025
- 5 Mobil Keluarga Bekas Kuat Tanjakan, Aman dan Nyaman Temani Jalan Jauh
- Cara Cek NIK KTP Apakah Terdaftar Bansos 2025? Ini Cara Mudahnya!
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Mau Bekukan Peran Bea Cukai dan Ganti dengan Perusahaan Asal Swiss
-
4 HP dengan Kamera Selfie Beresolusi Tinggi Paling Murah, Cocok untuk Kantong Pelajar dan Mahasiswa
-
4 Rekomendasi HP Layar AMOLED Paling Murah Terbaru, Nyaman di Mata dan Cocok untuk Nonton Film
-
Hasil Liga Champions: Kalahkan Bayern Muenchen, Arsenal Kokoh di Puncak Klasemen
-
Menkeu Purbaya Diminta Jangan Banyak Omon-omon, Janji Tak Tercapai Bisa Jadi Bumerang
Terkini
-
Menkes Sesalkan Kematian Ibu Hamil di Papua, Janji Perbaikan Layanan Kesehatan Agar Tak Terulang
-
Danau Maninjau Sumbar Diserbu Longsor dan Banjir Bandang: Akses Jalan Amblas, Banyak Rumah Tersapu!
-
Terungkap! Rangkaian Kekejaman Alex, Bocah Alvaro Kiano Dibekap Handuk, Dicekik, Jasad Dibuang
-
Kronologi Brutal Legislator DPRD Bekasi Diduga Keroyok Warga di Kafe hingga Retina Korban Rusak
-
Perempuan Jadi Pilar Utama Ketahanan Keluarga ASN, Pesan Penting dari Akhmad Wiyagus
-
TelkomGroup Fokus Lakukan Pemulihan Layanan Infrastruktur Terdampak Bencana di Sumatra Utara - Aceh
-
Provinsi Maluku Mampu Jaga Angka Inflasi Tetap Terkendali, Mendagri Berikan Apresiasi
-
KPK Beberkan 12 Dosa Ira Puspadewi di Kasus ASDP, Meski Dapat Rehabilitasi Prabowo
-
86 Korban Ledakan SMAN 72 Dapat Perlindungan LPSK, Namun Restitusi Tak Berlaku bagi Pelaku Anak
-
Siapa Vara Dwikhandini? Wanita yang Disebut 24 Kali Check In dengan Arya Daru Sebelum Tewas