- LPSK menerima permohonan pelindungan 86 anak korban ledakan SMAN 72 Jakarta dari Polda Metro Jaya pada 27 November 2025.
- Fokus utama LPSK adalah pemulihan komprehensif korban, meliputi rasa aman, kesehatan mental, dan restitusi kerugian.
- LPSK saat ini tidak memberikan pelindungan kepada anak terduga pelaku, kecuali ditemukan indikasi viktimisasi terhadapnya.
Suara.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima permohonan pelindungan dari Polda Metro Jaya bagi 86 anak korban ledakan di SMAN 72 Jakarta pada 17 November 2025.
Pengajuan ini terkait tindak pidana dengan sengaja menimbulkan ledakan atau keadaan yang membahayakan nyawa orang lain, sebagaimana diatur Pasal 355 KUHP, Pasal 187 KUHP, serta Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menegaskan pemulihan anak merupakan prioritas utama lembaganya. Menurutnya, penanganan korban ledakan tidak hanya menyangkut pelindungan dan pemulihan fisik, tetapi juga rasa aman, kesehatan mental, dan masa depan anak.
"Yang paling utama adalah memastikan anak-anak tidak menanggung trauma ini sendirian. Negara wajib hadir memberikan pelindungan menyeluruh,” kata Susilaningtias kepada wartawan dalam keterangannya, Kamis (27/11/2025).
LPSK menilai kalauperistiwa ledakan di SMA 72 masuk dalam kategori tindak pidana lain yang mengancam keselamatan jiwa. Artinya, meskipun kasus tersebut tidak termasuk dalam kelompok tindak pidana khusus seperti terorisme, ancaman terhadap nyawa korban menjadi dasar hukum kuat bagi korban untuk mendapatkan pelindungan LPSK.
Adapun bentuk pelindungan yang diajukan oleh Polda Metro Jaya berupa perhitungan restitusi dan melakukan pelindungan dalam bentuk pendampingan korban dalam menjalani proses hukum.
LPSK akan melakukan perhitungan restitusi atau nilai kerugian yang dialami masing-masing korban yang dibebankan kepada pelaku. Namun, dalam perkara pelaku anak, tanggung jawab pembayaran restitusi dapat dibayarkan melalui pihak ketiga.
“Restitusi adalah hak anak sebagai korban. Nilainya akan dihitung berdasarkan kerugian nyata yang dialami, termasuk biaya medis, psikologis, serta penderitaan yang dialami oleh korban. Dalam perkara pelaku anak, restitusi dapat dibayarkan oleh pihak ketiga sesuai ketentuan hukum. Fokus LPSK adalah memastikan hak itu diterima oleh setiap anak korban,” tegas Susi.
Susilaningtias juga menekankan bahwa kesaksian anak akan menjadi fokus dalam proses pelindungan. Dalam pemberian pelindungan dan restitusi, LPSK akan berbicara secara intens kepada anak korban terkait dengan kebutuhan mereka, pemenuhan hak mereka, termasuk informasi-informasi penting yang mereka punya untuk membantu mengungkap kasus ini.
Baca Juga: Hampir Dua Pekan, Enam Korban Ledakan SMAN 72 Masih Dirawat: Bagaimana dengan Pelaku?
Terkait status anak yang diduga sebagai pelaku, LPSK menegaskan bahwa hingga saat ini LPSK belum memiliki mandat untuk memberikan pelindungan kepada anak pelaku tindak pidana.
Susilaningtias menjelaskan kalau mandat pelindungan LPSK berdasarkan undang-undang hanya diberikan kepada saksi, korban, ahli, pelapor, dan saksi pelaku. Dengan demikian, selama anak tersebut diidentifikasi sebagai pelaku murni, LPSK belum memiliki kewenangan untuk masuk memberikan pelindungan.
Namun, LPSK membuka ruang apabila dalam perkembangan proses hukum ditemukan bahwa anak tersebut justru menjadi korban tindak pidana lain dalam rangkaian kasus ini.
"Jika ada indikasi bahwa anak mengalami eksploitasi, manipulasi, tekanan, atau bentuk viktimisasi lainnya, statusnya dapat masuk dalam kategori korban, dan LPSK dapat memberikan pelindungan dalam kapasitas tersebut," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Selevel Innova Budget Rp60 Jutaan untuk Keluarga Besar
- 5 Pilihan Ban Motor Bebas Licin, Solusi Aman dan Nyaman buat Musim Hujan
- 5 HP Memori 128 GB Paling Murah untuk Penggunaan Jangka Panjang, Terbaik November 2025
- 5 Mobil Keluarga Bekas Kuat Tanjakan, Aman dan Nyaman Temani Jalan Jauh
- Cara Cek NIK KTP Apakah Terdaftar Bansos 2025? Ini Cara Mudahnya!
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Mau Bekukan Peran Bea Cukai dan Ganti dengan Perusahaan Asal Swiss
-
4 HP dengan Kamera Selfie Beresolusi Tinggi Paling Murah, Cocok untuk Kantong Pelajar dan Mahasiswa
-
4 Rekomendasi HP Layar AMOLED Paling Murah Terbaru, Nyaman di Mata dan Cocok untuk Nonton Film
-
Hasil Liga Champions: Kalahkan Bayern Muenchen, Arsenal Kokoh di Puncak Klasemen
-
Menkeu Purbaya Diminta Jangan Banyak Omon-omon, Janji Tak Tercapai Bisa Jadi Bumerang
Terkini
-
KPK Beberkan 12 Dosa Ira Puspadewi di Kasus ASDP, Meski Dapat Rehabilitasi Prabowo
-
Siapa Vara Dwikhandini? Wanita yang Disebut 24 Kali Check In dengan Arya Daru Sebelum Tewas
-
Prarekonstruksi Ungkap Aksi Keji Ayah Tiri Bunuh Alvaro: Dibekap Handuk, Dibuang di Tumpukan Sampah
-
Eks MenpanRB Bongkar Praktik Titipan CPNS Masa Lalu: Banyak, Kebanyakan dari Kalangan Kepala Daerah
-
Banjir Kepung Sumatera, DPR Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional
-
Rombakan Besar Prolegnas 2026: RUU Danantara dan Kejaksaan Dihapus, RUU Penyadapan Masuk Radar Utama
-
DPR Soroti Rentetan Bencana di Sumatera, Desak Pemda Tindak Tegas Alih Fungsi Lahan
-
KPK Belum Juga Terima Keppres Rehabilitasi Ira Puspadewi, Eks Dirut ASDP Gagal Bebas Hari Ini?
-
Isu Ijazah Jokowi Mengemuka, Yuddy Chrisnandi: SE 2015 Tidak Pernah Diterbitkan untuk Itu
-
Awal 2026 Diterapkan, Mengapa KUHAP Baru Jadi Ancaman?