Suara.com - Solidaritas Rakyat Papua membeberkan alasan penolakan mereka terkait kebijakan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua, termasuk melalui pembentukan markas keamanan dan satuan-satuan territorial di sejumlah wilayah.
Terbaru di Dogiyai, penolakan pembangunan Polres Dogiyai berujung terjadinya pembakaran rumah dan toko oleh yang tidak dikenal. Akibatnya ratusan orang harus mengungsi.
"Sudah berkali-kali kalangan rakyat Papua menyuarakan penolakan atas kebijakan DOB dan pembentukan markas keamanan baru. Penolakan ini bukan tanpa alasan," kata Kordinator Solidaritas Rakyat Papua, Benny Goo dalam keterangan tertulisnya kepada Suara.com pada Selasa (24/5/2022) kemarin.
Jelasnya untuk DOB harus memenuhi sejumlah persyaratannya, di antaranya kesatuan sosial budaya, kesiapan SDM, perkembangan ekonomi, dan dinamika masyarakat.
"Pemekaran markas-markas keamanan juga ada aturannya. Tapi itu tidak diperhatikan oleh pemerintah pusat,” imbuhnya.
Benny memaparkan alasan mereka menolak pemekaran Polres Dogiyai sebagai bagian dari DOB. Kebijakan tersebut dinilainya tidak memenuhi kriteria yang termuat dalam peraturan kepala kepolisian PERKAP POLRI Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Pembentukan dan Peningkatan Status Kewilayahan Kesatuan. Dalam pasal 5 disebutkan beberapa kriteria kunci seperti kelayakan geografis, level gangguan keamanan, dan ketersediaan lokasi.
"Kelayakan geografis tidak cukup terpenuhi. Jalan Trans Papua yang berjarak 200 Km antara Nabire dan Dogiyai sudah bagus dan teraspal. Tak seburuk dulu di mana jalan terlihat terjal dan jurang sehingga meski jarak waktu tempuh hanya membutuhkan 5 Jam fungsi keamanan kepolisian tetap dapat berjalan di bawah Mapolres Nabire,” paparnya.
Lanjutnya, dalam tiga tahun terakhir tidak pernah kejahatan kriminal di wilayah Dogiyai.
"Di legislatif Papua dan Dewan Adat juga belum memberikan pertimbangan dan persetujuan rencana itu. Dan kami masyarakat Dogiyai dari 79 Kampung juga rata-rata semuanya menolak,” ujarnya.
Di samping itu, kriteria terkait ketersediaan lokasi juga tak terpenuhi.
“Sampai hari ini saja Polsek Moanemani maupun Polres Nabire belum memiliki tanah seluas 5 Hektar di Dogiyai untuk memenuhi persyaratan pembentukan kesatuan status kesatuan kewilayahan," katanya lagi.
“Tanah yang ada di Dogiyai hanya milik Masyarakat Adat di Dogiyai, jadi tak bisa begitu saja dipakai untuk markas-markas keamanan. Sekali lagi, kami menolak,” sambungnya.
Mereka mendesak Kapolri agar memerintahkan Kapolda Papu untuk menarik kembali keputusan yang berkaitan dengan pembentukan Polres Dogiyai. Menurut mereka Polda Papua harus segera mengkaji uji kelayakan terlebih dulu, baru mengusulkan dan mengkonsultasikannya dengan masyarakat.
Berita Terkait
-
Terima Aduan Rakyat Papua soal Peristiwa di Dogiyai, Komnas HAM Bakal Pertanyakan Pengiriman Pasukan Brimob
-
Tersangka Pelanggaran HAM Berat di Papua Segera Masuk Pengadilan HAM di Kota Makassar
-
Polisi Sebut Situasi Dogiyai Pascapembakaran Rumah Berangsur Kondusif
-
18 Rumah Warga Papua Dibakar, Ratusan Warga Mengungsi ke Markas TNI dan Polri
-
Bayi 9 Bulan Ditemukan Meninggal di Pantai, Diduga Mulut Ditutup Kemudian Disiksa Saat Masih Hidup
Terpopuler
- Feri Amsari Singgung Pendidikan Gibran di Australia: Ijazah atau Cuma Sertifikat Bimbel?
- 7 Mobil Kecil Matic Murah untuk Keluarga Baru, Irit dan Perawatan Mudah
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
Pilihan
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
-
Heboh Kasus Ponpes Ditagih PBB hingga Diancam Garis Polisi, Menkeu Purbaya Bakal Lakukan Ini
Terkini
-
Jejak Korupsi Riza Chalid Sampai ke Bankir, Kejagung Periksa 7 Saksi Maraton
-
'Tidak Dikunci, tapi Juga Tidak Dipermudah,' Dilema MPR Sikapi Wacana Amandemen UUD 1945
-
Lisa Mariana Sumringah Tak Ditahan Polisi Usai Diperiksa Sebagai Tersangka: Aku Bisa Beraktivitas!
-
Menhut Klaim Karhutla Turun Signifikan di Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo, Ini Kuncinya
-
'Apa Hebatnya Soeharto?' Sentilan Keras Politisi PDIP Soal Pemberian Gelar Pahlawan
-
Efek Jera Tak Mempan, DKI Jakarta Pilih 'Malu-maluin' Pembakar Sampah di Medsos
-
Menas Erwin Diduga 'Sunat' Uang Suap, Dipakai untuk Beli Rumah Pembalap Faryd Sungkar
-
RDF Plant Rorotan, Solusi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
-
KPK Cecar Eks Dirjen Perkebunan Kementan Soal Pengadaan Asam Semut
-
Buka Lahan Ilegal di Kawasan Konservasi Hutan, Wanita Ini Terancam 11 Tahun Bui