Suara.com - Komnas Perempuan mengusulkan agar tindak perkosaan masuk dalam kategori tindak pidana terhadap tubuh. Bukan sebagai tindak pidana terhadap kesusilaan.
Sebagaimana diketahui, perkosaan tidak masuk dalam 9 jenis kekerasan seksual yang termuat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Selain perkosaan, tindak pemaksaan aborsi juga tidak masuk ke dalam undang-undang tersebut.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan, dalam kasus perkosaan, perempuan kerap berada dalam posisi yang disalahkan. Pasalnya, ada nilai kesusilaan lah yang kemudian merekat pada tindak pidana tersebut.
"Dia (perkosaan) juga menempatkan khususnya perempuan ke posisi yang seringkali disalahkan karena ketika nilai kesusilaan direkatkan kepada tindak kekerasan, seringkali yang diacuhkan sebagai indikator susila adalah korban bukan pelaku," kata Andy dalam diskusi bertajuk 'Respons RKUHP Terhadap UU TPKS: Memaksimalkan Pemulihan Korban', Rabu (25/5/2022).
Dengan menempatkan perkosaan sebagai tindak pidana terhadap tubuh, kata Andy, nantinya hal itu akan mempermudah penegak hukum melakukan proses hukum. Kemudian, aparat penegak hukum juga dapat dengan mudah menerima laporan terkait perkosaan.
"Dengan memisahkan tindak pidana perkosaan sebagai tindak pidana tubuh, ini akan memudahkan aparat penegak hukum untuk melakukan proses hukum atas laporan," jelas dia.
Pada kesempatan yang sama Maidina Rahmawati selaku peneliti ICJR menyatakan, aborsi dan perkosaan tidak masuk ke dalam 9 jenis kekerasan seksual yang termuat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Adapun 9 jenis kekerasan seksual yang termuat dalam undang-undang tersebut adalah pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasespsi, dan pemaksaan sterilisasi. Kemudian ada pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, ekspoitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Untuk itu, ICJR meminta agar pemerintah dan DPR melakukan definisi ulang terkait tindak aborsi sebagai bentuk kekerasan seksual dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Di sini, bahwa perkosaan dan aborsi tidak masuk ke dalam perumusan 9 jenis kekerasan seksual di dalam UU TPKS," sebut Maidina.
Maidina menilai langkah memasukkan aborsi ke dalam jenis kekerasan seksual menjadi penting. Sebab, tindak aborsi -- terlebih ada unsur pemaksaan -- sudah masuk ke dalam jenis kekerasan seksual.
"Yang perlu kita dorong kedepannya adalah untuk memastikan bahwa perumusan pemaksaan aborsi ini dinyatakan secara tegas di dalam RKUHP sebagai bentuk kekerasan seksual," sambungnya.
Tidak hanya itu, dia juga tidak menolak apabila alasan tidak dimuatnya tindak pidana pemaksaan aborsi dalam UU TPKS dikarenakan sudah tertuang dalam Pasal 347 KUHP. Juga, hal itu sudah diakomodir dalam Pasal 269 Ayat (2) dan (3) RKUHP.
Namun, pendefinisian tindak pidana pemaksaan aborsi sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual tetap menjadi penting. Pasalnya, tindakan itu juga dapat menjadi subjek dari UU TPKS.
Maidina menjelaskan, hal itu sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 4 Ayat (2) UU TPKS. Dijelaskan bahwa tindak pidana lainnya dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual apabila diatur secara tegas dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berita Terkait
-
Dorong Perlindungan Korban Kasus Aborsi di RKUHP, Komnas Perempuan Ungkit Fenomena Janji Dinikahi Pacar
-
ICJR Minta Agar Pemaksaan Aborsi Masuk Kategori Kekerasan Seksual Dalam RKUHP
-
Dukung Restitusi UU TPKS, ICMI DIY: Pelaku Kekerasan Seksual Patut Dimiskinkan karena Membuat Orang Menderita
-
Pria Paruh Baya Tiga Tahun Perkosa Keponakan yang Masih 11 Tahun, Diiming-imingi Uang Rp10 ribu Agar Tidak Mengadu
-
Rapat Perdana Kabinet Baru Prancis Digoyang Isu Pemerkosaan
Terpopuler
- Kopi & Matcha: Gaya Hidup Modern dengan Sentuhan Promo Spesial
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Breaking News! Keponakan Prabowo Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota DPR RI Gerindra, Ada Apa?
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
- Patrick Kluivert Senyum Nih, 3 Sosok Kuat Calon Menpora, Ada Bos Eks Klub Liga 1
Pilihan
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
Terkini
-
Tim Pencari Fakta Dibentuk: LNHAM Siap Bongkar Borok Kekerasan Aparat di Kerusuhan Agustus
-
BMKG Warning! Cuaca Ekstrem Ancam Indonesia Sepekan ke Depan, Waspada Hujan Lebat
-
Inisiatif Ungkap Fakta Kerusuhan Agustus; 6 Lembaga HAM 'Gerak Duluan', Bentuk Tim Independen
-
DPR 'Angkat Tangan', Sarankan Presiden Prabowo Pimpin Langsung Reformasi Polri
-
KPK Tindak Lanjuti Laporan Soal Dugaan Anggaran Ganda dan Konflik Kepentingan Gus Yaqut
-
Usai Serangan Israel, Prabowo Terbang ke Qatar Jalani Misi Solidaritas
-
Kenapa Ustaz Khalid Basalamah Ubah Visa Haji Furoda Jadi Khusus? KPK Dalami Jual Beli Kuota
-
Komisi III DPR Dukung Rencana Prabowo Bentuk Tim Reformasi Polri
-
Greenpeace Murka, Kecam Izin Baru PT Gag Nikel yang Bakal Merusak Raja Ampat
-
Terungkap! Ini yang Dicecar KPK dari Khalid Basalamah dalam Skandal Korupsi Haji