Suara.com - Masyarakat saat ini dinilai lebih cerdas dalam menyambut Pilpres 2024 ketimbang Pilpres 2024. Isu politik identitas pun dinilai sudah tidak relevan untuk pemilu mendatang.
Hal ini disampaikan oleh pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib. Ia menjelaskan literasi masyarakat tentang berita bohong atau hoaks sudah membaik, lantaran semakin cerdas.
“Sudah tidak relevan (politik identitas) untuk Pilpres 2024 nanti. Kenapa? Karena masyarakat sudah makin cerdas," ujar Ridlwan dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (15/6/2022).
"Literasi masyarakat tentang hoaks, berita palsu, berita bohong itu sudah makin baik. Mungkin di 2014, 2019 berita hoaks masih bisa dan banyak beredar di WA grup, tapi di 2024 saya tidak yakin,” lanjutnya.
Menurutnya, hal tersebut tak terlepas dari faktor banyaknya generasi Z atau milenial yang sudah "melek" digital dan unggul dalam literasi, sehingga mereka sudah memahami mana berita palsu, hoaks dan bohong.
Dengan demikian, menurutnya, maka narasi politik identitas yang negatif sudah harus ditinggalkan.
“Sebenarnya berpolitik identitas itu boleh boleh saja, misalnya kampanye dengan menggunakan jargon agama itu sah-sah saja," ucap Ridlwan.
"Yang tidak boleh adalah jika menggunakan politik identitas untuk menyalahkan pihak lain di luar kelompoknya, bahkan mengampanyekan khilafah,” sambungnya.
Dia menekankan mengampanyekan atau mempromosikan Indonesia harus menganut hukum agama tertentu, artinya sudah menyalahi serta melanggar konsensus nasional yang telah disepakati para pendiri bangsa.
Baca Juga: Ganjar Pranowo dan Erick Thohir Dipercaya Jadi Pasangan Ideal Maju Pilpres 2024
“Jadi, politik identitas itu boleh saja asal yang positif, yang tidak bertentangan dengan agama, yang bertujuan memajukan bangsa dan tidak mengganggu orang lain, itu positif. Jadi politik identitas jangan selalu dipahami negatif,” pesan Ridlwan.
Ia juga menyebut dalam perjalanan demokrasi di Indonesia, seringkali ditemui oknum berkepentingan. Oknum itu biasanya memanfaatkan isu sentimen agama, yang menimbulkan reaksi balik dari kelompok masyarakat yang merasa terganggu dengan isu tersebut.
Kondisi itu mengakibatkan kerukunan, persatuan, kemajemukan, tenggang rasa bangsa tercederai oleh narasi keagamaan yang dipaksakan dalam politik.
“Indonesia menganut kebebasan demokrasi, tiap orang boleh berekspresi, itu wajib dijaga, akan tetapi kebebasan berekspresi itu tidak boleh melanggar kebebasan orang lain, nah termasuk dalam hal berpolitik itu tadi,” tutur Ridlwan.
Tidak hanya itu, kata dia, kondisi iklim demokrasi yang dirusak dengan pertarungan sentimen agama justru semakin melanggengkan jalan bagi kelompok radikal guna mewujudkan visi-misinya, seperti mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi atau sistem yang mereka percaya.
“Kalau negara ini chaos, maka mereka akan bilang ‘inilah bukti bahwa Pancasila gagal dan tidak relevan lagi bagi bangsa Indonesia, negara ini gagal, maka ganti lah Pancasila ke sistem khilafah, karena terbukti bangsa ini pecah, maka ayo ganti ke sistem agama’. Tentunya hal itu yang menjadi tujuan mereka,” ujar Ridlwan.
Berita Terkait
-
Ganjar Pranowo dan Erick Thohir Dipercaya Jadi Pasangan Ideal Maju Pilpres 2024
-
Pengamat Sebut Politik Identitas Sudah Tak Relevan Diterapkan di Pilpres 2024, Ini Alasannya
-
Prof Hotman Siahaan Sebut Duet Ganjar Pranowo - Erick Thohir untuk Pilpres 2024 Sebagai Pasangan Ideal
-
Jaring Tiga Nama Capres Lewat Rakernas Nasdem, Surya Paloh: Kami Tak Ingin 'Membebek' Pada Hasil Survei
-
2 Menteri Baru Tak Sesuai Latar Belakang Pengalaman, Pengamat: Itu Style Jokowi
Terpopuler
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 6 Shio Ini Diramal Paling Beruntung dan Makmur Pada 11 Desember 2025, Cek Kamu Salah Satunya?
- Kode Redeem FC Mobile 10 Desember 2025: Siap Klaim Nedved dan Gems Melimpah untuk Player F2P
Pilihan
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
Terkini
-
DPR Desak BRIN Ubah Pendekatan Penanganan Bencana: Fokus Riset, Mitigasi, dan Pendidikan
-
Bawa Kasus ke Jakarta, Pengacara Ungkap Sederet Kejanggalan Kasus Penembakan 5 Petani di Pino Raya
-
Hujan Deras Lumpuhkan Tiga Koridor Transjakarta, Rute Dialihkan karena Pohon Tumbang
-
Eksekusi Brutal Dua Matel di Kalibata: Bagaimana Semua Jejak Lenyap?
-
Pengamat: Usulan Kapolri Dipilih Langsung Presiden Masuk Akal, DPR Justru Ganggu Check and Balances
-
3 Santriwati Hanyut Sungai Lusi Ditemukan Meninggal, Total Korban Jiwa Menjadi Lima
-
Pilkada Kembali ke DPRD: Solusi Hemat Anggaran atau Kemunduran Demokrasi?
-
Muncul Perkap Anggota Polri Bisa Jabat di 17 Kementerian/Lembaga, Ini Respons Komisi III DPR
-
Polisi Ungkap Pemicu Kebakaran Maut Terra Drone: Akibat Baterai 30.000 mAh Jatuh
-
18 Hari Mengungsi, Korban Banjir Pidie Jaya Butuh Tenda untuk Kembali ke Kampung Halaman