Suara.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI mempertanyakan maksud dari rencana pasal penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP.
Ketua BEM Fakultas Hukum UI, Adam Putra menyatakan, pasal 218 RKUHP ini tidak jelas dan perpotensi menjadi pasal karet yang mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi seluruh masyarakat Indonesia.
"Apa urgensi dari pasal ini, mengingat pasal penghinaan presiden yang dulu ada di KUHP itu sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Adam dalam jumpa pers Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Kamis (16/6/2022).
MK melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah menegaskan bahwa pasal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum karena parameter penghinaannya tidak jelas, mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta seharusnya presiden dan wakil presiden sejatinya sama di depan hukum.
"Padahal, pasal penghinaan yang secara khusus ditujukan kepada pribadi itu sudah ada, jadi kami betul-betul mempertanyakan apa urgensi dari dihidupkan kembali pasal ini. MK juga menegaskan bahwa pasal serupa tidak boleh lagi dihidupkan," tegasnya.
Ada pun pasal 218 dalam RUKHP ini berbunyi; Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Ancaman hukuman penjara bisa ditingkatkan menjadi satu tahun apabila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik lainnya. Ini terkandung dalam Pasal 219 yang berbunyi:
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Selain itu, pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berdemokrasi adalah pasal 240 RKUHP mengenai setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang mengakibatkan kerusuhan.
Baca Juga: Mayoritas DPW Nasdem se-Indonesia Usulkan Anies Baswedan Jadi Bakal Calon Presiden 2024
"ini tidak lagi relevan untuk RKUHP membawa pasal-pasal seperti ini yang menegasikan prinsip persamaan di depan hukum antara pemerintah dan warga negaranya," tutur Adam.
Aliansi Nasional Reformasi KUHP juga sudah menyerahkan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar membuka draf RKUHP terbaru kepada masyarakat.
Surat terbuka itu diserahkan Aliansi Nasional Reformasi KUHP ke Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (9/6/2022). Surat itu juga ditujukan bagi DPR RI.
Berita Terkait
-
Dilantik Jadi Mendag, Video Zulkifli Hasan Dimarahi Harrison Ford Viral Lagi
-
Temui Presiden Jerman, Jokowi Diskusi Soal Situasi Perang di Ukraina
-
Siap Hadapi Persib, Pelatih Persebaya Surabaya Klaim Kantongi Cara Redam Ciro Alves
-
Bertemu Di Istana Bogor, Jokowi Dan Presiden Jerman Bahas Soal Situasi Di Ukraina
-
KPA: Penunjukan Eks Panglima TNI Menjadi Menteri ATR/BPN Dianggap Berpotensi Timbulkan Konflik Kepentingan
Terpopuler
- 7 Sepatu New Balance Diskon 70 Persen di Sports Station, Mulai Rp100 Ribuan
- Petugas Haji Dibayar Berapa? Ini Kisaran Gaji dan Jadwal Rekrutmen 2026
- 5 Mobil Bekas Selevel Innova Budget Rp60 Jutaan untuk Keluarga Besar
- Liverpool Pecat Arne Slot, Giovanni van Bronckhorst Latih Timnas Indonesia?
- 5 Pilihan Ban Motor Bebas Licin, Solusi Aman dan Nyaman buat Musim Hujan
Pilihan
-
4 Rekomendasi HP Layar AMOLED Paling Murah Terbaru, Nyaman di Mata dan Cocok untuk Nonton Film
-
Hasil Liga Champions: Kalahkan Bayern Muenchen, Arsenal Kokoh di Puncak Klasemen
-
Menkeu Purbaya Diminta Jangan Banyak Omon-omon, Janji Tak Tercapai Bisa Jadi Bumerang
-
Trofi Piala Dunia Hilang 7 Hari di Siang Bolong, Misteri 59 Tahun yang Tak Pernah Tuntas
-
16 Tahun Disimpan Rapat: Kisah Pilu RR Korban Pelecehan Seksual di Kantor PLN
Terkini
-
Pengamat: Pertemuan Makin Intens, Dasco Jadi Teman Brainstorming Gagasan Presiden Prabowo
-
Tanggapi Polemik PBNU, PWNU DIY Tegaskan Masih Tetap Akui Ketum Gus Yahya dan Dorong Islah
-
Soleh Solihun Kritik Sistem Mutasi Pemprov DKI, Begini Tanggapan DPRD
-
Tragis! Ayah di Jakut Setubuhi Putri Kandung hingga Hamil, Terungkap Setelah Korban Berani Melapor
-
KPK Klaim Punya Bukti Penghilangan Barang Bukti oleh Maktour dalam Kasus Haji
-
Mendagri Puji Pesona Alam Hingga Kekayaan Sejarah Banda Neira Saat Resmikan Banda Heritage Festival
-
Ira Puspadewi Dapat Rehabilitasi, ICW: Presiden Prabowo Harus Berhenti Intervensi Kasus Korupsi
-
Kuasa Hukum Bongkar Fakta Baru: Tiga Sidik Jari di Lakban Arya Daru Dibiarkan Tanpa Analisis
-
Keluarga Veteran di Matraman Tolak Pengosongan Rumah Rampasan Belanda: Bukan Rumah Dinas!
-
PWNU Serukan Islah! Kiai Daerah Minta Gus Yahya dan Rais Aam Akhiri Konflik Jelang Muktamar