Suara.com - Wakil Presiden Maruf Amin mewakili Presiden Jokowi untuk memimpin Delegasi Indonesia Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP) ke-27 di Sharm El Sheikh International Convention Centre (SHICC) Mesir, pada 6 hingga 18 November 2022.
Saat berpidato dalam forum dunia tersebut pada 7 November lalu, Maruf Amin memaparkan target penurunan emisi sebagaimana disampaikan dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada September 2022.
Dalam NDC baru, pemerintah berjanji mengurangi emisi gas rumah kaca dari sebelumnya 29 persen menjadi 31,89 persen secara mandiri. Adapun dengan bantuan internasional, pemerintah meningkatkan target penurunan emisi karbon dari 41 persen menjadi 43,2 persen.
Target NDC tersebut dibangun berdasarkan beberapa kebijakan pemerintah setahun terakhir di sektor-sektor penghasil emisi terbesar, seperti FoLU atau forest and other land uses (sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya) dan energi.
Direktur Eksekutif Satya Bumi, Annisa Rahmawati menyebut isu yang dibawa pemerintah Indonesia cukup krusial.
"Namun, dokumen peningkatan target NDC Indonesia memiliki sejumlah opsi kebijakan problematik," ujar Annisa Rahmawati dalam keterangannya, Selasa (8/11/2022).
Di sektor energi, misalnya, pemerintah mengandalkan penurunan emisi dari program bahan bakar nabati B40 dengan kandungan 40 persen minyak sawit untuk campuran solar. Namun Annisa menekankan masih banyak pekerjaan rumah dalam tata kelola sawit kita yang harus dibenahi, termasuk standar lingkungan dan sosial sawit yang memastikan tidak ada perluasan lahan sawit baru di tutupan hutan dan gambut, serta memastikan keadilan bagi masyarakat, transparansi pelibatan petani kecil sawit mandiri dalam sistem dan pengelolaannya.
Begitu pula untuk kendaraan listrik, salah satu yang perlu disorot adalah kegiatan pertambangan nikel untuk baterainya harus dipastikan tidak merampas ruang hidup rakyat dan mencemari lingkungan.
Langkah lain yang dilakukan pemerintah yakni melakukan pemensiunan dini PLTU batubara. Annisa mendukung strategi ini dan mempercepat pengalihan kepada energi terbarukan.
Baca Juga: Climate Reality Indonesia Luncurkan Buku Menjalin Ikhtiar Merawat Bumi
"Namun jangan sampai yang muncul hanya solusi-solusi palsu, seperti co-firing biomassa di PLTU dan B40 yang justru berpotensi memperparah krisis iklim," ujarnya.
Namun dengan adanya Perpres Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Perpres EBT) justru masih memberikan ruang bagi PLTU beroperasi sampai 2050. Dengan kata lain, proyek PLTU masih akan terus berjalan dan menambah emisi hingga beberapa tahun ke depan.
"Hal ini tidak sesuai dengan situasi kedaruratan yang kita hadapi saat ini. Jika pemerintah benar-benar memiliki komitmen mengatasi perubahan iklim melalui transisi energi, penggunaan batubara seharusnya sudah mulai dihentikan bertahap atau phaseout secepatnya, tidak bisa menunggu 2050 seperti yang dilakukan negara-negara lain," ujarnya.
Annisa menegaskan, komitmen pemerintah terhadap perubahan iklim harus segera diejawantahkan dengan langkah-langkah nyata seperti mitigasi, adaptasi, serta mempersiapkan pendanaan. Mantan Senior Forest Campaigner Greenpeace Southeast Asia ini mengapresiasi pernyataan Ma'ruf yang mendesak negara-negara maju untuk menggandakan penyediaan pendanaan iklim kolektif mereka untuk adaptasi iklim di negara-negara berkembang.
Hal tersebut dapat diperkuat melalui peta jalan yang konkret, termasuk pengaturan pendanaan pada kerugian dan kerusakan (loss and damages) yang akan didirikan berdasarkan Kerangka Kerja UNFCCC.
"Dengan demikian, seluruh stakeholder termasuk sektor swasta mesti berkontribusi, korporasi juga harus diminta pertanggungjawaban atas emisi yang dikeluarkannya. Jadi bebannya tidak hanya pada negara, tetapi semua pihak turut terlibat," ujarnya.
Berita Terkait
-
Climate Reality Indonesia Luncurkan Buku Menjalin Ikhtiar Merawat Bumi
-
Indonesia Ajak Dunia Internasional Perhatikan Negara Kepulauan
-
Ini Tiga Poin Solusi Perubahan Iklim Tawaran Indonesia di KTT COP ke-27 Mesir
-
Berbicara Di KTT COP27 Mesir, Wapres Maruf Amin Sampaikan 3 Pandangan Indonesia Soal Perubahan Iklim
-
Kata Siapa Ma'ruf Amin Tak Kerja, Wapres Justru Serukan 3 Poin untuk Hadapi Perubahan Iklim
Terpopuler
- Feri Amsari Singgung Pendidikan Gibran di Australia: Ijazah atau Cuma Sertifikat Bimbel?
- 7 Mobil Kecil Matic Murah untuk Keluarga Baru, Irit dan Perawatan Mudah
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
Pilihan
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
-
Heboh Kasus Ponpes Ditagih PBB hingga Diancam Garis Polisi, Menkeu Purbaya Bakal Lakukan Ini
Terkini
-
Jejak Korupsi Riza Chalid Sampai ke Bankir, Kejagung Periksa 7 Saksi Maraton
-
'Tidak Dikunci, tapi Juga Tidak Dipermudah,' Dilema MPR Sikapi Wacana Amandemen UUD 1945
-
Lisa Mariana Sumringah Tak Ditahan Polisi Usai Diperiksa Sebagai Tersangka: Aku Bisa Beraktivitas!
-
Menhut Klaim Karhutla Turun Signifikan di Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo, Ini Kuncinya
-
'Apa Hebatnya Soeharto?' Sentilan Keras Politisi PDIP Soal Pemberian Gelar Pahlawan
-
Efek Jera Tak Mempan, DKI Jakarta Pilih 'Malu-maluin' Pembakar Sampah di Medsos
-
Menas Erwin Diduga 'Sunat' Uang Suap, Dipakai untuk Beli Rumah Pembalap Faryd Sungkar
-
RDF Plant Rorotan, Solusi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
-
KPK Cecar Eks Dirjen Perkebunan Kementan Soal Pengadaan Asam Semut
-
Buka Lahan Ilegal di Kawasan Konservasi Hutan, Wanita Ini Terancam 11 Tahun Bui