Suara.com - Bencana alam yang terjadi di Indonesia rupanya dipandang kelompok radikal sebagai 'azab' karena pemerintah Indonesia tidak menerapkan sistem khilafah. Pandangan tersebut langsung mendapatkan respons dari Asosiasi Dai-Daiyah Indonesia (ADDI).
ADDI dengan tegas membantah pandangan kelompok radikal tersebut. Menurutnya, opini tersebut merupakan buah permainan dari kelompok radikal.
"Ironisnya musibah atau bencana terutama di Indonesia justru 'dimainkan' kelompok radikal dengan mengklaim bencana itu akibat tidak diterapkannya sistem khilafah," ujar Ketua Umum ADDI Dr. Moch Syarif Hidayatullah melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (3/12/2022).
Syarif menjelaskan bahwa musibah tidak bisa dikaitkan dengan azab karena kondisi sekarang berbeda dengan zaman para nabi dahulu. Menurutnya, dulu nabi mendapatkan jawaban langsung dari Allah SWT apakah suatu bencana merupakan musibah atau azab.
Konteks itu, lanjutnya, perlu dipahami, khususnya jika bencana alam dalam kitab suci termasuk Al Quran dijelaskan sebagai azab. Itu karena adanya penjelasan dari Allah SWT kepada para nabi mengenai pelanggaran yang konkrit. Terlebih di masa itu, nabi memang mendapat wahyu dan bisa menjelaskannya.
Sementara di zaman sekarang, tidak ada nabi, sehingga klaim yang disampaikan kelompok yang mempolitisasi dengan menyebut bencana karena tidak menerapkan khilafah adalah asumsi tidak berdasar.
"Persepsi seperti itu sama saja dengan ngawur. Apalagi negara islam di seluruh dunia tidak ada yang menggunakan sistem khilafah," lanjutnya.
Ia menegaskan bahwa terlalu naif kelompok radikal mengklaim bencana alam karena Indonesia tidak menerapkan sistem khilafah karena faktanya memang tidak demikian.
"Kita tidak boleh menanggapi bencana sebagai azab gara-gara tidak menerapkan sistem tertentu. Sungguh itu sangat tidak berempati terhadap korban," ujarnya.
Baca Juga: Ganjar Siapkan Anggaran Darurat Rp15 Miliar untuk Atasi Bencana di Jawa Tengah
Syarif menegaskan tidak ada jaminan jika menerapkan khilafah maka tidak akan ada musibah sebab musibah merupakan bagian dari sunataullah. Hal itu juga sebagai pengingat kepada manusia, baik tentang dosa ataupun kesalahan manusia seperti eksploitasi lahan yang berlebihan.
Apalagi gempa bumi yang susah diprediksi dan merupakan faktor alam. Selain itu, Indonesia juga berada di kawasan rawan gempa akibat lempengan-lempengan bumi yang sering bergeser.
Menurut Wakil Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut, ulama di dunia mengatakan bahwa pemerintahan yang menggantikan pemerintahan nabi tidak harus dalam bentuk khilafah, seperti versi Hizbut Tahrir dan Khilafatul Muslimin.
Bahkan, lembaga fatwa resmi Mesir, yakni Dar Al-Ifta memfatwakan segala bentuk pemerintahan baik itu monarki, republik ataupun bentuk lain, selama masyarakat bisa menjalankan syariat islam, menjamin orang mudah mencari penghidupan maka hal itu sudah mencerminkan kekhilafahan yang menggantikan kepemimpinan nabi.
"Khilafah itu sebenarnya bermakna sistem penggantian pemerintahan atau kepemimpinan nabi dalam mengurus agama dan dunia," ujarnya.
Namun, modelnya bisa macam-macam bukan tunggal. Hal itu ditunjukkan bagaimana Khulafaur Rasyidin bergantian dan sistemnya tidak baku. Kedua, ketika berganti menjadi daulah-daulah seperti Abbasyiah, Ustmaniyah itu berbasis keluarga jatuhnya monarki.
Berita Terkait
-
Ganjar Siapkan Anggaran Darurat Rp15 Miliar untuk Atasi Bencana di Jawa Tengah
-
CEK FAKTA: Bendera Khilafah Dikibarkan Saat Pembukaan Piala Dunia di Qatar, Benarkah?
-
Relawan Gempa Mundur dari Cianjur karena Banyak Pungli dan Tindakan Intoleransi
-
Bikin Merinding! Hard Gumay Prediksi Bencana Tahun 2023: Gelombang Besar Akan Datang ke Daerah Ini
-
Hilangkan Trauma, Polwan Purwakarta Hibur Korban Gempa Bumi Cianjur
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Harga Emas Naik Berturut-turut! Antam Tembus Rp 2,399 Juta di Pegadaian, Rekor Tertinggi
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
Terkini
-
Forum Debat Mahasiswa Semarang: Suarakan Kebijakan Publik dan Masa Depan Indonesia
-
Kuasa Hukum Beberkan Alasan: Penetapan Nadiem Makarim Sebagai Tersangka Dinilai Cacat Hukum
-
Dua Sekolah Internasional di Tangerang Selatan Dapat Teror Bom, Saat Dicek Ternyata Nihil
-
Tebuireng Disebut Jadi Contoh Bangunan Pesantren Ideal oleh Menteri PU
-
Biaya Hanya Rp 75 Ribu, Ini Daftar Lokasi SIM Keliling DKI Jakarta Hari Ini
-
Kementerian PU Akan Mulai Bangun Ulang Ponpes Al Khoziny yang Ambruk, Berapa Perkiraan Biayanya?
-
Anggaran Dipangkas Rp 15 Triliun, Gubernur DKI Siapkan Obligasi Daerah, Menkeu Beri Lampu Hijau
-
Dicecar KPK Soal Kuota Haji, Eks Petinggi Amphuri 'Lempar Bola' Panas ke Mantan Menag Yaqut
-
Hotman 'Skakmat' Kejagung: Ahli Hukum Ungkap Cacat Fatal Prosedur Penetapan Tersangka
-
4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'