Suara.com - Yayasan Kurawal menyebut pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang merupakan langkah terbaru Rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meruntuhkan sendi negara hukum dan mengubah Indonesia menjadi negara kekuasaan.
Ia mengemukakan, pengesahan KUHP bukan suatu peristiwa yang berdiri sendiri.
"Deretan undang-undang dan regulasi yang disahkan dari kolaborasi antara pemerintah dan DPR sepanjang kekuasaan Jokowi menunjukkan upaya sistematis dalam penggunaan hukum untuk melindungi dan melayani kepentingan penguasa, serta menindas warga negara yang mengekspresikan penolakan atas kesewenang-wenangan negara tersebut," tulis Kurawal dalam keterangan, Rabu (7/12/2022).
Kurawal menyoroti rapat paripurnya pengesahan RKUHP yang disebut hanya dihadiri 18 anggota DPR secara langsung.
Menurut mereka, hal tersebut menunjukkan elite politik tak lagi peduli dengan aspirasi dan kepentingan warga negara yang seharusnya menjadi tuan mereka.
"Berbagai puja-puji yang digonggongkan oleh Rezim Jokowi kepada publik, yang menyatakan bahwa pengesahan KUHP ini merupakan momen bersejarah reformasi hukum pidana di Indonesia, adalah sebuah dusta besar dari sebuah rezim yang tidak ragu untuk memangkas hak-hak warganya dengan keji untuk melanggengkan kekuasaan," kritik Kurawal.
Lebih lanjut, pengesahan KUHP disebut menunjukkan Rezim Jokowi dan DPR, serta sistem politik yang menaunginya, telah kehilangan legitimasi moral, politik, dan hukum untuk merepresentasikan kepentingan warga negara.
"Dihancurkannya negara hukum akibat persekongkolan jahat antara rezim Jokowi dan DPR menunjukkan kepada kita bahwa saatnya sudah tiba untuk mengabaikan negara. Pembangkangan adalah sebenar-benarnya pilihan," tegas mereka.
Pada Selasa (6/12/2022) kemarin, DPR resmi mengesahkan RKUHP menjadi Kita Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) meskipun pengesahan masih menuai banyak kritikan dari masyarakat.
Baca Juga: Drama Pengesahan RKUHP: Puan Tak Hadir, Pimpinan DPR Disebut Diktator
Hal itu karena masih terdapat sejumlah pasal yang bermasalah, khususnya mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi. Pengesahan dilakukan dalam sidang paripurna masa persidangan II tahun sidang 2022-2023.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Digelar Terpisah, Korban Ilegal Akses Mirae Asset Protes Minta OJK Mediasi Ulang
-
Respons Ide 'Patungan Beli Hutan', DPR Sebut Itu 'Alarm' Bagi Pemerintah Supaya Evaluasi Kebijakan
-
Tinjau Lokasi Banjir Aceh, Menteri Ekraf Terima Keluhan Sanitasi Buruk yang 'Hantui' Pengungsi
-
Mensos Sebut Penggalang Donasi Tanpa Izin Terancam Sanksi Rp10 Ribu: Warisan UU Tahun 60-an
-
Komisi Reformasi Pertimbangkan Usulan Kapolri Dipilih Presiden Tanpa Persetujuan DPR
-
Ironi Hakordia, Silfester Matutina Si Manusia Kebal Hukum?
-
Mensos Sebut Donasi Bencana Boleh Disalurkan Dulu, Izin dan Laporan Menyusul
-
Usai dari Pakistan, Prabowo Lanjut Lawatan ke Moscow, Bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin
-
Tragedi Terra Drone: Kenapa 22 Karyawan Tewas? Mendagri Siapkan Solusi Aturan Baru
-
Solidaritas Nasional Menyala, Bantuan Kemanusiaan untuk Sumatra Tembus 500 Ton