Suara.com - Wakil Menteri Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Budi Arie membantah wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa akan menguntungkan partai politik.
Dia mengklaim, wacana itu hanya soal revisi Undang-undang Desa.
"Enggak lah, itu kan murni bahwa soal revisi Undang-undang Desa. Itu kan memang bagian dari perbaikan menyeluruh, bagaimana perjalanan Undang-Undang desa ini berikutnya," ujarnya saat ditemui wartawan di FX Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (8/2/2023).
Dia mengemukakan, Undang-undang Desa telah ada 10 tahun, dalam kurun waktu itu menurutnya membutuhkan perbaikan mengikut perkembangan.
"Tentu ada pemikiran-pemikiran untuk lakukan perbaikan, penyempurnaan sesuai dengan kondisi lapangan," ujar Budi.
Budi yang merupakan Ketua Relawan ProJokowi, menegaskan wacana revisi Undang-undang Desa demi kepentingan publik.
"Jadi tidak ada politisasi, ini kan revisi Undang-undang Desa kan, untuk seluruh desa dari Sabang sampai Merauke," katanya.
"Soal parpol berkepentingan, jangan kan parpol, semua publik juga berkepentingan terhadap nasib pembangunan desa di desa," sambungnya.
Perpanjangan Jabatan Kepala Desa Bukan Kepentingan Rakyat
Baca Juga: Siapa Apip Nurahman yang Tolak Jabatan Kades 9 Tahun? Kritiknya Berbuntut Panjang
Mengutip dari Warta Ekonomi--jaringan Suara.com, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat menilai, perpanjangan masa jabatan presiden menjadi sembilan tahun dari enam tahun bermuatan politik yang menguntungkan partai politik tertentu.
Dia menyoroti Presiden Joko Widodo yang memanggil Budiman Sudjatmiko, untuk menjelaskan maksud dari unjuk rasa yang digelar ratusan perangkat desa di Gedung DPR-MPR RI beberapa waktu lalu.
"Tuntutan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa menjadi sembilan tahun kemudian tuntutan kepala desa untuk dimasukkan sebagai ASN menjadi pertanyaan besar,” kata dia pada Selasa 31 Januari 2023 lalu.
Menurutnya hal itu menjadi aneh, sebab kepala desa yang dipilih rakyat melakukan demonstrasi menuntut perpanjangan masa jabatannya, bukan rakyat yang mengajukannya.
Atas hal itu, dia pun menilai, wacana perpanjangan jabatan kepala desa bukan kepentingan rakyat, tak lain kelompok yang haus kekuasaan.
"Kemudian ancaman sejumlah kepala desa dari Pulau Madura, Jawa Timur yang mengancam akan menghabisi suara partai politik yang menolak perpanjangan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun pada Pemilu 2024. Ini cara-cara preman ingin memaksakan kehendak, bukan cara-cara seorang negarawan,” ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
Terkini
-
OTT KPK di Riau! Gubernur dan Kepala Dinas Ditangkap, Siapa Saja Tersangkanya?
-
KPK Sebut OTT di Riau Terkait dengan Korupsi Anggaran Dinas PUPR
-
Polisi Berhasil Tangkap Sindikat Penambangan Ilegal di Taman Nasional Gunung Merapi
-
600 Ribu Penerima Bansos Dipakai Judi Online! Yusril Ungkap Fakta Mencengangkan
-
Pemerintah Segera Putihkan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan, Catat Waktunya!
-
Pengemudi Ojol Jadi Buron Usai Penumpangnya Tewas, Asosiasi Desak Pelaku Serahkan Diri
-
Sempat Kabur Saat Kena OTT, Gubernur Riau Ditangkap KPK di Kafe
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru