Suara.com - Pandangan Surmi mendadak gelap, yang kelihatan cuma bintik hitam. Wanita 50 tahun itu tidak dapat lagi melihat apapun dalam radius 5-10 meter. Awal mulanya terjadi pada 2019.
RABUN itu dialami Surmi sejak dirinya kerap terpapar abu pekat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu yang berada di Desa Mekarsari, Patrol, Jawa Barat.
Surmi selalu melihat abu menghitam mengudara yang bersumber dari cerobong PLTU setiap beraktivitas di sawah. Tiap sore hari, sekitar pukul 16.00 hingga 18.00 WIB, pembangkit yang dioperasikan untuk mengaliri listrik di wilayah Jawa-Bali itu mengeluarkan abu. Jarak persawahan dengan pembangkit sekitar 500 meter ”Kalau angin dari barat saya harus lari. Terkena abu rasanya perih di mata,” kata Surmi kepada Suara.com, Minggu, 5 Februari 2023.
Tak tahan menahan rasa sakit di matanya berhari-hari, Surmi memutuskan pergi ke salah satu rumah sakit di wilayah Indramayu. Oleh dokter kedua matanya diperiksa. Menurut dokter yang memeriksa, ada gangguan pada retina dan terdapat pendarahan di mata sehingga matanya tidak dapat berfungsi secara normal. Untuk itu, ia dianjurkan untuk operasi mata. ”Sebelum adanya PLTU, saya tidak pernah alami sakit mata,” ungkapnya.
Tak tahan dengan sakitnya, Surmi memilih untuk segera melakukan operasi mata. Ia pun menjalani operasi mata sekitar satu jam. Pascaoperasi, bintik hitam yang muncul di matanya hilang. Surmi cukup lega dengan hasil operasi itu. Namun penglihatannya makin tak tampak. ”Jadi makin tidak jelas melihat,” ujarnya.
Surmi disarankan untuk menggunakan kacamata untuk membantu melihat dengan jelas. Namun hasilnya sama saja. Selang beberapa bulan pascaoperasi, Surmi alami masalah penglihatan lagi. Ia lantas mengajak keluarganya untuk memeriksakan kondisi matanya. Rumah sakit di wilayah Cirebon dan Cikampek ia datangi dengan tekad pulih. ”Belum juga bisa melihat normal,” katanya.
Tak ingin patah arah, Surmi mencoba memeriksakan matanya lagi ke Rumah Sakit Permata. Ia harus menempuh perjalanan selama satu jam dari rumahnya ke Rumah Sakit itu. Surmi harus berangkat subuh untuk bisa tiba di rumah sakit lebih pagi supaya dapat nomor urut antrean lebih awal. ”Total saya sudah operasi lima kali dan injeksi satu kali. Jadi bisa dikatakan sudah enam kali saya operasi mata selama tiga tahun ini,” tuturnya.
Namun, Surmi merasa proses pengobatan membuatnya mengganggu aktivitas dan biaya yang harus dikeluarkan. Ia mencontohkan sekali memeriksakan mata ke rumah sakit harus merogoh koceknya sebanyak Rp500 ribu untuk menyewa mobil satu hari. Rumah Surmi ke Rumah Sakit di Kota berjarak sekitar 20-30 kilometer. Selain itu, ia juga harus mengeluarkan biaya makan selama berada di rumah sakit. ”Karena biaya saya memutuskan untuk berhenti kontrol. Suruh kontrol lagi tapi enggak ada duit,” ucapnya.
Akibat sakit mata itu, Surmi tidak bisa lagi ke sawah. Pekerjaan yang membantunya memenuhi kebutuhan harian keluarga pupus. Banyak tawaran pekerjaan, seperti mencari rumput, menanam di sawah warga, dan memasak ketika ada kegiatan harus ia tolak karena matanya yang sudah rabun. ” Saya rugi karena PLTU, tidak bisa bekerja dengan orang lain. Saya maunya ditutup dan PLTU dua jangan sampai dibangun. Dampaknya sudah terasa,” ujarnya sembari tersedu.
Baca Juga: Hetero For Startup Season 3, Ganjar Pranowo Tak Menyangka Bisa Seluas Ini Jangkauannya
Banyak Pohon Kelapa Mati
Lain Surmi, lain juga dialami oleh Rodi. Menurutnya kendati telah menggunakan sistem Co-firing, dampak yang dirasakan justru lebih buruk. Rodi merupakan seorang petani yang lahannya berada sekitar 500 meter dari PLTU.
Ia menceritakan keberadaan PLTU. Menurutnya, abu yang keluar dari cerobong lebih pekat dan padat. Akibatnya, ia membutuhkan obat semprot lebih banyak dari biasanya untuk tanaman padi di sawah. Hal itu mengakibatkan biaya produksi padi membengkak.
Dalam satu lahan miliknya seluas 70 meter persegi saja, Rodi harus mengeluarkan biaya sebesar Rp10-12 juta sampai panen. Padahal sebelum adanya PLTU biaya yang dikeluarkan berkisar Rp5 juta.”Normalnya butuh obat habis dua botol. Namun karena PLTU bisa bertambah dari dua botol,” kata Rodi dalam perbincangan dengan Suara.com baru-baru ini.
Selain itu, air untuk irigasi persawahan menghitam ketika pembangkit mengeluarkan abu. Hal ini kian memperburuk tanaman padinya. Ia harus memanen lebih lama dari waktu panen pada umumnya. Normalnya padi panen 3-4 bulan. Karena abu dan air irigasi menghitam, waktu panen menjadi enam bulan. ” Sudah biaya besar dan waktunya lama,” kata Robi yang mengaku sudah berulang kali protes kepada pihak perusahaan.
Tak hanya padi, tanaman lain seperti timun dan kacang kerap mati ketika ditanam. Hasil panen yang dihasilkan tidak maksimal karena setiap panen timun dan kacang buahnya jadi kecil-kecil. Lebih parah lagi, tanamannya kerap layu karena terkena abu. ”Menanam sayur-mayur jadi sulit. Tidak berbuah lagi,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
12 Orang Tewas dalam Penembakan Massal Saat Perayaan Hanukkah di Australia
-
Menperin Dorong Industri Berubah Total, Targetnya Zero Waste dan Efisiensi Tinggi
-
Akses Bireuen-Aceh Tengah Kembali Tersambung, Jembatan Bailey Teupin Mane Resmi Rampung
-
Cara Daftar Mudik Nataru Gratis Kemenhub, Hanya untuk 3 Ribu Lebih Pendaftar Pertama
-
Jurus 'Dewa Penyelamat' UB Selamatkan 36 Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera
-
Prabowo Panggil Menteri ke Hambalang, Ada Target Soal Pembangunan Hunian Korban Bencana
-
Jadi Biang Kerok Banjir Kemang, Normalisasi Kali Krukut Telan Biaya Fantastis Rp344 Miliar
-
Gubernur Bobby Nasution Lepas Sambut Pangdam, Sumut Solid Atasi Bencana
-
Fakta Baru Pengeroyokan Maut Kalibata, Ternyata Lokasi Bentrokan Lahan Milik Pemprov DKI
-
LPSK Puji Oditur Militer: 22 Senior Penganiaya Prada Lucky Dituntut Bayar Ganti Rugi Rp1,6 Miliar