Suara.com - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (Sekum PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan pihaknya memberikan dukungan kepada pimpinan, warga, dan simpatisan Muhammadiyah yang maju dalam menjadi calon anggota legislatif (caleg).
Menurutnya, hal tersebut merupakan bagian dari perluasan dakwah Muhammadiyah. Pernyataan tersebut disampaikannya mengingat Muhammadiyah tidak memiliki gerakan-gerakan politik praktis.
"Peran itu memang sudah seharusnya dilakukan oleh warga persyarikatan Muhammadiyah sebagai warga negara dan mereka tentu memiliki cita-cita yang luhur untuk bagaimana memajukan bangsa dan negara melalui peran politik di legislatif maupun di eksekutif," kata Mu'ti di Pusat Dakwah PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2023).
Dia juga menjelaskan bentuk dukungan PP Muhammadiyah agar warganya bisa terjun ke politik praktis ialah aturan bahwa mereka tidak perlu mengundurkan diri dari jabatan struktural di Muhammadiyah.
"Muhammadiyah periode ini memberikan kelonggaran. Kalau disebelumnya, ketika pimpinan menjadi caleg dia harus mundur dari posisinya, kalau sekarang ini nggak perlu," ujar Mu'ti.
"Jadi, mereka yang menjadi pimpinan itu tidak perlu mundur, hanya nonaktif saja untuk periode waktu tertentu selama mereka kampanye," tambah dia.
Nantinya, lanjut Mu'ti, warga Muhammadiyah yang menjadi caleg terpilih boleh menentukan sendiri untuk melanjutkan atau tidak posisinya pada kepengurusan Muhammadiyah.
Sebelumnya ia juga merespons soal adanya gugatan batasan usia capres-cawapres. Mu'ti menyatakan bahwa yang paling penting harus dilihat sebagai referensi pemimpin selanjutnya adalah kompetensi dan kemampuan yang dimiliki capres dan cawapres.
"Bagi Muhammadiyah yang penting dia punya kompetensi, kemampuan dan dia punya integritas yang memang tidak kita ragukan untuk menjadi pemimpin bangsa yang sangat besar ini," katanya.
Baca Juga: Perang Israel Vs Palestina Menggila, Ketum PP Muhammadiyah Anggap PBB Impotensi
Lebih lanjut, dia memberikan contoh sejarah pemimpin pada masa Rasulullah Muhammas SAW. Kala itu, ia mengemukakan, banyak pemimpin dari kalangan tua maupun muda yang berhasil.
"Kalau sejarah macam-macam ya, ada pimpinan yang menjadi pimpinan usia sangat senja, misalnya Usman bin Affan jadi Khalifah usianya sudah sangat kalau ukuran sekarang sangat tinggi," ujarnya.
"Ada juga yang usianya sangat muda, Umar bin Abdul Aziz itu jadi Khalifah bani Umayyah itu umur 35 tahun, nabi Muhammad jadi Rasul 40 tahun, jadi terserah ukurannya mana aja itu relatif," tambah Mu'ti.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Bobby Nasution Berikan Pelayanan ke Masyarakat Korban Bencana Hingga Dini Hari
-
Pramono Anung Beberkan PR Jakarta: Monorel Rasuna, Kali Jodo, hingga RS Sumber Waras
-
Hujan Ringan Guyur Hampir Seluruh Jakarta Akhir Pekan Ini
-
Jelang Nataru, Penumpang Terminal Pulo Gebang Diprediksi Naik Hingga 100 Persen
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
-
KPK Tahan Bupati Bekasi dan Ayahnya, Suap Ijon Proyek Tembus Rp 14,2 Miliar
-
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri
-
Pengalihan Rute Transjakarta Lebak Bulus - Pasar Baru Dampak Penebangan Pohon
-
Mendagri: Pemerintah Mendengar, Memahami, dan Menindaklanjuti Kritik Soal Bencana