Suara.com - Persoalan pengungsi Rohingya yang terus datang ternyata menjadi hal yang perlu disikapi dengan cermat. Penolakan warga lokal kemudian memicu pertanyaan mendasar, apakah Indonesia punya kewajiban urus pengungsi Rohingya secara legal?
Jumlah yang terus meningkat menimbulkan keresahan pada warga sekitar Aceh, yang menjadi lokasi pengungsi ini bersandar dari kapal. Berbagai keluhan disampaikan warga lokal, namun ada pula suara-suara pro pengungsi yang meminta pemerintah bertindak mengurus pengungsi ini.
Lalu Sebenarnya Adakah Kewajibannya secara Legal?
Etnis Rohingya mendapatkan perlakuan diskriminatif oleh pemerintahan Myanmar, dan banyak yang memutuskan melarikan diri dari negara tersebut. Mereka kemudian berpindah menuju ke negara tetangga sekitar Myanmar, salah satunya Indonesia.
Secara legal, aturan mengenai pengungsi dari negara lain tercantum dalam hasil Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Aturan ini berlaku secara internasional untuk negara-negara yang menjadi anggotanya. Nah secara legal, Indonesia belum menjadi negara yang termasuk dalam konvensi tersebut.
Lalu apa artinya?
Atas dasar kemanusiaan, Indonesia dapat membantu pengungsi Rohingya yang datang ke wilayah NKRI. Namun demikian hal ini tetap harus sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, yakni peraturan perundang-undangan nasional dengan memperhatikan hukum, kebiasaan, dan praktik internasional.
Mengacu pada Pasal 3 Perpres 125/2016, penanganan pengungsi memperhatikan ketentuan internasional yang berlaku umum dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Penanganan kemudian dikoordinasikan oleh Menko Polhukam, yang dilakukan dalam rangka perumusan kebijakan meliputi penemuan, penampungan, pengamanan, dan pengawasan keimigrasian.
Konvensi 1951 dan Protokol 1967
Baca Juga: UNHCR: Indonesia Bukan Negara Penerima Terbanyak Pengungsi Rohingya
Hingga saat ini, Indonesia belum menjadi pihak yang terlibat dalam Konvensi Tahun 1951 dan Protokol 1967, kewenangan Pemerintah Indonesia untuk menentukan status pengungsi atau "Refugee Status Determination" (RSD) tidak ada.
Oleh karena itu, pengaturan terkait pengungsi ditangani oleh UNHCR, sebuah lembaga PBB yang bertanggung jawab atas isu pengungsi sesuai dengan mandat yang diberikan berdasarkan Statuta UNHCR Tahun 1950.
Meskipun belum meratifikasi Konvensi Tahun 1951, semua negara tetap diharapkan untuk mematuhi standar perlindungan pengungsi yang telah menjadi bagian dari hukum internasional umum, karena konvensi tersebut dianggap sebagai jus cogens. Oleh karena itu, pengembalian seorang pengungsi ke wilayah di mana kehidupan atau kebebasannya terancam tidak diizinkan.
Peningkatan jumlah pencari suaka menjadi sumber kekhawatiran bagi Indonesia, mengingat negara ini belum meratifikasi Konvensi 1951 Tentang Pengungsi, dan tidak diwajibkan untuk menerima pencari suaka. Jika para pencari suaka masuk ke Indonesia secara ilegal, hal ini dapat mengganggu stabilitas pertahanan dan keamanan Indonesia.
Jadi kesimpulannya apakah Indonesia punya kewajiban urus pengungsi Rohingya adalah bisa tapi dengan berbagai pertimbangan, salah satunya sisi kemanusiaan.
Namun secara aturan resmi, Indonesia tidak memiliki kewajiban sepenuhnya membantu Rohingya, terutama untuk melaksanakan pasal-pasal yang ada di dalam konvensi dan protokol tadi, Indonesia tidak harus menaatinya karena bukan anggota.
Berita Terkait
-
PB SEMMI Sesalkan Aksi Mahasiswa Aceh Usir Paksa Rohingnya: Kedepankan Emosi, Bukan Keilmuan
-
Turunkan Tim ke Banda Aceh, Komnas HAM Sesalkan Aksi Mahasiswa Usir Pengungsi Rohingya
-
Indonesia Waspada Jadi Tujuan Perdagangan Manusia Berkedok Etnis Rohingya
-
Profil Teuku Wariza: Disorot Al-Jazeera, Diduga Korlap Pengusiran Pengungsi Rohingnya
-
UNHCR: Indonesia Bukan Negara Penerima Terbanyak Pengungsi Rohingya
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO