Suara.com - Jelang pergantian presiden RI dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto, Badan Legislasi (Baleg) DPR secara tiba-tiba membahas revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), meskipun sebelumnya tidak termasuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas. Bahkan, panja sudah dibentuk untuk menyusun RUU Wantimpres.
Saat ini, sembilan fraksi menyatakan setuju agar RUU Wantimpres dibawa ke rapat paripurna. Salah satu perubahan utama adalah mengganti nama 'Dewan Pertimbangan Presiden' menjadi 'Dewan Pertimbangan Agung' (DPA).
Ada tiga poin perubahan dalam RUU Wantimpres:
- Mengubah Dewan Pertimbangan Presiden menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
- Jumlah anggota yang awalnya delapan kini diserahkan kepada presiden sesuai kebutuhan
- Syarat menjadi anggota DPA juga mengalami perubahan
Namun, di balik perubahan UU Wantimpres yang berubah nama jadi DPA. Ternyata ada sejarah panjang DPA sejak era orde baru, atau era Presiden Soeharto.
Mengenal Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
Dewan Pertimbangan Agung (DPA) adalah nama yang digunakan untuk Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sebelum amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.
DPA diatur dalam Pasal 16 UUD 1945 sebelum amandemen, dan pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1967 tentang Dewan Pertimbangan Agung. Pada tahun 1978, Undang-Undang ini diubah melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1978.
DPA pertama kali dibentuk pada 25 September 1945 melalui pengumuman pemerintah dengan 11 anggota. Namun, berdasarkan amandemen UUD 1945, lembaga ini dihapuskan dengan Keputusan Presiden Nomor 135/M/2003 pada 31 Juli 2003 karena dianggap tidak efisien dan tugasnya seringkali tumpang tindih dengan lembaga lain.
Setelah dihapus, peran DPA digantikan oleh dewan lain yang diatur dalam BAB III Kekuasaan Pemerintahan Negara. Meskipun demikian, keberadaan dewan yang memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden tetap diperlukan. Hal ini diatur dalam Pasal 16 UUD NRI 1945, di mana Presiden membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006.
Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres)
Walaupun fungsinya serupa, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) memiliki kedudukan yang berbeda dengan DPA. Wantimpres adalah lembaga yang berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2006, tugas utama Wantimpres adalah memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara. Nasihat ini dapat diberikan baik diminta maupun tidak oleh Presiden, dan dapat disampaikan secara perorangan atau kolektif oleh seluruh anggota dewan.
Wantimpres melaksanakan fungsinya dengan memberikan nasihat terkait pelaksanaan kekuasaan pemerintahan negara dan tidak diperkenankan untuk menyebarluaskan isi nasihat tersebut. Atas permintaan Presiden, Wantimpres dapat mengikuti sidang kabinet, kunjungan kerja, dan kunjungan kenegaraan. Untuk melaksanakan tugasnya, Wantimpres dapat meminta informasi dari instansi pemerintah terkait dan lembaga negara lainnya.
Ketua dan anggota Wantimpres diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya yang setara dengan Menteri Negara. Setiap anggota Wantimpres dibantu oleh seorang sekretaris yang memberikan masukan berdasarkan keahliannya, namun sekretaris ini tidak dapat bertindak atas nama atau mewakili Wantimpres.
Berita Terkait
-
Wantimpres Jadi Dewan Pertimbangan Agung, Karena Ada Permintaan Prabowo?
-
Tiba-tiba Diketok DPR Dijadikan RUU Inisiatif, Wantimpres Bakal Diubah Jadi Dewan Pertimbangan Agung
-
Lewat Bundaran HI Meski Pajak Mati, Mobil Alphard RI 74 Diduga Milik Wantimpres Disorot: Parah Sih Nih
-
Heboh Diduga Mobil Wantimpres Jokowi Berkeliaran di Jalan Pakai Plat Kadaluarsa, Dibandingkan dengan Mario Dandy
-
Mobil Diduga Milik Wantimpres Pakai Plat Kedaluwarsa Berkeliaran di Jalanan Ibu Kota, Netizen: Lagi Sibuk Urus Rakyat
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Pramono Anung Beberkan PR Jakarta: Monorel Rasuna, Kali Jodo, hingga RS Sumber Waras
-
Hujan Ringan Guyur Hampir Seluruh Jakarta Akhir Pekan Ini
-
Jelang Nataru, Penumpang Terminal Pulo Gebang Diprediksi Naik Hingga 100 Persen
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
-
KPK Tahan Bupati Bekasi dan Ayahnya, Suap Ijon Proyek Tembus Rp 14,2 Miliar
-
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri
-
Pengalihan Rute Transjakarta Lebak Bulus - Pasar Baru Dampak Penebangan Pohon
-
Mendagri: Pemerintah Mendengar, Memahami, dan Menindaklanjuti Kritik Soal Bencana
-
Diduga Lakukan Pemerasan hingga Ratusan Juta, Kajari dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri HSU Ditahan KPK