Suara.com - Ketegangan saat ini terjadi di Laut Cina Selatan usai pesawat tempur Tiongkok terbang dengan jet Filipina dan diduga melakukan manuver berbahaya.
Kepala staf angkatan bersenjata Filipina saat ini menuduh bahwa pesawat tempur Tiongkok telah melakukan manuver bahaya saat jet Filipina berpatroli di Laut Cina Selatan.
Romeo Brawner Jr dilansir dari Sputnik atau jaringan Antara menyebutkan, pada 8 Agustus sebuah pesawat NC-212i Angkatan Udara Filipina (PAF) sedang melakukan patroli maritim rutin di Bajo de Masinloc.
"Namun dua pesawat dari PLAAF melakukan manuver berbahaya sekitar pukul 09.00 [01:00 GMT] dan dijatuhkan suar di jalur NC-212i kami. Insiden itu merupakan ancaman bagi pesawat Angkatan Udara Filipina dan awaknya,” katanya.
Insiden tersebut tentunya mengganggu operasi penerbangan yang sah di wilayah udara dalam kedaulatan dan yurisdiksi Filipina, serta melanggar hukum internasional dan peraturan yang mengatur keselamatan penerbangan.
Komando Teater Selatan Angkatan Darat Tiongkok membela tindakan tersebut dan menuduh jet Filipina menyerbu wilayah udara Tiongkok.
“Pada tanggal 8 Agustus, sebuah pesawat NC-212 milik Angkatan Udara Filipina, meskipun telah berulang kali diperingatkan oleh Tiongkok, secara ilegal menyerbu wilayah udara Kepulauan Huangyan [Scarborough Shoal] di Laut Cina Selatan, mencegah diadakannya acara dalam latihan rutin Tiongkok, " kata pernyataan itu.
Tiongkok memiliki kedaulatan yang tidak dapat disangkal atas pulau-pulau di Pulau Huangyan dan perairan di sekitarnya, tambah pernyataan itu.
Afiliasi teritorial sejumlah pulau dan terumbu karang di Laut Cina Selatan telah menjadi subyek perselisihan antara Tiongkok, Filipina, dan beberapa negara Asia-Pasifik lainnya selama beberapa dekade.
Baca Juga: Rakyat Jepang Desak Amerika Serikat Minta Maaf atas Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki
Cadangan minyak dan gas yang signifikan telah ditemukan di landas kontinen pulau-pulau tersebut, termasuk Kepulauan Paracel, Pulau Thitu, Scarborough Shoal dan Kepulauan Spratly, dengan Whitson Reef sebagai bagiannya.
Pada bulan Juli 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag memutuskan bahwa Tiongkok tidak mempunyai dasar untuk mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan.
Pengadilan memutuskan bahwa pulau-pulau tersebut bukanlah wilayah sengketa dan bukan merupakan zona ekonomi eksklusif, namun Beijing menolak menerima keputusan tersebut.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Respons Ide 'Patungan Beli Hutan', DPR Sebut Itu 'Alarm' Bagi Pemerintah Supaya Evaluasi Kebijakan
-
Tinjau Lokasi Banjir Aceh, Menteri Ekraf Terima Keluhan Sanitasi Buruk yang 'Hantui' Pengungsi
-
Mensos Sebut Penggalang Donasi Tanpa Izin Terancam Sanksi Rp10 Ribu: Warisan UU Tahun 60-an
-
Komisi Reformasi Pertimbangkan Usulan Kapolri Dipilih Presiden Tanpa Persetujuan DPR
-
Ironi Hakordia, Silfester Matutina Si Manusia Kebal Hukum?
-
Mensos Sebut Donasi Bencana Boleh Disalurkan Dulu, Izin dan Laporan Menyusul
-
Usai dari Pakistan, Prabowo Lanjut Lawatan ke Moscow, Bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin
-
Tragedi Terra Drone: Kenapa 22 Karyawan Tewas? Mendagri Siapkan Solusi Aturan Baru
-
Solidaritas Nasional Menyala, Bantuan Kemanusiaan untuk Sumatra Tembus 500 Ton
-
Nestapa Korban Tewas di Kebakaran Kantor Drone, KemenPPPA Soroti Perlindungan Pekerja Hamil