Suara.com - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo meminta majelis hakim Mahkamah Agung (MA) tidak memberikan keringanan hukuman terhadap terpidana kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani H Maming. Hal ini dinilai penting agar peninjauan kembali atau PK tidak dianggap sebagai solusi bagi terpidana korupsi untuk mendapat hukuman ringan.
"Ini penting agar PK tidak dijadikan solusi bagi pelaku tindak pidana korupsi sebagai ajang coba-coba mendapatkan keringanan hukuman,” kata Yudi kepada wartawan, Sabtu,(21/9/2024).
Yudi juga berharap majelis hakim MA dapat menolak PK Maming. Ketegasan hakim terhadap terpidana korupsi tersebut menurutnya dapat memberikan efek jera.
"Saya berharap Mahkamah Agung atau MA menolak PK," katanya.
Di sisi lain ia juga meminta masyarakat untuk turut mengawasi perkara ini. Sebab proses PK tersebut selain bisa memperingan hukuman juga bisa membebaskan terpidana.
“Kalau PK tidak mungkin berat, PK itu hukumannya sama atau lebih ringan. Bahkan bisa bebas,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui Maming divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin pada 10 Februari 2023. Mantan Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) itu terbukti menerima suap senilai Rp118 miliar terkait pengurusan IUP batubara saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.
Pada 6 Juni 2024 Maming kemudian mengajukan permohonan PK ke MA. Permohonan tersebut terdaftar dengan Nomor: 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004.
Dalam ikhtisar proses perkara itu disebutkan Majelis Hakim yang memimpin PK Maming, yakni Ketua Majelis DR. H. Sunarto, SH. MH, Anggota Majelis 1 H. Ansori, SH, MH dan Anggota Majelis 2 Dr. PRIM Haryadi, S, M.H.
Sementara Panitera Pengganti dalam proses Peninjauan Kembali (PK) Mardani H Maming ialah Dodik Setyo Wijayanto, S.H.
Berita Terkait
-
Ketua APBMI Kaget, Tan Paulin Dikaitkan Dengan Dugaan Gratifikasi Eks Bupati Kukar Rita Widyasari: Setahu Saya Tak Kenal
-
Cek Fakta: Semua Terkejut, Jokowi Diseret KPK Terkait Korupsi Besar 2019
-
Profil Mantan Dirut Indofarma, Jadi Tersangka Korupsi Pengelolaan Keuangan
-
Kaesang Diklarifikasi KPK soal Jet Pribadi, Jokowi: Semua Sama di Mata Hukum!
-
Kok Bisa KPK Hitung Harga Tiket Private Jet Kaesang Cuma Rp90 Juta, Padahal di Website Capai 3 Kali Lipatnya
Terpopuler
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Pemain Keturunan Rp 20,86 Miliar Hubungi Patrick Kluivert, Bersedia Bela Timnas Oktober Nanti
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Cara Edit Foto yang Lagi Viral: Ubah Fotomu Jadi Miniatur AI Keren Pakai Gemini
- Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
Pilihan
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
-
KPK Bongkar Peringkat Koruptor: Eselon dan DPR Kejar-kejaran, Swasta Nomor Berapa?
-
Dugaan Korupsi BJB Ridwan Kamil: Lisa Mariana Ngaku Terima Duit, Sekalian Buat Modal Pilgub Jakarta?
Terkini
-
Pramono Anung Bicara Kasus Campak di Jakarta, Ada Peningkatan?
-
Kejagung Umumkan Pengambilalihan Lahan Sawit Ilegal, Luasannya Lebih Besar dari Pulau Bali
-
LPDP Panen Kritik: Persyaratan Berbelit, Data Penerima Tidak Transparan?
-
KPK Dalami Pesan WhatsApp Soal Persekongkolan Tersangka Kasus JTTS
-
Desak Rombak UU Pemilu, Yusril Sebut Kualitas DPR Merosot Akibat Sistem Pemilu yang Transaksional
-
Periksa Kapusdatin BP Haji, KPK Cecar Soal Jemaah Haji Khusus yang Bisa Langsung Berangkat
-
Indonesia Target 100 GW Energi Surya: Apa Artinya bagi Ekonomi dan Keadilan Iklim?
-
KPK Panggil Bos PT Kayan Hydro Energy untuk Kasus Suap IUP Kaltim, Materi Pemeriksaan Rahasia
-
Raja Ampat Terancam! Izin Tambang Nikel Diberikan Lagi, Greenpeace Geram!
-
Keluarganya Hilang Tersapu Banjir Bali, Korban Selamat Kaget Sepulang Kerja Rumah Sudah Rata!