Suara.com - Lebih dari 1000 hari sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina, simbol 'Z' telah menjadi lebih dari sekadar tanda militer. Awalnya digunakan untuk menandai kendaraan militer, kini 'Z' telah bertransformasi menjadi lambang nasional yang ditemukan di pakaian, stiker mobil, hingga gedung-gedung.
Dikenal dengan makna "Za pobedu" yang berarti "untuk kemenangan", simbol ini telah menjadi tanda dukungan untuk operasi militer Rusia yang dikenal sebagai 'operasi militer khusus'. Namun, bagi banyak pihak, 'Z' kini lebih mencerminkan ancaman terhadap kebebasan berpendapat di Rusia.
Keadaan ini semakin buruk dengan kebijakan pemerintah yang semakin menekan mereka yang menentang perang. Anna Bazhutova, seorang vlogger berusia 31 tahun, adalah salah satu korban dari tindakan represif ini.
Pada bulan Juni tahun ini, ia dijatuhi hukuman penjara selama lima setengah tahun setelah berbagi kesaksian mengenai dugaan kekejaman tentara Rusia di Bucha, Ukraina. Tudingan penyebaran informasi palsu mengenai tentara Rusia mengarah pada vonis yang dianggap oleh pasangan Bazhutova, Aleksandr, sebagai hukuman yang sangat tidak adil.
"Hukuman ini tidak sebanding dengan apa yang telah dia lakukan. Ini hampir tidak ada artinya. Hanya kata-kata," ungkap Aleksandr.
Tindakan semacam ini bukanlah hal yang terisolasi. Menurut organisasi pemantau hak asasi manusia OVD-Info, lebih dari 1.000 orang telah diproses hukum di Rusia karena menyuarakan penentangan terhadap perang, dan lebih dari 20.000 orang telah ditahan karena ikut serta dalam demonstrasi anti-perang.
Dan bagi pihak berwenang Rusia, siapa pun yang dianggap sebagai ancaman atau pengkhianat, adalah sasaran dari 'perang domestik' yang kini tengah dilancarkan oleh Kremlin.
Kasus Nadezhda Buyanova, seorang dokter anak berusia 68 tahun yang dijatuhi hukuman lebih dari lima tahun penjara karena dituduh menyebarkan "berita bohong" tentang tentara Rusia, juga menambah kekhawatiran tentang pembatasan kebebasan berbicara. Bahkan tanpa bukti video, tuduhan itu sudah cukup untuk mengadili Buyanova. Aktivis khawatir dengan tumbuhnya budaya saling melaporkan, yang mengingatkan pada masa-masa ketidakpercayaan yang terjadi di bawah pemerintahan Stalin.
Kondisi di Rusia kini dipenuhi dengan ketakutan yang terwujud dalam tindakan sehari-hari. Banyak orang enggan berbicara secara terbuka mengenai perang, dan lebih memilih menggunakan eufemisme seperti "sejak 2022" atau "situasi saat ini", karena mereka tak yakin siapa yang mendengarkan. Inilah iklim ketakutan yang kini merasuki masyarakat Rusia, di mana kata-kata bisa menjadi senjata yang digunakan untuk menghukum mereka yang dianggap bersalah.
Baca Juga: Anggota Parlemen Ukraina Ngaku Muak dengan Kata Eskalasi: Kami Sudah Kenyang dengan Propaganda Ini
Setelah 1000 hari, perang ini tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir dalam waktu dekat. Invasi yang awalnya diperkirakan akan selesai dalam beberapa minggu kini telah menjadi perjuangan eksistensial bagi Rusia, dengan narasi perjuangan suci melawan Barat. Apakah Rusia akan terus bertahan dalam konflik ini untuk seribu hari lagi? Jika ya, orang-orang seperti Anna Bazhutova dan Nadezhda Buyanova hanya akan berada di tengah perjalanan hukuman mereka.
Berita Terkait
-
Anggota Parlemen Ukraina Ngaku Muak dengan Kata Eskalasi: Kami Sudah Kenyang dengan Propaganda Ini
-
Rusia Dikecam Inggris Setelah Veto Resolusi Gencatan Senjata Sudan di PBB
-
Jerman Kirim 4.000 Pesawat Serang Tanpa Awak ke Ukraina
-
Rusia-Ukraina Memanas, Kim Jong Un Langsung Desak Pasukannya untuk Siap Tempur
-
AS Izinkan Ukraina Gunakan Rudal Jarak Jauh di Rusia: Eskalasi Konflik atau Langkah Strategis?
Terpopuler
- 17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 September: Klaim Pemain 110-111 dan Jutaan Koin
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Bali United: 1 Kemenangan, 2 Kekalahan, Johnny Jansen Dipecat?
- Jelajah Rasa! Ini Daftar Kota di Jawa Tengah yang Jadi Surganya Pecinta Kuliner
Pilihan
-
Stanley Matthews: Peraih Ballon dOr Pertama yang Bermain hingga Usia 50 Tahun
-
Jordi Amat Tak Sabar Bela Timnas Indonesia Hadapi Arab Saudi
-
Hasil BRI Super League: Persib Menang Comeback Atas Arema FC
-
Malaysia Turunin Harga Bensin, Netizen Indonesia Auto Julid: Di Sini yang Turun Hujan Doang!
-
Drama Bilqis dan Enji: Ayu Ting Ting Ungkap Kebenaran yang Selama Ini Disembunyikan
Terkini
-
Tiga Kecelakaan dalam Sebulan, TransJakarta Gandeng KNKT Audit Total, Gubernur DKI Turun Tangan
-
Jelang Hari Tani 2025, AGRA Sebut Kebijakan Agraria Pemerintahan Prabowo Hanya Untungkan Elite
-
Gara-gara Tak Dibuatkan Mie Instan, Suami di Cakung Tega Bakar Istri hingga Tewas
-
Mahasiswi IPB Jadi Korban Pengeroyokan Brutal Sekuriti PT TPL, Jaket Almamater Hangus Dibakar
-
Pemda Diingatkan Mendagri Agar Realisasikan Pendapatan dan Belanja Sesuai Target
-
Wakil Bupati Jember Adukan Bupati ke KPK Terkait Masalah Tata Kelola Pemerintahan
-
Lewat PKA dan PKP, Wamendagri Bima Arya Dorong Lahirnya Pemimpin Berkarakter dan Visioner
-
Dibakar Suami Cemburu, Siti Akhirnya Meninggal Dunia Usai Dirawat Intensif
-
Kaget Dipanggil Polisi Soal Demo Ricuh, Iqbal Ramadhan: Saya Advokat, Bukan Penghasut!
-
Urusan Pesantren 'Naik Kelas', Kemenag Siapkan Eselon I Khusus di Momen Hari Santri 2025