Suara.com - Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menyoroti fenomena sulitnya perempuan ikut berkompetisi dalam kontestasi pemilu. Salah satu penyebabnya akibat adanya tindak pelecehan yang membuat perempuan 'kapok' menjadi peserta pemilu.
Divisi Advokasi KPI Eka Ernawati menyebutkan kalau pelecehan yang diterima oleh para politisi perempuan itu kebanyakan berbasis online lewat pesan singkat hingga ucapan secara langsung. Dia mengungkapkan, di Jawa Barat ada seorang politisi perempuan yang diminta kembali maju pada saat Pilkada serentak 2024 pasca kalah di Pileg lalu.
Namun, politisi tersebut menyatakan enggan kembali maju karena tidak ingin lagi alami pelecehan.
"Bahkan dia menyatakan, 'saya tidak akan pernah lagi-lagi maju di legislasi'. Karena dia mengalami kekerasan, bukan hanya pada saat kampanye tapi sudah terjadi sejak sebelim kampanye. Jadi pada saat pencalonan dia sudah mengalami (pelecehan) yang dilakukan oleh partainya itu sendiri," ungkap Eka dalam diskusi publim di Jakarta, Senin (25/11/2024).
Kondisi seperti itu juga terjadi di beberapa daetah lainnya. Eka mengatakan kalau tindak pelecehan yang dilakukan kebanyakan dengan mengajak 'staycation' agar politisi perempuan itu bisa maju pemilu dan mendapatkan nomor urut di atas.
KPI memotret bahwa kejadian tersebut terjadi secara merata di setiap partai. Sehingga, seolah-olah sudah terjadi pembiaran dan normalisasi bahkan dari pemimpin partai itu sendiri.
"Ini ada bahasan luar biasa (di dalam partai) 'kalau kamu mau maju menjadi seorang legislatif maupun menjadi kepala daerah, maka risiko kamu ketika kamu menjadi perempuan adalah dilecehkan'. Dan itu muncul dari partai politik, ini luar biasa sekaki. Ini berarti perlindungan perempuan masih rentan sekali di Indonesia," ujar Eka.
Fenomena tersebut pada akhirnya membuat perempuan merasa berat terjun ke pemilu. Eka mengatakan dirinya juga bertemu dengan seorang politisi perempuan di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diminta kembali maju dalam pemilu legislatif periode mendatang, tetapi dia menolaknya.
"Karena dia selalu dianggap bahwa dia tidak memiliki harga diri sama sekali ketika dia dilecehkan, baik itu secara online maupun secara langsung," ungkap Eka.
Baca Juga: Digaji Rp54 Juta Jadi Anggota Dewan, Denny Cagur Akui Bayarannya Lebih Tinggi saat Jadi Artis
KPI mengkritisi kalau berbagai kasus seperti itu tidak pernah ditangani secara serius oleh pemerintah. Bahkan penanganannya masih menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pelecehan Seksuak (TPKS) maupun UU KUHP.
Eka menegaskan, pelecehan yang terjadi selama proses kampanye tersebut harusnya juga diatur dalam UU Pemilu agar partai maupun pelaku yang jadi peserta pemilu dan lakukan tindak pelecehan bisa dikenakan sanksi yang berimbas terhadap pencalonannya.
"Kita berharap ada perbaikan ke depan termasuk salah satunya adalah pada undang-undang kepemiluan. Misalnya (diatur) kekerasan berbasis gender ini yang masih dianggap tidak berpengaruh terhadap perempuan maju dalam politik," ucap Eka.
Berita Terkait
- 
            
              PDI Perjuangan Tantang Pemerintah Terbitkan Perppu Soal Perampasan Aset
 - 
            
              Surya Paloh Bocorkan Ajakan Prabowo, Pengin Pertemuan Rutin Pimpinan Parpol
 - 
            
              Sempat Heboh Kasus Asusila, Video Abidzar Pimpin Zikir dan Selawat Diungkap Umi Pipik
 - 
            
              Digaji Rp54 Juta Jadi Anggota Dewan, Denny Cagur Akui Bayarannya Lebih Tinggi saat Jadi Artis
 
Terpopuler
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
 - 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
 - 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
 - 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
 - 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
 
Pilihan
- 
            
              Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
 - 
            
              Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
 - 
            
              5 HP RAM 12 GB Paling Murah, Spek Gahar untuk Gamer dan Multitasking mulai Rp 2 Jutaan
 - 
            
              Meski Dunia Ketar-Ketir, Menkeu Purbaya Klaim Stabilitas Keuangan RI Kuat Dukung Pertumbuhan Ekonomi
 - 
            
              Tak Tayang di TV Lokal! Begini Cara Nonton Timnas Indonesia di Piala Dunia U-17
 
Terkini
- 
            
              Bareskrim Polri Bongkar Tambang Pasir Ilegal di Taman Nasional Gunung Merapi Bernilai Rp 48 Miliar
 - 
            
              Sidang MKD: Ahli Hukum Warning Pelaku Hoaks, Video Uya Kuya Jadi Bukti
 - 
            
              Bukan soal Whoosh, Ini Isi Percakapan Dua Jam Prabowo dan Ignasius Jonan di Istana
 - 
            
              KontraS Pertanyakan Integritas Moral Soeharto: Apa Dasarnya Ia Layak Jadi Pahlawan Nasional?
 - 
            
              Viral Pria Gelantungan di Kabel Jalan Gatot Subroto, Ternyata Kehabisan Ongkos Pulang Kampung
 - 
            
              Dorong Kedaulatan Digital, Ekosistem Danantara Perkuat Infrastruktur Pembayaran Nasional
 - 
            
              AJI Gelar Aksi Solidaritas, Desak Pengadilan Tolak Gugatan Mentan Terhadap Tempo
 - 
            
              Temuan Terbaru: Gotong Royong Lintas Generasi Jadi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045
 - 
            
              PSI Kritik Pemprov DKI Pangkas Subsidi Pangan Rp300 Miliar, Dana Hibah Forkopimda Justru Ditambah
 - 
            
              Penerima Bansos di Jakarta Kecanduan Judi Online, DPRD Minta Pemprov DKI Lakukan Ini!