Suara.com - Istilah "serangan fajar" kerap muncul dalam perbincangan politik, terutama terkait praktik politik uang atau "money politics". Frasa ini merujuk pada aktivitas pemberian uang atau barang kepada pemilih sebelum pelaksanaan pemilu, dengan tujuan memengaruhi preferensi politik mereka.
Praktik semacam ini dianggap melanggar etika dan hukum pemilu, tetapi tetap sering terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, bagaimana sebenarnya asal-usul istilah serangan fajar ini?
Pengertian dan Makna Serangan Fajar
Secara sederhana, istilah "serangan fajar" menggambarkan kegiatan yang dilakukan menjelang pagi hari, yakni saat sebelum matahari terbit. Dalam konteks pemilu, istilah ini digunakan untuk menyebut kegiatan distribusi uang atau barang kepada pemilih di pagi hari sebelum mereka menuju tempat pemungutan suara (TPS), dengan maksud agar pemilih condong pada kandidat tertentu.
Umumnya, praktik ini dilakukan pada hari pemilihan, hanya beberapa jam sebelum proses pemungutan suara dimulai. Nominal uang atau nilai barang yang diberikan mungkin tidak besar, tetapi cukup untuk memengaruhi keputusan pemilih, terutama mereka yang masih bimbang atau tergoda oleh iming-iming materi. Karena dilakukan pada waktu yang kritis, tepat sebelum pemilih memberikan suara mereka, serangan fajar dirancang agar efeknya langsung terasa dan memengaruhi keputusan pemilih.
Asal-Usul Istilah Serangan Fajar
Istilah "serangan fajar" mulai dikenal luas di Indonesia pada pemilu era 1990-an. Meski demikian, praktik pemberian uang kepada pemilih pada waktu fajar sebenarnya sudah dilakukan jauh sebelumnya. Pada masa itu, kandidat legislatif atau kepala daerah dengan dana kampanye besar sering menggunakan strategi ini untuk meraih dukungan, terutama di wilayah-wilayah dengan tingkat partisipasi rendah atau pemilih yang cenderung mudah terpengaruh.
Ada pendapat bahwa kata "fajar" dipilih karena waktu tersebut dianggap strategis. Pada pagi menjelang pemungutan suara, sebagian besar pemilih mungkin belum sepenuhnya menetapkan pilihan. Dengan memberikan insentif pada saat-saat terakhir, kandidat berharap dapat memengaruhi pemilih yang belum mantap atau mudah tergoda oleh imbalan materi.
Walaupun praktik ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak tercatat secara resmi, dampaknya terhadap hasil pemilu bisa sangat signifikan. Suara yang diperoleh melalui metode ini sering kali tidak mencerminkan pilihan politik yang didasarkan pada pertimbangan rasional, melainkan lebih karena faktor ekonomi sesaat.
Peran Serangan Fajar dalam Sejarah Pemilu
Pada Pemilu 1999, praktik serangan fajar mulai mendapatkan perhatian lebih dari media dan masyarakat. Banyak laporan yang menyebutkan bahwa sejumlah kandidat, baik calon legislatif maupun kepala daerah, melakukan pembagian uang kepada pemilih tepat sebelum waktu pencoblosan dimulai. Fenomena ini menuai banyak kritik karena dianggap mencoreng prinsip-prinsip demokrasi yang mengedepankan kebebasan dan keadilan dalam memberikan suara.
Selain uang, pemberian dalam serangan fajar sering kali mencakup barang seperti sembako, tiket perjalanan, atau kebutuhan pokok lainnya, yang diberikan dengan harapan memperoleh dukungan suara. Fenomena ini juga sering dikaitkan dengan politik patronase, di mana kandidat pemenang diharapkan memberikan imbalan atau bantuan kepada pendukungnya sebagai balasan atas dukungan mereka.
Baca Juga: Dapat Kiriman Tas dari Pihak Tak Dikenal, Menag Nasaruddin Lapor Gratifikasi ke KPK
Dengan dampaknya yang cukup besar, serangan fajar tidak hanya merusak integritas pemilu tetapi juga mencederai esensi demokrasi, yang seharusnya berdasarkan pilihan bebas dan kesadaran politik.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama
Berita Terkait
Terpopuler
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- Panglima TNI Kunjungi PPAD, Pererat Silaturahmi dan Apresiasi Peran Purnawirawan
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
Pilihan
-
Investor Mundur dan Tambahan Anggaran Ditolak, Proyek Mercusuar Era Jokowi Terancam Mangkrak?
-
Desy Yanthi Utami: Anggota DPRD Bolos 6 Bulan, Gaji dan Tunjangan Puluhan Juta
-
Kabar Gembira! Pemerintah Bebaskan Pajak Gaji di Bawah Rp10 Juta
-
Pengumuman Seleksi PMO Koperasi Merah Putih Diundur, Cek Jadwal Wawancara Terbaru
-
4 Rekomendasi HP Tecno Rp 2 Jutaan, Baterai Awet Pilihan Terbaik September 2025
Terkini
-
Raja Ampat Kembali Dikeruk PT Gag Nikel, Susi Pudjiastuti ke Prabowo: Kerusakan Mustahil Termaafkan!
-
Di Balik Ledekan Menkeu Purbaya ke Rocky Gerung, Malah Diduga Sarkas pada Jokowi
-
Bikin Gempar Warga Cipayung, Polisi Buru Orang Tua Pembuang Bayi di Waduk Cilangkap
-
Soal Kemungkinan Periksa Ketua Umum PBNU Gus Yahya dalam Kasus Haji, Begini Jawaban KPK!
-
YLBHI Desak Tim Independen Komnas HAM Dkk Usut Dugaan Pelanggaran HAM Berat pada Kerusuhan Agustus
-
KPK Dalami Dugaan Jual Beli Kuota Haji Melalui Pemeriksaan Ustaz Khalid Basalamah
-
YLBHI Soroti Ada Apa di Balik Keengganan Pemerintah Bentuk TGPF Ungkap Kerusuhan Agustus 2025?
-
75 Persen Bansos Triwulan III Sudah Tersalur, Mensos Akui Masih Ada Bantuan Nyangkut!
-
YLBHI Ingatkan Prabowo: Calon Kapolri Baru Harus Jaga Independensi, Bukan Alat Politik atau Bisnis!
-
KPK Akui Periksa Ustaz Khalid Basalamah dalam Kasus Haji Soal Uhud Tour Miliknya