Suara.com - Status Joko Widodo (Jokowi) yang dipecat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan menjadi beban politik buat pribadinya, apabila kemudian memutuskan bergabung dengan partai politik lain.
Pengamat Komunikasi Politik Emrus Sihombing menyebutkan bahwa label 'pecatan' akan membuat posisi tawar Jokowi menjadi negatif.
"Walaupun Jokowi diterima sebagai anggota atau kader sebuah partai politik, label pecat akan menjadi beban komunikasi politik bagi Jokowi ketika terjadi proses politik antarindividu dan antarfaksi di internal partai," katanya dalam keterangannya kepada Suara.com, Rabu(18/12/2024).
Emrus juga menyoroti bahwa kekinian belum ada partai besar yang secara kelembagaan menyatakan permohonan kepada Jokowi untuk bergabung dengan partainya.
Bahkan, ia menilai apabila ada partai yang menerima Jokowi, hal tersebut kemungkinan besar dilakukan dengan standar komunikasi politik yang normatif.
"Paling juga pihak partai mengatakan standart, yaitu bersedia menerima siapapun yang mau masuk ke partai asal sesuai dengan AD/ART partai," katanya.
Dalam situasi seperti itu, Emrus menilai apabila Jokowi bergabung dengan parpol, tidak akan secara langsung menempati posisi strategis yang mampu memengaruhi keputusan partai.
Tiga Kemungkinan
Menurutnya, Presiden RI ke-7 tersebut setidaknya hanya memiliki tiga kemungkinan langkah yang nampak masih ideal.
Baca Juga: Yasonna Laoly Dipanggil KPK Terkait Harun Masiku, PDIP: Sarat Muatan Politis
Pertama, menggantikan anak bungsunya Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI. Namun, Emrus mempertanyakan apakah hal ini mungkin terjadi, mengingat Kaesang baru saja menjabat sebagai Ketua Umum PSI dengan dukungan internal yang kuat.
Kedua, mendirikan partai baru, misalnya Partai ProJokowi (Projo). Namun, Emrus menegaskan bahwa mendirikan partai baru membutuhkan biaya yang sangat besar.
"Pertanyaan kritikal, apakah Jokowi sudah memiliki dana yang sangat-sangat besar itu?" ujarnya.
Selain itu, nama Partai Projo juga dapat menciptakan pengkultusan terhadap sosok Jokowi, yang berpotensi menjadikan partai tersebut bersifat sentralistik. Hal ini bertentangan dengan prinsip keberagaman pemikiran dalam demokrasi.
Ketiga, Jokowi bisa memilih untuk menghabiskan waktunya bersama keluarga dan bermain dengan cucu-cucunya.
Langkah ini, menurut Emrus, dapat menjadi pilihan yang lebih bijak jika Jokowi memutuskan untuk benar-benar menjauh dari dunia politik setelah selesai menjabat sebagai presiden.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
ODGJ Iseng Main Korek Gas, Panti Sosial di Cengkareng Terbakar
-
Diplomasi Tanpa Sekat 2025: Bagaimana Dasco Jadi 'Jembatan' Megawati hingga Abu Bakar Baasyir
-
Bobby Nasution Berikan Pelayanan ke Masyarakat Korban Bencana Hingga Dini Hari
-
Pramono Anung Beberkan PR Jakarta: Monorel Rasuna, Kali Jodo, hingga RS Sumber Waras
-
Hujan Ringan Guyur Hampir Seluruh Jakarta Akhir Pekan Ini
-
Jelang Nataru, Penumpang Terminal Pulo Gebang Diprediksi Naik Hingga 100 Persen
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
-
KPK Tahan Bupati Bekasi dan Ayahnya, Suap Ijon Proyek Tembus Rp 14,2 Miliar
-
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri