Suara.com - Haji bukan sekadar perjalanan fisik menuju Tanah Suci, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang menjadi puncak penghambaan seorang Muslim kepada Allah SWT.
Sebagai rukun Islam yang kelima, haji merupakan penyempurna keislaman dan simbol ketaatan yang paripurna.
Tak heran jika ibadah ini menjadi dambaan setiap umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Dalam Al-Qur'an, kewajiban menunaikan haji ditegaskan secara jelas dalam Surat Ali-Imran ayat 97, yang menyerukan bahwa bagi siapa pun yang mampu, berhaji ke Baitullah adalah perintah yang tak boleh diabaikan.
Maka, bagi umat Islam, berhaji bukan sekadar cita-cita, melainkan perjalanan suci yang melekat erat dengan kesempurnaan iman.
Allah ta’ala berfirman:
وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ
Artinya: “(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana”.
Dalam praktiknya, secara garis besar haji memiliki 3 jenis pelaksanaan, yaitu:
Baca Juga: Jangan Panik! Ini Tips yang Harus Dilakukan Jemaah Haji Jika Barang Hilang
تنبيه: يؤديان بثلاثة أوجه: إفراد: بأن يحج ثم يعتمر, وتمتع: بأن يعتمر ثم يحج, وقران: بأن يحرم بهما معا
Artinya:
“Haji dan umrah dapat dilaksanakan dengan 3 cara: Ifrad dengan melaksanakan haji terlebih dahulu kemudian umrah, Tamattu dengan umrah terlebih dahulu kemudian haji dan Qiran dengan melaksanakan ihram keduanya secara bersamaan”. (Ahmad Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fathul Mu’in, [Beirut, Dar Ibnu Hazm, 2004 M], hal 288).
Ketiga jenis pelaksanaan haji tersebut didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitabnya Shahih Bukhari berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّهَا قَالَتْ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ حَجَّةِ الوَدَاعِ، فَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِعُمْرَةٍ، وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِحَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ، وَمِنَّا مَنْ أَهَلَّ بِالحَجِّ «وَأَهَلَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالحَجِّ»، فَأَمَّا مَنْ أَهَلَّ بِالحَجِّ، أَوْ جَمَعَ الحَجَّ وَالعُمْرَةَ، لَمْ يَحِلُّوا حَتَّى كَانَ يَوْمُ النَّحْرِ
Artinya:
“Dari Aisyah RA, ia berkata: kami keluar bersama Rasulullah saw pada tahun haji Wada’. Dari kami ada yang memulainya dengan umrah terlebih dahulu (sebelum haji), ada yang melaksanakan haji dan umrah (bersamaan), dan adapula yang memulainya dengan melaksanakan haji terlebih dahulu. Rasulullah saw memulainya dengan melaksanakan haji. Maka barangsiapa memulai dengan haji, atau mengumpulkan haji dan umrah, ia tidak boleh tahallul hingga hari raya Idul Adha”. (HR. Bukhari).
Berikut 3 Jenis Pelaksanaan Haji
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya Ulumiddin, menjelaskan secara lengkap definisi dari tiga pelaksanaan haji dalam Islam.
Secara bahasa, kata “ifrad” berarti menyendiri atau terpisah, dan istilah ini menggambarkan secara tepat tata cara pelaksanaan ibadah haji dengan metode ini.
Haji Ifrad dilakukan dengan mendahulukan seluruh rangkaian ibadah haji terlebih dahulu hingga tuntas, baru kemudian melaksanakan ibadah umrah secara terpisah.
Setelah menyelesaikan seluruh rukun dan wajib haji, jamaah wajib keluar ke tanah halal—wilayah di luar batas Tanah Haram—untuk memulai ihram kembali dengan niat umrah.
Di antara lokasi tanah halal yang paling utama untuk memulai umrah setelah haji adalah Ji’ranah, Tan’im, dan Hudaibiyah.
Keistimewaan haji ifrad terletak pada kesederhanaannya: karena pemisahan antara haji dan umrah, jamaah tidak dikenakan kewajiban membayar dam, menjadikannya pilihan yang tenang dan ringan bagi sebagian jamaah.
Secara bahasa, “qiran” berarti menyertakan, dan istilah ini mencerminkan esensi dari pelaksanaan haji qiran, yaitu menyertakan ibadah umrah ke dalam rangkaian ibadah haji dengan satu niat dan satu kali ihram.
Dalam praktiknya, jamaah yang menjalankan haji qiran cukup melaksanakan rangkaian ibadah haji saja, karena seluruh amalan umrah sudah termasuk di dalamnya—mirip dengan konsep mandi besar yang mencakup wudhu.
Meski tampak praktis, pelaksanaan haji qiran tetap memiliki ketentuan teknis yang perlu diperhatikan.
Misalnya, jika thawaf dan sa’i dilakukan sebelum wukuf, maka sa’i-nya dapat dihitung untuk dua ibadah sekaligus, yakni haji dan umrah, namun thawafnya tidak sah sebagai thawaf fardhu haji karena syarat utamanya harus dilakukan setelah wukuf.
Karena menyatukan dua ibadah dalam satu waktu, haji qiran juga mewajibkan pelakunya untuk membayar dam sebagai bentuk konsekuensi ibadah yang digabungkan tersebut.
Adapun bagi yang melaksanakan haji dengan qiran maka wajib baginya dam berupa satu ekor kambing kecuali bagi penduduk asli Mekkah sebab ia tidak meninggalkaan miqatnya. (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Jeddah, Darul Minhaj, 2011 M], juz II, hlm. 157)
Secara bahasa, “tamattu” berarti bersenang-senang atau menikmati, dan makna ini tergambar jelas dalam pelaksanaan haji dengan metode tamattu.
Dalam model ini, jamaah lebih dahulu melaksanakan rangkaian ibadah umrah secara sempurna, mulai dari ihram, thawaf, sa’i, hingga tahallul.
Setelah itu, mereka kembali menjalani kehidupan normal di Mekkah tanpa terikat larangan-larangan ihram—seperti memakai wewangian, mencukur rambut, atau memakai pakaian berjahit—hingga waktu pelaksanaan ibadah haji tiba.
Inilah yang dimaksud dengan “bersenang-senang,” karena selama masa jeda tersebut, jamaah bebas melakukan hal-hal yang sebelumnya dilarang saat ihram.
Ketika hari-hari haji memasuki waktunya, jamaah kembali berihram dari tempat tinggalnya di Mekkah untuk melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji.
Haji tamattu menjadi pilihan yang paling banyak diambil oleh jamaah Indonesia karena dianggap lebih ringan dan memberikan jeda istirahat di antara dua ibadah besar.
Namun, sebagai bentuk kompensasi atas pemisahan dua ibadah ini, jamaah tetap diwajibkan membayar dam.
Dalam pelaksanaannya, orang yang berhaji tamattu harus memenuhi lima syarat, sebagaimana dijelaskan Al-Ghazali dalam “Ihya Ulumuddin” Juz II, yang artinya sebagai berikut:
Seorang yang berhaji tamattu’ bukan termasuk dari bagian penduduk Masjidil Haram.
Dengan ketentuan mereka yang jaraknya kurang dari jarak yang diperbolehkan untuk meng-qashar shalat ialah termasuk bagian penduduk.
Seseorang melaksanakan haji dengan model tamattu', dan wajib baginya untuk membayar dam berupa satu ekor kambing.
Apabila ia tidak menemukannya, maka boleh diganti dengan puasa 3 hari pada masa haji sebelum hari raya Idul Adha, dan 7 hari setelah kembali ke tanah air atau jika tidak dapat melaksanakan puasa pada saat haji, maka puasa dilaksanakan di tanah air. (Al-Ghazali, 158)
Itulah ketiga jenis pelaksanaan haji tersebut didasarkan pada hadits.
Tag
Berita Terkait
-
Jangan Panik! Ini Tips yang Harus Dilakukan Jemaah Haji Jika Barang Hilang
-
5 Larangan Penting Jamaah Haji di Masjidil Haram, Jangan Sampai Dilanggar
-
Rezeki Ruben Onsu: Baru Mualaf Langsung Naik Haji tanpa Antre, Berapa Biayanya?
-
Cara Bawa Kursi Roda Saat Ibadah Haji, Simak Panduan Kemenag
-
Tips Aman dan Tertib Jalani Miqat di Bir Ali, Termasuk untuk Lansia dan Disabilitas
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
Manajer Kampanye Iklim Greenpeace Indonesia Diteror Bangkai Ayam: Upaya Pembungkaman Kritik
-
Sepanjang 2025, Kemenag Teguhkan Pendidikan Agama sebagai Investasi Peradaban Bangsa
-
BNPT Sebut ada 112 Anak dan Remaja Terpapar Paham Radikal Lewat Sosial Media
-
Lawan Aksi Pencurian Besi, Pramono Anung Resmikan Dua JPO 'Anti Maling' di Jakarta
-
85 Persen Sekolah Terdampak Banjir di Sumatra Sudah Bisa Digunakan, Sisanya Masih Dibersihkan
-
BNPT Sebut Ada 27 Perencanaan Aksi Teror yang Dicegah Selama 3 Tahun Terakhir
-
Diteken Sebelum Lengser, Pimpinan KPK Era Nawawi Pomolango yang Beri SP3 Kasus Izin Nikel di Sultra
-
Refleksi 2025: Akademisi UII Nilai Pemerintahan Prabowo-Gibran Sarat Masalah HAM dan Militerisasi
-
Tak Ada di LHKPN, Publik Pertanyakan Helikopter Pribadi Prabowo yang Disebut Teddy Dikirim ke Aceh
-
Kabar Gembira! Pramono Anung Gratiskan Moda Transportasi Jakarta di Malam Tahun Baru 2026