Suara.com - Ancaman Debt Collector pinjaman online (pinjol) ilegal yang dikabarkan akan menagih nasabah secara langsung di jalanan kembali membuat resah masyarakat, terutama nasabah yang berutang.
Isu ini menyebar luas di media sosial dan memunculkan kekhawatiran, terutama bagi mereka yang mengalami gagal bayar (galbay) pinjol.
Tak hanya menimbulkan tekanan psikologis, momok Debt Collector ini juga mendorong sebagian nasabah untuk mengambil keputusan finansial yang justru memperburuk keadaan.
Salah satunya adalah dengan meminjam kembali dari pinjol lain demi menutupi cicilan yang macet. Padahal, strategi itu sangat berbahaya yang dikenal dengan istilah "gali lubang tutup lubang".
Dalam banyak kasus, nasabah merasa ketakutan setelah menerima pesan bernada ancaman. Mereka diintimidasi dengan kalimat-kalimat seperti “akan ditagih langsung di jalan” atau “akan diumumkan ke publik”.
Lantas, apakah benar penagihan oleh Debt Collector pinjol ilegal di jalanan benar-benar bisa terjadi?
Berdasarkan penjelasan dari kanal YouTube keuangan Fintech ID yang tayang pada 29 April 2025, hal tersebut hanyalah bentuk teror untuk menakut-nakuti.
Dalam video itu dijelaskan bahwa Debt Collector pinjol ilegal sejatinya tidak memiliki tim lapangan yang rutin melakukan penagihan secara fisik.
“Jangan takut kalau kalian galbay di pinjol ilegal, mereka itu hanya mengancam lewat telepon. Mereka tidak benar-benar akan menagih di jalan,” jelas narasumber dalam video Fintech ID tersebut, dikutip dari ulasan website fahum umsu.
Umumnya, modus pinjol ilegal hanya memanfaatkan sambungan telepon dan pesan singkat untuk mengintimidasi korban.
Lalu, nada bicara keras, kasar, dan bahkan ancaman menyebarkan data pribadi adalah taktik umum yang digunakan.
Fakta lapangan juga mendukung pernyataan ini. Dalam sejumlah penggerebekan kantor pinjol ilegal oleh pihak kepolisian, ditemukan bahwa mayoritas DC bekerja dari balik meja.
Mereka hanya menggunakan perangkat telekomunikasi dan tidak turun langsung ke lapangan.
Ancaman “penagihan di tempat umum” nyatanya hanyalah strategi manipulatif yang bertujuan memancing rasa malu dan ketakutan.
Nasabah seharusnya tidak mudah terpancing dan justru harus tenang serta tahu hak-hak mereka sebagai konsumen.
Tag
Berita Terkait
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Keroyok 'Mata Elang' Hingga Tewas, Dua Polisi Dipecat, Empat Lainnya Demosi
-
OJK Akan Tertibkan Debt Collector, Kreditur Diminta Ikut Tanggung Jawab
-
Dibalik Cerita IPO Superbank! Gak Cuma Zonk, Pemburu Saham SUPA Rela Pinjol dan Dapat Jatah 3 Lot
-
Buntut Peristiwa Kalibata, Kuasa Hukum Korban Sampaikan Surat Terbuka ke Prabowo dan Puan
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah
-
Gibran Turun Gunung ke Nias, Minta Jembatan 'Penyelamat' Siswa Segera Dibangun
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan
-
Ibu-Ibu Korban Bencana Sumatra Masih Syok Tak Percaya Rumah Hilang, Apa Langkah Mendesak Pemerintah?
-
Eks Wakapolri Cium Aroma Kriminalisasi Roy Suryo Cs di Kasus Ijazah Jokowi: Tak Cukup Dilihat