Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi keberatan yang disampaikan kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam persidangan. Keberatan tersebut disampaikan lantaran jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan menghadirkan pemeriksa forensik/penyelidik pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK Hafni Ferdian sebagai ahli.
Juru Bicara (Jubir) KPK Budi Budiyanto menyebut keterangan yang disampaikan Hafni akan dinilai secara objektif oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“KPK meyakini majelis hakim akan melihat secara objektif keterangan-keterangan yang disampaikan para ahli dalam mendukung pembuktian perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Saudara HK,” kata Budi kepada wartawan, Senin (26/5/2025).
“Kami mengajak masyarakat untuk terus mengikuti dan mencermati keterangan para ahli dalam persidangan ini, sebagai salah satu bentuk transparansi dan partisipasi publik dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi,” tambah dia.
Saksi KPK Diprotes Kubu Hasto
Dalam sidang hari ini, Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail menyampaikan keberatan lantaran jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan pemeriksa forensik/penyelidik pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Hafni Ferdian.
Hafni dihadirkan jaksa sebagai ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan yang menjadikan Hasto sebagai terdakwa.
Maqdir menilai Hafni seharusnya tidak menjadi ahli dalam sidang ini karena dia terlibat dalam penyelidikan yang dilakukan lembaga antirasuah.
“Kami lihat bahwa dia ini adalah orang yang diberi tugas oleh KPK dengan surat-surat tugas. Ada di lampiran di dalam BAP-nya,” kata Maqdir di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Baca Juga: Pasang Stairlift di Candi Borobudur saat Prabowo Dampingi Macron, Istana: Kalau Kecapean Bisa Kusut
Selain itu, Maqdir juga mempertanyakan objektivitas Hafni dalam menyampaikan keterangan pada sidang ini lantaran bekerja dan menerima gaji dari KPK.
Menanggapi itu, jaksa menyebut bahwa Hafni diperiksa berdasarkan keahliannya. Meski Hafni juga bekerja sebagai penyelidik di KPK, jaksa menegaskan bahwa dia tidak menjadi penyelidik yang menangani perkara Hasto.
“Tadi disampaikan oleh saudara PH digaji oleh KPK, bukan, dia digaji oleh negara karena statusnya adalah ASN. Jadi, bukan digaji oleh KPK sehingga dengan demikian kami mohon tetap yang bersangkutan diminta keterangan sebagai ahli,” ujar jaksa.
Lebih lanjut, Maqdir mengakui bahwa pegawai KPK memang mendapatkan penghasilan dari uang negara lantaran kini berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Namun, dia meragukan Hafni bisa memisahkan apa yang dia pahami dan dia ketahui sebagai penyelidik dengan objektivitasnya sebagai ahli dalam persidangan hari ini.
“Bagaimana pun juga, kami khawatir bahwa ini dia tidak bisa memisahkan itu sehingga objektivitas dia sebagai ahli itu tidak ada. Itu problem pokoknya di situ, yang mulia. Oleh karena itu, kami menolak kehadiran saudara ini sebagai ahli,” tegas Maqdir.
Berita Terkait
-
Ragukan Objektivitas, Kubu Hasto Protes Jaksa Hadirkan Penyelidik KPK di Sidang: Kami Menolak!
-
Bobotoh Jarah Rumput GBLA saat Persib Juara, Dedi Mulyadi ke Para Pelaku: Barak Adalah Tempat Anda!
-
Murka Disebut Kecipratan Fee Judol, DPR Sentil Budi Arie: Gak Boleh Marah, Tuduh Dakwaan Jaksa Hoaks
-
Luapkan Uneg-uneg 10 Tahun Kerja, Jeritan Driver Ojol ke DPR: Kami Cuma jadi Sapi Perah Aplikator!
-
Curhat di DPR, Emak-emak Ini Sebut Sistem Aceng dan Slot Cekik Mitra Ojol: Tolong Dihapus Pak!
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Pengamat Intelijen: Kinerja Listyo Sigit Bagus tapi Tetap Harus Diganti, Ini Alasannya
-
Terungkap! Rontgen Gigi Hingga Tato Bantu Identifikasi WNA Korban Helikopter Kalsel
-
Misteri Dosen UPI Hilang Terpecahkan: Ditemukan di Lembang dengan Kondisi Memprihatinkan
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?
-
SBY: Seni Bukan Hanya Indah, Tapi 'Senjata' Perdamaian dan Masa Depan Lebih Baik