Suara.com - Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tengah menghadapi krisis keuangan yang semakin memburuk. Dampak dari krisis ini adalah mengancam berbagai program kemanusiaan PBB di seluruh dunia.
Seperti dikutip dari news.un.org, program kemanusian yang bakal terancam jika keuangan tak kunjung membaik mulai dari bantuan bagi para pengungsi di Mozambik hingga layanan kesehatan untuk ibu di Afghanistan.
"Sejumlah program vital terancam terhenti jika dana tidak segera tersedia," ujar Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dikutip Selasa (3/6/2025).
Per 9 Mei, negara-negara anggota PBB baru menyetor sekitar US$1,8 miliar dari total anggaran rutin PBB sebesar US$3,7 miliar untuk tahun 2025.
Ditambah tunggakan dari tahun-tahun sebelumnya, jumlah keseluruhan dana yang belum dibayar mencapai sekitar US$2,4 miliar hingga akhir April tahun ini.
António Guterres menuturkan, Amerika Serikat tercatat sebagai negara dengan tunggakan terbesar, yakni sekitar US$1,5 miliar.
Hal ini terkait dengan pemerintahan Presiden Donald Trump yang sedang menahan dana sebagai bagian dari upaya AS dalam mengurangi pengeluaran negara.
Beberapa negara besar lain juga belum melunasi kewajibannya, di antaranya Tiongkok (US$597 juta), Rusia (US$72 juta), Arab Saudi (US$42 juta), Meksiko (US$38 juta), dan Venezuela (US$38 juta). Negara-negara anggota lainnya juga masih menunggak sekitar US$137 juta.
Lebih lanjut, António Guterres menyebut anggaran PBB untuk misi penjagaan perdamaian juga mengalami krisis serupa, dengan total tunggakan mencapai $2,7 miliar per 30 April.
Baca Juga: Konflik Israel-Lebanon: Mengapa Perbatasan Jadi Rebutan Abadi? Ini Kata Garis Biru!
Di tengah kondisi ini, António Guterres pada Maret 2025 lalu meluncurkan inisiatif “UN80” yang bertujuan meningkatkan efisiensi, menyederhanakan sistem kerja, dan memangkas biaya.
Salah satu cara yang dipertimbangkan adalah dengan melakukan pengurangan pekerja hingga 20 persen untuk mengurangi pembagian tugas kerja yang tumpang tindih.
Layanan untuk Perempuan, Pengungsi, serta Kesehatan Terancam
Krisis anggaran ini juga berdampak besar pada badan-badan PBB yang memiliki anggaran dan sumber dana tersendiri. Salah satunya adalah UNFPA, badan PBB yang menangani isu kesehatan seksual dan reproduksi.
UNFPA memperingatkan bahwa perempuan dan anak perempuan di wilayah krisis seperti Republik Demokratik Kongo, Haiti, Sudan, dan Afghanistan mulai merasakan dampaknya.
Pemangkasan dana membuat PBB kesulitan menyediakan tenaga medis, obat-obatan penting, serta layanan untuk korban kekerasan seksual. Di Mozambik, hampir 750 ribu pengungsi sangat membutuhkan bantuan.
Namun, UNHCR menyatakan bahwa layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender terancam dihentikan karena dana yang tersedia baru mencakup sepertiga dari yang dibutuhkan.
Program penanggulangan HIV/AIDS juga tidak luput dari ancaman. Di Tajikistan, Direktur UNAIDS Aziza Hamidova mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen dari dukungan dana untuk program HIV terancam hilang. Sejumlah pusat layanan kesehatan sudah tutup, kegiatan sosialisasi dihentikan, dan akses terhadap tes serta konseling PrEP telah menurun drastis.
Dana untuk Penanganan Krisis semakin Menipis
Sementar itu, Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) yang memimpin penanganan krisis global turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak besar dari kurangnya dana.
Di Sudan, hanya 13 persen dari total kebutuhan dana sebesar US$4,2 miliar yang sudah diterima. Akibatnya, sekitar 250 ribu anak harus putus sekolah. Di Kongo, kasus kekerasan berbasis gender melonjak hingga 38 persen, sementara layanan bantuan mulai ditutup.
Di Haiti, upaya penanggulangan wabah kolera terancam berhenti. Sementara itu di Ukraina, hanya 25 persen dari kebutuhan dana kemanusiaan yang sudah terpenuhi untuk tahun 2025, sehingga membahayakan keberlangsungan berbagai layanan penting.
Kepala OCHA sekaligus Koordinator Bantuan Darurat PBB, Tom Fletcher, telah mengumumkan pengurangan jumlah pekerja dan penghentian sejumlah program di beberapa negara akibat minimnya dukungan dana.
Berita Terkait
-
Dari Tano Batak hingga Papua: AMAN Laporkan Kasus Kriminalisasi Masyarakat Adat ke PBB
-
Penyematan Baret Biru, Pasukan Garuda Siap Diberangkatkan dalam Misi Perdamaian PBB di Kongo
-
PMPP TNI dan UNIC Gelar Journalist Boot Camp, Tekankan Peran Pasukan Perdamaian Indonesia di PBB
-
Komite PBB Kritik Keras Indonesia Soal Hak Anak: Dispensasi Nikah dan Program Makan Gratis Disorot
Terpopuler
- Berapa Tarif Hotman Paris yang Jadi Pengacara Nadiem Makarim?
- Upgrade Karyamu! Trik Cepat Bikin Plat Nama 3D Realistis di Foto Miniatur AI
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Pelatih Irak Soroti Kerugian Timnas Indonesia Jelang Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 6 Cara Buat Foto Miniatur Motor dan Mobil Ala BANDAI dengan AI yang Viral di Medsos!
Pilihan
-
Isu PHK Massal Gudang Garam: Laba Perusahaan Anjlok Parah, Jumlah Karyawan Menyusut?
-
Isu PHK Massal Gudang Garam: Laba Perusahaan Anjlok Parah, Jumlah Karyawan Menyusut?
-
8 Rekomendasi HP Rp 2 Jutaan Terbaik September 2025, Baterai Awet Kamera Bening
-
Harga Emas Naik Terus! Emas Antam, Galeri24 dan UBS Kompak di Atas 2 Juta!
-
Tutorial Dapat Phoenix dari Enchanted Chest di Grow a Garden Roblox
Terkini
-
CEK FAKTA: Benarkah Jepang Gelar Aksi Demo untuk Dukung Indonesia?
-
Beda dari Anak Politisi Lain, Renny Sutiyoso Dicoret Ayah Sendiri saat Mau Nyaleg
-
CEK FAKTA: Demo Merembet, Jokowi Ditangkap?
-
Integritas Raja Juli Dipertanyakan, Foto Main Domino dengan Eks Tersangka Pembalakan Disorot Tajam
-
Sindiran Fathian: Prabowo Turun, yang Naik Justru Gibran, Bukan Anies
-
Mahfud MD: Februari 2020 Nadiem Masih Mendikbud, Bukan Mendikbudristek
-
Demo Ricuh Berujung Maut, Prabowo Tuding Ada Makar, Kinerja Intelijen Dipertanyakan
-
Pramono Tunggu Sikap DPRD Soal Polemik Tunjangan Perumahan Rp78 Juta
-
Gerakan 17+8 di Ujung Deadline, Fathian: Provokator Main Halus
-
Mushola 2 Lantai di Ciomas Bogor Ambruk Saat Pengajian Maulid, BPBD: Bangunan Tua Kelebihan Beban