Dengan hilangnya UNRWA dan monopoli distribusi bantuan oleh lembaga seperti GHF yang didukung Israel-AS, Scahill memperingatkan bahwa hal ini menciptakan "kondisi seperti ghetto". Warga Palestina dipaksa untuk berdiri di ruang terbuka yang panas sepanjang hari, dikelilingi pagar kawat berduri, dalam kondisi yang dehumanisasi. Pemandangan seperti sekumpulan manusia di dalam kandang ini, menurut Scahill, adalah bentuk dehumanisasi terhadap warga Palestina, dan bantuan yang diberikan pun tidak seberapa. "Ini semua hanya tipuan yang digunakan untuk melanjutkan genosida," papar Scahill.
Di tengah kontroversi ini, GHF mengumumkan bahwa lokasi distribusi akan ditutup pada Rabu ini, dengan alasan persiapan logistik untuk menangani jumlah besar orang yang datang dengan lebih baik, serta agar militer Israel dapat membuat "persiapan pada rute akses ke pusat-pusat tersebut."
Lebih lanjut, tragedi di Rafah juga menimbulkan dampak signifikan bagi GHF. Laporan The Washington Post pada Selasa (3/6/2025) mengungkapkan bahwa perusahaan konsultan manajemen terkemuka AS, Boston Consulting Group (BCG), yang sebelumnya membantu mengembangkan dan mengelola GHF, kini telah menarik diri dari proyek tersebut.
Juru bicara BCG menyatakan bahwa penarikan diri terjadi di tengah laporan insiden memalukan seputar distribusi bantuan kemanusiaan di Gaza. Sumber yang mengetahui masalah tersebut menyebutkan bahwa GHF akan kesulitan berfungsi tanpa bantuan para ahli konsultan yang menciptakan lembaga tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga memberikan respons tegas. Sekjen PBB Antonio Guterres mendesak penyelidikan independen dan penyeretan para pelaku ke pengadilan setelah otoritas Gaza melaporkan 31 warga sipil tewas di dekat pusat bantuan. "Saya terkejut dengan laporan warga Palestina yang tewas dan terluka saat mencari bantuan di Gaza. Tidak dapat diterima bahwa warga Palestina mempertaruhkan nyawa mereka untuk makanan," kata Guterres. Ia menekankan bahwa Israel memiliki "kewajiban yang jelas" sesuai hukum internasional untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk dan memastikan staf PBB dapat bekerja dengan aman.
Dewan Keamanan PBB juga dilaporkan akan melakukan pemungutan suara untuk rancangan resolusi yang menyerukan pencabutan segera dan tanpa syarat atas seluruh pembatasan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza, serta menuntut diberlakukannya gencatan senjata permanen. Sebelumnya, upaya untuk mendorong resolusi gencatan senjata dan pembebasan sandera telah diveto oleh AS pada November 2024.
Sementara itu, bantuan kemanusiaan internasional dari UNRWA ke Gaza terus terhambat, dengan pasokan penting masih tertimbun di Yordania. "Di gudang UNRWA di Amman, hanya tiga jam berkendara dari Gaza, kami memiliki cukup pasokan untuk membantu lebih dari 200.000 orang selama sebulan penuh," kata UNRWA. Mereka menekankan bahwa "aliran pasokan yang lancar dan tak terputus harus diizinkan masuk," termasuk tepung, paket makanan, perlengkapan kebersihan, selimut, dan perlengkapan medis yang siap dikirim.
Dengan berbagai fakta ini, desakan untuk tindakan diplomatik global yang efektif guna memaksa Israel membuka blokadenya dan mengizinkan badan kemanusiaan internasional seperti UNRWA memberikan bantuan menjadi semakin mendesak. Penting untuk menegaskan penegakan hukum humaniter internasional secara efektif, bahkan di tengah veto dari pihak yang mendukung Israel.
Selain itu, sudah semestinya tindakan membiarkan kelaparan bagi warga sipil diakui sebagai kejahatan perang, dan mekanisme akuntabilitas melalui Mahkamah Pidana Internasional harus dapat berjalan serta dipatuhi oleh seluruh pihak terkait.
Baca Juga: Prabowo: Indonesia Siap Akui Israel Sebagai Negara dan Buka Hubungan Diplomatik, Asal...
Berita Terkait
-
Review Pee-wee as Himself: Dokumenter yang Mengantar Kejujuran Paul Reubens
-
Murka Aksi Genosida Israel, PBB Serukan Gencatan Senjata Permanen: Seret Pelaku ke Pengadilan!
-
Dua Lipa hingga 'Doctor Strange' Kian Desak Inggris untuk Stop Bantu Israel
-
Vincent Rompies Kedapatan Like Postingan Pro Israel, Fans Berharap Cuma Salah Pencet
-
PDIP Ingatkan Prabowo Jangan Buru-buru Buka Hubungan Diplomatik dengan Israel
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Terbongkar! Bisnis Pakaian Bekas Ilegal Rp669 M di Bali Libatkan Warga Korsel, Ada Bakteri Bahaya
-
Mendagri Tegaskan Peran Komite Eksekutif Otsus Papua: Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah
-
Prabowo ke Menteri: Tenang Saja Kalau Dimaki Rakyat, Itu Risiko Pohon Tinggi Kena Angin
-
Bahlil Lapor ke Prabowo Soal Energi Pasca-Bencana: Insyaallah Aman Bapak
-
Manuver Kapolri, Aturan Jabatan Sipil Polisi akan Dimasukkan ke Revisi UU Polri
-
KPK Geledah Rumah Plt Gubernur Riau, Uang Tunai dan Dolar Disita
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
-
Kasus DJKA: KPK Tahan PPK BTP Medan Muhammad Chusnul, Diduga Terima Duit Rp12 Miliar
-
Pemerintah Aceh Kirim Surat ke PBB Minta Bantuan, Begini Respons Mendagri