Suara.com - Pernyataan kontroversial kader Partasi Solidaritas Indonesia (PSI) Dedy Nur tentang mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memicu badai kritik di media sosial.
Bagaimana tidak, politisi yang kini menjabat sebagai Ketua Biro Ideologi & Kaderisasi DPW PSI Bali itu menyebut Jokowi memenuhi syarat menjadi nabi.
Ungkapan tersebut disampaikan melalui akun X pribadinya @DedyNurPalakka pada Senin, 9 Juni 2025.
Dedy Nur memulai pernyataannya dengan mengelu-elukan Jokowi sebagai mantan presiden yang paling dekat dengan rakyat.
"Jadi nabi pun sebenarnya beliau ini sudah memenuhi syarat, cuma sepertinya beliau menikmati menjadi manusia biasa dengan senyum selalu lebar ketika bertemu dengan rakyat," twit Dedy Nur.
Dedy menambahkan bahwa di sisi lain, masih ada pihak yang belum siap menerima kenyataan bahwa tugas kenegaraan Jokowi telah selesai dengan paripurna.
Pernyataan ini segera mendapatkan respons keras dari sejumlah warganet, salah satunya dari akun X @ch_chotimah2 yang mengecam keras.
"Jokowi itu pembohong, ingkar janji, pengkhianat dan tak tahu terimakasih, disebut sama kader PSI memenuhi syarat untuk jadi seorang Nabi yang merupakan manusia pilihan Tuhan," tulisnya.
"Demi menjilat Jokowi, kader PSI @DedynurPalakka ini bukan hanya melecehkan Nabi tapi juga menghina Tuhan," katanya melanjutkan.
Baca Juga: Kian Mesra, Siti Zuhro: Hubungan Prabowo-Megawati Bisa Redam Pengaruh Politik Jokowi
Senada dengan itu, akun @jhonsitorus_19 memperingatkan Dedy Nur untuk berhati jika berbicara tentang Nabi.
"Jokowi jadi Nabi umat agama mana yang kau maksud? Harus diperjelas agar tidak menimbulkan polemik," cuitnya.
"Saya tahu semangat anda begitu membabi buta mencintai Jokowi. Tetapi menyebut Jokowi sudah 'memenuhi syarat sebagai nabi' itu berlebihan," katanya menambahkan.
Menanggapi berbagai kritik dan pertanyaan yang muncul, Dedy Nur lantas memberikan penjelasan panjang lebar.
Dedy menegaskan bahwa penyebutan "nabi" yang dia gunakan tidaklah bermakna literal, melainkan kiasan atau simbolik.
Dedy Nur menjawab pertanyaan @jhonsitorus_19 mengenai apakah pernyataannya berarti Jokowi menerima wahyu langsung dari Tuhan.
Dia pun menjelaskan bahwa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi nabi adalah "Orang yang menerima wahyu dari Tuhan untuk disampaikan kepada umat manusia."
Namun, Dedy menekankan bahwa dalam perbincangan filsafat, sastra, dan tafsir sosial, kata "nabi" sering digunakan secara kiasan atau simbolik.
Dia memberikan beberapa contoh penggunaan kiasan tersebut, seperti "Socrates adalah nabi akal budi", "Karl Marx adalah nabi revolusi kelas" dan "Buddha adalah nabi kesadaran batin."
Menurut Dedy, penggunaan istilah ini tidak berarti mereka secara harfiah mendengar suara Tuhan.
Itu berlaku untuk orang menyuarakan nilai-nilai agung, membawa pesan moral, dan membimbing umat manusia dari kegelapan menuju pencerahan.
Dedy Nur juga membantah argumen bahwa tidak ada satu pun manusia selain dirinya yang menyatakan Jokowi memiliki sifat kenabian.
Dia menegaskan bahwa tidak diperlukan banyak orang untuk mengawali sebuah pemikiran.
Banyak ide besar dalam sejarah justru berangkat dari satu orang yang mampu melihat sesuatu yang belum dilihat orang lain.
Dia mencontohkan Nelson Mandela yang dulunya dianggap pengacau sebelum akhirnya disebut pembawa cahaya rekonsiliasi.
Serta Mahatma Gandhi dengan strategi ahimsa-nya yang kemudian disebut "nabi tanpa senjata."
Dedy menambahkan bahwa penilaiannya terhadap Jokowi sebagai sosok yang memiliki sifat kenabian adalah sah sebagai penilaian pribadi yang berbasis pada nilai-nilai etis, bukan karena menerima wahyu.
Lebih lanjut, Dedy Nur turut meluruskan anggapan bahwa kata "nabi" hanya milik satu agama tertentu.
Dia menjelaskan bahwa hampir semua peradaban memiliki tokoh "kenabian" dalam pengertian pembawa nilai luhur, kebijaksanaan, dan pencerahan.
Dedy memberikan contoh seperti Zoroaster di Persia kuno, Kong Hu Cu di Tiongkok, Siddharta Gautama (Buddha) di India, serta Isaiah, Musa, Yesus, dan Muhammad SAW yang muncul di tempat dan waktu berbeda.
Menurut Dedy Nur, menyebut "nabi" tanpa menamai agama spesifik bukan berarti salah.
Hal itu bisa berarti tentang manusia-manusia agung yang membimbing zamannya, baik melalui wahyu, kesadaran batin, atau kekuatan moral.
Sebagai penutup, Dedy Nur menyindir pihak-pihak yang tersinggung karena tidak mampu membedakan nabi berdasarkan makna literal dan simbolik.
Dari rekam jejak media sosialnya, Dedy Nur memang dikenal sebagai pendukung setia Jokowi dan keluarganya, seringkali membela mereka di berbagai kesempatan.
Kontributor : Chusnul Chotimah
Berita Terkait
-
Kian Mesra, Siti Zuhro: Hubungan Prabowo-Megawati Bisa Redam Pengaruh Politik Jokowi
-
Jokowi Kini Jarang Ditemui Prabowo, Tanda-tanda Pengaruhnya Mulai Pudar?
-
Jelang 2029: Jokowi dan Gibran Pisah Partai, Strategi Jitu Rebut Kursi Presiden?
-
Jokowi Lebih Pilih PSI, Elite PPP Pamer Masih Punya Amran dan Sandiaga Uno
-
Laporkan Roy Suryo Cs, Peradi Bersatu Desak Polisi Naikkan Status Kasus Ijazah Palsu Jokowi
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
Terkini
-
Mendagri Tito Jelaskan Duduk Perkara Pemkot Medan Kembalikan Bantuan Beras 30 Ton ke UAE
-
Minggu Besok, Pesantren Lirboyo Undang Seluruh Unsur NU Bahas Konflik Internal PBNU
-
Kementerian PU Tandatangani Kontrak Pekerjaan Pembangunan Gedung SPPG di 152 Lokasi
-
Eks Mensos Tekankan Pentingnya Kearifan Lokal Hadapi Bencana, Belajar dari Simeulue hingga Sumbar
-
Terjebak Kobaran Api, Lima Orang Tewas dalam Kebakaran Rumah di Penjaringan
-
SPPG, Infrastruktur Baru yang Menghubungkan Negara dengan Kehidupan Sehari-Hari Anak Indonesia
-
Jaksa Kejati Banten Terjaring OTT KPK, Diduga Peras WNA Korea Selatan Rp 2,4 Miliar
-
6 Fakta Wali Kota Medan Kembalikan 30 Ton Beras Bantuan UEA, Nomor 6 Jadi Alasan Utama
-
Cas Mobil Listrik Berujung Maut, 5 Nyawa Melayang dalam Kebakaran di Teluk Gong
-
Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih, Mendagri Tito Minta Maaf