Suara.com - Keberadaan perusahaan tambang di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya dianggap mendatangkan mudarat bagi masyarakat adat di sana. Pasalnya, tak hanya merusak keindahan alam, kedatangan perusahaan tambang yang mengeruk nikel juga dianggap bisa memicu konflik horizontal antarmasyarakat adat di Raja Ampat.
Hal itu disampaikan oleh Anggota DPD Papua Barat Daya, Paul Finsen Mayor dalam siniar yang ditayangkan akun Youtube milik, Greenpeace Indonesia pada Kamis (19/6/2025).
Dalam siniar itu, Paul Finsen awalnya mencurigai masyarakat adat sengaja diadu domba terkait polemik izin tambang nikel di Raja Ampat. Kecurigaan itu muncul saat Paul Finsen menyoroti demonstrasi yang diduga dirancang oleh pihak perusahaan pengeruk nikel.
"Berkaitan dengan masyarakat yang demo-demo di bawah, saya indikasi kuat bahwa dugaan kuat saya itu by desain (direncanakan), didesain oleh oknum-oknum yang ada di perusahaan itu," ungkap Senator Papua itu dikutip Suara.com pada Jumat (20/6/2025).
Selain itu, Paul Finsen juga menganggap ada dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan sejumlah perusahaan tambang di Raja Ampat karena belum adanya Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Dia pun mendesak agar aparat hukum mengusut soa dugaan pelanggaran hukum tersebut.
"Sekarang kalau eksplorasi terus RAKB-nya belum keluar itu kan perbuatan melawan hukum betul harus dicari dong diproses hukum, ditangkap. Iya bukan dibiarkan digiring hanya isu lingkungan sambil menggeser ada unsur pidana di dalam itu harus diproses hukum, kan masyarakat ini tidak tahu apa-apa itu baru eksplorasi," ujarnya.
Paul Finsen juga menyoroti iming-iming pekerjaan dari perusahaan tambang di Raja Ampat sehingga memicu pro-kontra antara masyarakat adat.
"Masyarakat disuruh juga ke sana jadi ya mungkin jadi pekerja lepas saja karena masyarakat di situ kan ya kita lihat macam waktu mereka demo, mereka bilang kita ini datang cuma bawa KTP dengan kartu keluarga saja bisa kerja. Artinya kan pendidikannya bukan yang S1, kalau pendidikannya bukan yang S1 berarti ya dia juga tidak mungkin jadi asisten manager lah betul kepala mandor juga mungkin tidak iya paling ya buruk kasar," ungkapnya.
"Nah kenapa mereka bisa ribut begitu ya pasti ada yang main di belakang (ada) dalangnya. Makanya saya sudah bicara di media-media nasional maupun lokal saya desak Mabes Polri cari tahu otak di balik itu dalangnya. Proses hukum, tangkap, jangan benturkan masyarakat kami di bawah, ada yang pro-kontra lalu jatuh korban lalu kamu yang otak di balik itu menghindar hilang ke Jakarta," sambungnya.
Baca Juga: Pimpinan DPR Rasa 'Jubir' Prabowo, Peran Dasco Dinilai Disfungsional dan Picu Konflik Kepentingan
Lebih lanjut, Paul Finsen juga menyebut jika masalah di Raja Ampat mulai terjadi setelah muncul perusahaan-perusahaan tambang.
"Masyarakat yang bentrok terus sepanjang hidup mereka itu tidak boleh, saya juga imbau kepada masyarakat Raja Ampat, dulu tanah-tanah itu tidak bermasalah, tapi datangnya tambang itu mulai bermasalah. Saya pikir saya imbau untuk tidak boleh ada masyarakat yang karena orang dari luar datang bawa aturan dari luar akhirnya kamu baku hajar sendiri di dalam itu, akan berpotensi untuk perpecahan dalam keluarga besar kita," bebernya.
Dia pun mengakui jika masyarakat adat khususnya di Raja Ampat sudah makmur tanpa hidup dari tambang. Dia pun kembali mengimbau agar masyarakat adat di Raja Ampat tidak mudah terprovokasi soal pemilik izin tambang.
"Jadi semua harus kepala dingin sadar duduk tenang pikirkan baik-baik supaya ada solusi, bapak Gubernur Bapak Bupati Raja Ampat, saya sendiri sebagai wakil dari Papua Barat Daya kita sudah memikirkan solusi-solusinya, kamu itu bukan hidup dari tambang saja. Sebelum ada tambang kita sudah bisa bertahan hidup dan berhasil termasuk saya yang ada di sini. Jadi jangan orang adu domba kita hanya gara-gara tambang saja," ujarnya.
Berita Terkait
-
Fakta IUP Raja Ampat Belum Dicabut, Senator Papua Sentil Bahlil: Mau Dibawa ke Mana Negara Ini?
-
Ungkit Uni Soviet, Puji-puji Prabowo ke Putin: Rusia Bantu Kita Tanpa Minta Cepat Kembalikan Utang
-
3 Mahasiswa Pendemo Gibran Ditangkap Paspampres, Wali Kota Blitar: Saya Malu dan Kecewa Sekali
-
Usai Dicap Wahabi oleh Gus Ulil Imbas Tolak Tambang Raja Ampat, HP Aktivis Greenpeace Nyaris Diretas
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru
-
Judi Online Lebih Ganas dari Korupsi? Menteri Yusril Beberkan Fakta Mengejutkan
-
Bangunan Hijau Jadi Masa Depan Real Estate Indonesia: Apa Saja Keuntungannya?
-
KPK Tangkap Gubernur Riau, PKB 'Gantung' Status Abdul Wahid: Dipecat atau Dibela?
-
Sandiaga Uno Ajak Masyarakat Atasi Food Waste dengan Cara Sehat dan Bermakna
-
Mensos Gus Ipul Tegaskan: Bansos Tunai Harus Utuh, Tak Ada Potongan atau Biaya Admin!
-
Tenaga Ahli Gubernur Riau Serahkan Diri, KPK Periksa 10 Orang Terkait OTT
-
Stop Impor Pakaian Bekas, Prabowo Perintahkan Menteri UMKM Cari Solusi bagi Pedagang Thrifting