Suara.com - Terbitnya fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terhadap pertunjukan sound horeg yang berlebihan telah membuka kotak pandora mengenai masalah polusi suara di ruang publik.
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Andreas Budi Widyanta menilai bahwa fatwa tersebut sebagai representasi suara masyarakat yang selama ini resah, sekaligus menjadi bukti 'ketidakhadiran' pemerintah dalam meregulasi masalah tersebut.
"Fatwa ini tidak akan muncul jika pemerintah daerah hadir lebih dulu dengan menertibkannya lewat peraturan," tegas Widyanta saat dihubungi pada Rabu (16/7/2025).
Menurutnya, sound horeg hanya puncak gunung es dari persoalan polusi suara yang lebih luas.
Ia kemudian menyoroti bahwa hak setiap warga negara untuk mendapatkan ketentraman sering kali terabaikan.
"Polusi suara itu bisa muncul dari mana saja. Sound horeg hanya salah satunya. Ada polusi suara dari kendaraan, dari berbagai hajatan yang tidak mengindahkan hak tetangga, bahkan dari aktivitas di dekat tempat ibadah atau rumah sakit sekalipun," jelas Widyanta.
"Ini perlu penataan kembali. Ruang publik harus dihormati sebagai ruang bersama."
Respons Keresahan Publik
Dalam fatwanya, MUI Jawa Timur secara eksplisit menyatakan bahwa penggunaan sound horeg yang melampaui batas wajar hingga mengganggu kenyamanan, kesehatan, bahkan merusak fasilitas umum, hukumnya adalah haram.
Baca Juga: MUI Jatim Haramkan Sound Horeg, Sosiolog UGM Sebut Bukti Ketidakhadiran Pemerintah Membuat Regulasi
Keputusan ini diambil setelah mendengar keluhan masyarakat dan pandangan dari dokter spesialis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) mengenai bahaya paparan suara ekstrem.
Meski demikian, fatwa tersebut tidak bersifat mutlak.
MUI memberikan catatan bahwa pertunjukan sound horeg masih diperbolehkan selama menghormati hak orang lain, menjaga ketertiban umum, dan sejalan dengan norma agama.
Lebih lanjut, Andreas Budi Widyanta mendorong agar fatwa haram ini segera direspons oleh pemerintah melalui sebuah regulasi yang jelas, seperti peraturan daerah (perda).
Namun, ia menekankan agar proses penyusunannya dilakukan secara musyawarah dan melibatkan semua pihak.
"Dalam pembuatan regulasi nanti, harus dilakukan secara musyawarah, termasuk melibatkan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari pertunjukan sound horeg," ujarnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Resmi Dibuka, Pusat Belanja Baru Ini Hadirkan Promo Menarik untuk Pengunjung
- Nggak Perlu Jutaan! Ini 5 Sepatu Lari Terbaik Versi Dokter Tirta untuk Pemula
- Kenapa Motor Yamaha RX-King Banyak Dicari? Motor yang Dinaiki Gary Iskak saat Kecelakaan
- 5 Shio Paling Beruntung di 1 Desember 2025, Awal Bulan Hoki Maksimal
- 5 Moisturizer dengan Kolagen agar Kulit Tetap Elastis dan Muda
Pilihan
-
Geger Isu Patrick Kluivert Dipecat Karena Warna Kulit?
-
Parah! SEA Games 2025 Baru Dimulai, Timnas Vietnam U-22 Sudah Menang Kontroversial
-
Adu Gaji Giovanni van Bronckhorst vs John Heitinga, Mana yang Pas untuk Kantong PSSI?
-
5 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Kebutuhan Produktivitas dan Gaming
-
5 HP RAM 12 GB Paling Murah Terbaru Desember 2025, Pilihan Wajib Gamer Berat dan Multitasker Ekstrem
Terkini
-
Tiga Bupati Aceh 'Menyerah' Tangani Bencana, Mendagri Tito Menyanggah
-
Gus Miftah Kritik Bantuan Bencana yang Dilempar dari Helikopter: 'Niat Baik Harus dengan Cara Baik'
-
Luhut Menghadap Prabowo di Istana, Ini Tiga Hal yang Dilaporkan
-
Gus Miftah Sebut Bencana Sumatra Layak Jadi Bencana Nasional, Ajak Introspeksi Massal
-
Gus Miftah Berharap PBNU Segera Rukun dan Fokus Bantu Korban Bencana
-
Dewi Astutik Diringkus Tapi Perang Belum Usai, Membedah Ancaman dan Solusi Perang Narkoba Indonesia!
-
Ratu Zakiayah Ajak ASN Pemkab Serang Donasi Bantu Korban Bencana Sumatra
-
Akhirnya! Pemerintah Akui Kerusakan Lingkungan Perparah Bencana Banjir Sumatra
-
Hasil DNA Kerangka Positif, Jenazah Alvaro Kiano akan Dimakamkan Besok
-
Awas Cuaca Ekstrem, DPR Minta Kemenhub hingga BMKG 'Kawin' Data Demi Mudik Nataru Aman