Suara.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Betty Epsilon Idroos, menyatakan penerapan sistem pemungutan suara elektronik atau e-voting di Indonesia masih jauh dari kata siap.
Selain soal teknis dan infrastruktur, tingkat kepercayaan publik menjadi faktor utama yang perlu diperhitungkan.
“Karena dari beberapa literasi yang saya baca, e-voting itu perlu beberapa prasyarat. Prasyarat utama adalah tingkat kepercayaan terhadap penyelenggara dan juga pemerintah dalam hal ini,” ujar Betty di Jakarta Pusat, Rabu (23/7/2025).
Menurut Betty, sistem e-voting tidak bisa hanya dilihat dari sisi modernitas atau kemudahan teknologi.
Ia mengingatkan bahwa kepercayaan pemilih terhadap lembaga penyelenggara seperti KPU dan Bawaslu menjadi landasan mutlak sebelum sistem itu dipertimbangkan.
“Kalau masyarakat peserta pemilu belum percaya terhadap sistem kepada KPU mungkin sebagai penyelenggara, Bawaslu sebagai pengawas, tentu e-voting belum pilihan sekarang,” ucap dia.
Selain itu, ia juga menyinggung persoalan kesenjangan infrastruktur, terutama di daerah-daerah yang belum terjangkau listrik dan jaringan internet secara stabil. Hal ini menurutnya masih menjadi hambatan besar.
“Kita tuh masih banyak yang blank spot, listrik juga masih banyak. Sehingga memang kita perlu memetakan dulu kemampuan secara geografis yang kita punya,” kata Betty.
Tak hanya itu, menurut dia, pengalaman negara-negara lain justru menunjukkan bahwa e-voting bukan solusi mutlak. Beberapa negara bahkan memutuskan kembali menggunakan sistem pemilu manual karena alasan keamanan dan akurasi.
Baca Juga: PKS Kini Punya Pimpinan Baru, Sohibul Iman Jadi Ketua Majelis Syura, Almuzzamil Yusuf Jadi Presiden
“Karena di beberapa negara yang saya ketahui juga sudah kembali e-voting kembali kepada manual, cara punch ballot, jadi coblos surat suara. Karena beberapa kelebihannya kan dimiliki,” ungkapnya.
Betty juga menekankan bahwa persoalan utama dalam pemilu di Indonesia bukan pada tahap pemungutan suara, melainkan pada proses rekapitulasi hasil yang berjenjang.
“Persoalan utama di Indonesia itu bukan soal pemungutan suaranya. Persoalan utama kita adalah ketidakpercayaan publik saat merekap perolehan suara berjenjang dari KPPS sampai ke atas,” ujarnya.
Untuk mengatasi persoalan itu, KPU telah menggunakan teknologi seperti Sirekap yang disebutnya sudah cukup presisi.
“Dan itu sudah kita perbaiki sebenarnya lewat sirekap, dan masyarakat itu sebenarnya bisa lihat,” kata dia.
Berita Terkait
-
Aplikasi E-Voting di Pemilu Raya PSI, Ini Kata Pakar Cyber Security
-
Demokrasi 5.0 atau Digitalisasi Masalah? Kontroversi Wacana E-Voting
-
PSI Pastikan Ada Lebih dari Satu Calon Ketum, Jokowi Bakal Bersaing dengan Kaesang?
-
5 Rekomendasi Mobil Manual Transmisi Enteng Rp100 Jutaan
-
Anti Ribet, Ini Cara Kalibrasi Warna Monitor Secara Manual Buat Desain Grafis
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 7 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Alpha Arbutin untuk Hilangkan Flek Hitam di Usia 40 Tahun
- 7 Pilihan Parfum HMNS Terbaik yang Wanginya Meninggalkan Jejak dan Awet
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
Terkini
-
Buron! Kejagung Kejar Riza Chalid, WNA Menyusul di Kasus Korupsi Pertamina
-
Dilema Moral Gelar Pahlawan Soeharto, Bagaimana Nasib Korban HAM Orde Baru?
-
Pria Tewas Terlindas Truk di Pulogadung: Saksi Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Utang Kopi
-
Telan Kerugian Rp1,7 Miliar, Kebakaran Gudang Dekorasi Pesta di Jaktim karena Apa?
-
Divonis 4 Tahun dan denda Rp1 Miliar, Nikita Mirzani Keberatan: Ini Belum Berakhir!
-
Bejat! Pemuda Mabuk di Tasikmalaya Tega Cabuli Nenek 85 Tahun yang Tinggal Sendiri
-
Ribka Tjiptaning PDIP: Soeharto 'Pembunuh Jutaan Rakyat' Tak Pantas Jadi Pahlawan!
-
Heboh Undi Doorprize di Acara Mancing Gratis, Tupoksi Gibran Disorot: Wapres Rasa Lurah
-
Menteri P2MI: WNI yang Bekerja di Kamboja Akan Dipulangkan Bertahap
-
'Logikanya dari Mana?' DPR Pertanyakan Nasib Aktivis '98 Jika Soeharto Jadi Pahlawan Nasional