Suara.com - Menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia, sejumlah kritik tajam dilontarkan oleh para aktivis mahasiswa mengenai kondisi bangsa.
Isu-isu fundamental seperti kemiskinan yang tak kunjung usai, ketimpangan akses pendidikan dan kesehatan, hingga kualitas demokrasi yang dinilai masih sebatas prosedural menjadi sorotan utama.
Ketua Senat Mahasiswa (SEMA) Universitas Paramadina, Hudan Lil Muttaqien, dan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gadjah Mada, Tiyo Ardianto, menyuarakan keprihatinan mereka atas berbagai persoalan yang mendera negeri.
Hudan Lil Muttaqien secara gamblang menyoroti masalah ketidakmerataan akses di berbagai sektor, mulai dari pendidikan, pekerjaan, hingga kesehatan. Ia mengkritik keras fenomena 30 wakil menteri (wamen) yang merangkap jabatan sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurutnya, praktik ini adalah cermin nyata dari ketidakadilan akses di Indonesia.
"Bagaimana bisa wakil menteri merangkap jabatan sedangkan anak mudanya masih banyak yang pengangguran? Ini adalah bukti bahwa akses yang ada di negara kita tidak merata," kata Hudan dalam sebuah diskusi di podcast "SPEAK UP" yang ditayangkan di kanal YouTube Abraham Samad pada Minggu (3/7/2025),.
Kritik ini sejalan dengan sorotan publik dan pakar hukum yang menilai rangkap jabatan tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Bahkan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan bahwa larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri semestinya juga berlaku bagi wakil menteri.
Hudan kemudian mendesak pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang dapat mendistribusikan akses secara adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Baca Juga: Blak-blakan Selamat Ginting: Era Jokowi Diwarnai Pembegalan Partai Politik, Demokrasi dalam Bahaya!
"Lapangan pekerjaan juga perlu dibuka luas dengan regulasi yang memberikan jaminan untuk kesejahteraan tenaga kerja Indonesia," tambahnya.
Lebih jauh, Hudan menyinggung budaya feodal yang menurutnya masih mengakar kuat dan menghambat kemajuan demokrasi. Fenomena ini tecermin dari bagaimana status dan jabatan lebih diutamakan ketimbang kualifikasi dan kompetensi (meritokrasi).
"Omong kosong jika kita berbicara soal demokrasi, sedangkan budayanya masih feodal," ujar Hudan.
Ia mencontohkan penunjukan wamen sebagai komisaris yang seolah tidak melalui kriteria yang jelas, melainkan lebih didasarkan pada posisi dan kekuasaan.
Budaya feodal ini, menurut para analis, termanifestasi dalam berbagai aspek, mulai dari birokrasi yang rumit dan mengharapkan kepatuhan buta, hingga menguatnya politik dinasti di mana kekuasaan cenderung diwariskan dalam lingkaran keluarga elit.
Sikap mengagung-agungkan jabatan ini dinilai menghambat partisipasi kritis masyarakat dan melanggengkan kekuasaan yang tidak transparan.
Berita Terkait
- 
            
              Prabowo, Hasto, dan Dinasti Jokowi: Narasi Balas Dendam atau Demokrasi?
 - 
            
              Eks Napi Penghina Jokowi Dapat Amnesti, Ongen Nobatkan Prabowo Sebagai 'Bapak Demokrasi Indonesia'
 - 
            
              3 Alasan Bima Arya Tak Persoalkan Bendera One Piece Berkibar di Indonesia
 - 
            
              Ruben Onsu Siap Kibarkan Merah Putih di Tengah Kepungan Hiu
 - 
            
              7 Ide Hiasan Kepala Merah Putih untuk Meriahkan HUT RI ke-80
 
Terpopuler
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
 - 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
 - 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
 - 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
 - 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
 
Pilihan
- 
            
              Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
 - 
            
              Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
 - 
            
              Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
 - 
            
              5 HP RAM 12 GB Paling Murah, Spek Gahar untuk Gamer dan Multitasking mulai Rp 2 Jutaan
 - 
            
              Meski Dunia Ketar-Ketir, Menkeu Purbaya Klaim Stabilitas Keuangan RI Kuat Dukung Pertumbuhan Ekonomi
 
Terkini
- 
            
              Pemerintah Siap Kembangkan Kereta Cepat JakartaSurabaya, Tapi Tunggu Urusan Whoosh Beres Dulu
 - 
            
              Dari Kuli Bangunan Jadi Gubernur, Abdul Wahid Kini Diciduk KPK dalam Operasi Senyap
 - 
            
              Sempat Dihadang Sopir Angkot, Kini Layanan Mikrotrans JAK41 Kembali Normal
 - 
            
              Geger OTT Gubernur Riau: KPK Angkut 9 Orang ke Jakarta, Nasibnya Ditentukan Hari Ini
 - 
            
              Wajah Lesu Gubernur Riau Abdul Wahid Tiba di KPK Usai Terjaring OTT
 - 
            
              Budi Arie Dicap Tukang Ngibul soal Kepanjangan Projo, PDIP: Pasti Contohkan Panutannya Jokowi
 - 
            
              Ini Instruksi Prabowo untuk PT KAI: Mulai dari KRL hingga Kereta Khusus Petani dan Pedagang
 - 
            
              PKB Buka Suara soal Gubernur Riau Abdul Wahid Terjaring OTT KPK, Begini Katanya
 - 
            
              Penumpang Tewas, Polisi Buru Sopir Ojol yang Kabur usai Tabrakan di Depan DPR, Ini Identitasnya!
 - 
            
              BMKG Prakirakan Hujan Lebat di Sumatera dan Kalimantan, Jawa Waspada Bencana